jurnalekbis.com/tag/1/">1 1 []"> Lombok Timur, Jurnalekbis.com – Ribuan tenaga honorer daerah (HONDA) dari berbagai instansi di Lombok Timur berkumpul di Taman Rinjani, Selong, pada Senin (20/01/2025). Aksi ini dimulai sejak pukul 08.30 WITA dengan massa membawa poster-poster berisi tuntutan mereka yang tegas dan jelas.
Para tenaga HONDA ini menuntut pemerintah daerah untuk segera mengangkat status mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka merasa sudah cukup lama mengabdi, namun nasib mereka hingga saat ini masih belum mendapatkan kejelasan.
Dalam aksi ini, massa terlihat terorganisir dengan baik. Setiap kelompok dari berbagai instansi telah mempersiapkan diri dengan matang untuk menyuarakan aspirasi mereka. Perwakilan tenaga honorer mengungkapkan bahwa pengangkatan status mereka menjadi pegawai tetap merupakan bentuk penghargaan atas pengabdian yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Salah seorang tenaga honorer, yang telah mengabdi selama 20 tahun, menyatakan, “Kami sudah bekerja keras, bahkan di usia yang tidak muda lagi. Harapan kami hanya satu, pemerintah dapat memberikan kepastian atas status kami.”
Tuntutan tenaga honorer ini sebelumnya telah dibahas dalam sebuah hearing yang berlangsung pada Senin (20/01/2025). Hearing tersebut dihadiri oleh Penjabat (PJ) Bupati Lombok Timur, H. Juaeni Taofik, dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lombok Timur, H. Mugni.
Namun, suasana hearing sempat memanas ketika salah satu tenaga honorer mengajukan pertanyaan terkait kebijakan pengangkatan. Respons keras dari Kepala BKPSDM, H. Mugni, membuat suasana semakin tegang. Ia mengeluarkan pernyataan yang dianggap mengancam, menyebut akan mengevaluasi tenaga honorer yang bertanya dengan cara yang menurutnya tidak sopan.
“Ini sudah tidak benar, etika nggak ada! Lihat saja, bisa nanti saya evaluasi,” ujar H. Mugni dengan nada tinggi. Pernyataan tersebut membuat suasana rapat berubah menjadi tegang, bahkan menimbulkan ketakutan di kalangan tenaga honorer.
Pernyataan H. Mugni menuai reaksi keras dari tenaga honorer yang hadir. Mereka merasa bahwa respons tersebut tidak pantas diucapkan, terutama di depan PJ Bupati dan dalam forum yang seharusnya menjadi tempat mereka menyuarakan aspirasi.
Salah seorang tenaga honorer yang hadir dalam rapat tersebut mengungkapkan kekecewaannya. “Kami datang dengan harapan mendapatkan jawaban yang jelas, tetapi justru mendapatkan ancaman seperti itu. Kami hanya ingin memperjuangkan hak kami,” ujarnya.
Insiden ini menjadi perhatian luas di masyarakat. Perlakuan yang diterima tenaga honorer dalam hearing tersebut dinilai tidak mencerminkan empati terhadap perjuangan mereka. Banyak pihak yang mengkritik cara komunikasi Kepala BKPSDM, yang dianggap tidak profesional dan kurang menghargai aspirasi tenaga honorer.
Para tenaga honorer berharap agar pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dengan banyaknya tenaga honorer yang sudah berusia antara 35 hingga 50 tahun, pengangkatan menjadi PPPK atau ASN dirasa sangat mendesak untuk memberikan kepastian dan kesejahteraan.
Massa aksi menyampaikan bahwa mereka tidak akan berhenti memperjuangkan hak mereka hingga pemerintah daerah memberikan keputusan yang adil. “Kami hanya ingin pemerintah mendengarkan kami dan mengambil keputusan yang bijak. Tidak ada niat lain selain mendapatkan keadilan atas pengabdian kami selama ini,” tutup salah satu koordinator aksi.
Aksi ini menambah panjang daftar tuntutan tenaga honorer di berbagai daerah Indonesia yang mendambakan pengakuan atas kontribusi mereka. Pemerintah diharapkan segera memberikan solusi konkret untuk menyelesaikan polemik ini, demi keadilan dan kesejahteraan bersama.