Lombok Barat, Jurnalekbis.com – Suasana penuh kekhusyukan terasa di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Lombok Barat, Rabu (23/4/2025), saat warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang beragama Hindu melaksanakan persembahyangan bersama dalam rangka Hari Raya Galungan. Kegiatan ini berlangsung di area Pura Padmasana Satwa yang berada di dalam kompleks lapas, diikuti oleh para WBP dengan mengenakan pakaian adat lengkap khas Bali.
Hari Raya Galungan merupakan momen spiritual penting bagi umat Hindu di seluruh Indonesia, termasuk para WBP yang tengah menjalani masa pidana di balik jeruji besi. Galungan memperingati kemenangan Dharma (kebenaran) atas Adharma (kejahatan), sekaligus menjadi refleksi mendalam tentang bagaimana manusia dituntut untuk mampu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga ketenangan batin.
Peringatan Galungan di dalam lapas menjadi bukti nyata bahwa hak beragama tetap dijamin negara, meskipun seseorang tengah menjalani masa hukuman. Sekitar pukul 08.00 WITA, prosesi persembahyangan dimulai secara tertib dan penuh kekhidmatan. Aroma dupa dan alunan doa-doa suci menciptakan atmosfer sakral, yang membawa kedamaian dan harapan di tengah keterbatasan.
Kalapas Kelas IIA Lombok Barat, M. Fadli, turut memberikan pernyataan terkait perayaan ini. Dalam keterangannya, ia menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan kepada seluruh WBP beragama Hindu, serta menegaskan pentingnya momen ini dalam proses pembinaan mental dan spiritual para warga binaan.
“Kami segenap keluarga besar Lapas Kelas IIA Lombok Barat mengucapkan selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan, khususnya bagi rekan-rekan kami warga binaan. Kami harap mereka bisa menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan setelah bebas nanti dapat kembali diterima oleh masyarakat serta menjadi warga negara yang baik,” ungkap M. Fadli.
Pembinaan keagamaan merupakan salah satu pilar utama dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Kegiatan seperti perayaan Galungan tidak hanya menjadi sarana pemenuhan hak beragama, tetapi juga bagian dari upaya sistematis untuk membentuk karakter dan moral para WBP.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, kegiatan pembinaan spiritual terbukti berkontribusi besar terhadap proses rehabilitasi narapidana. Dengan memperkuat sisi religius, diharapkan para WBP memiliki kesadaran diri yang lebih tinggi untuk tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum setelah menyelesaikan masa hukumannya.
Kegiatan keagamaan di Lapas Lombok Barat senantiasa mendapat dukungan penuh dari petugas lapas, termasuk dalam hal penyediaan fasilitas ibadah yang layak. Pura Padmasana Satwa, misalnya, merupakan tempat ibadah yang dibangun dan dirawat untuk memenuhi kebutuhan rohani WBP Hindu secara berkelanjutan.
Menariknya, kegiatan peribadatan di dalam lapas kerap memunculkan nilai-nilai toleransi lintas agama yang tinggi. Meski kegiatan ini khusus untuk umat Hindu, petugas dan WBP dari latar belakang agama lain memberikan dukungan moril dan menjaga suasana tetap kondusif. Hal ini mencerminkan bagaimana lembaga pemasyarakatan juga menjadi ruang pembelajaran tentang hidup dalam keberagaman.
Bagi banyak warga binaan, Hari Raya Galungan bukan sekadar perayaan seremonial. Di balik simbolisme spiritualnya, Galungan menjadi momen perenungan, introspeksi, dan komitmen untuk memperbaiki diri. Dalam konteks kehidupan di lapas, makna kemenangan Dharma atas Adharma menjadi lebih relevan—yakni saat seorang narapidana berhasil mengalahkan sisi gelap dirinya sendiri dan bangkit menjadi pribadi yang lebih baik.
“Galungan kali ini sangat berarti bagi saya. Walaupun sedang menjalani hukuman, saya merasa tetap bisa dekat dengan Tuhan dan mendapatkan ketenangan batin. Saya ingin berubah, dan saya yakin bisa,” ujar salah satu WBP Hindu yang mengikuti upacara dengan penuh haru.
Perayaan Galungan di Lapas Lombok Barat juga menjadi refleksi nyata dari komitmen Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam menjunjung tinggi hak asasi narapidana, termasuk hak beragama. Kalapas M. Fadli menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendukung pelaksanaan kegiatan keagamaan semua agama sebagai bagian dari sistem pembinaan holistik di dalam lapas.
“Pembinaan tidak hanya bersifat fisik dan intelektual, tetapi juga menyentuh aspek spiritual dan emosional. Kami percaya bahwa pembinaan berbasis nilai-nilai agama akan menghasilkan perubahan yang lebih bermakna,” jelasnya.
Dengan mengikuti kegiatan seperti persembahyangan Hari Raya Galungan, para WBP tidak hanya memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Hyang Widhi Wasa, tetapi juga mempertebal semangat untuk menjalani masa hukuman dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Setelah bebas nanti, para WBP diharapkan bisa kembali berintegrasi ke tengah masyarakat sebagai individu yang lebih baik, membawa nilai-nilai positif yang diperoleh selama menjalani pembinaan. Inilah esensi dari keberhasilan program pemasyarakatan yang tidak hanya memenjarakan, tetapi juga membina dan membebaskan jiwa dari belenggu kejahatan masa lalu.