Jurnalekbis.com – Posisi internasional Israel dilaporkan berada di titik nadir, memicu kekhawatiran mendalam di kalangan pejabat tinggi negara tersebut. Sumber di Kementerian Luar Negeri Israel, seperti dikutip oleh harian terkemuka Yedioth Ahronoth pada Selasa (21/5/2025) malam waktu setempat, menggambarkan situasi yang dihadapi Tel Aviv sebagai “tsunami” yang diperkirakan akan semakin memburuk.
“Kita berada dalam situasi terburuk yang pernah kita alami. Ini jauh lebih buruk daripada bencana. Dunia tidak bersama kita,” ungkap sumber tersebut dengan nada pesimistis. Pernyataan ini menggarisbawahi betapa gentingnya tekanan internasional yang kini menghimpit Israel seiring dengan berlanjutnya operasi militer di Jalur Gaza.
Menurut sumber yang sama, sejak November 2023, sorotan dunia tertuju pada “kematian anak-anak Palestina dan rumah-rumah yang hancur.” Kritik tajam juga dilayangkan lantaran Israel dinilai tidak menawarkan solusi atau rencana konkret pasca-konflik, selain eskalasi kekerasan dan kehancuran.
Lebih lanjut, peringatan keras dilontarkan mengenai “boikot diam-diam” yang disebut belum pernah terjadi sebelumnya. “Hal ini akan meluas dan meningkat, dan kita tidak boleh meremehkan bahayanya,” tegas sumber itu, menambahkan bahwa semakin sedikit pihak yang bersedia terafiliasi dengan Israel dalam situasi saat ini.
Gelombang Kecaman Internasional dan Sanksi yang Mengancam
Laporan Yedioth Ahronoth menyoroti serangkaian tindakan internasional yang diambil sebagai respons terhadap perang di Gaza. Yang paling mencolok adalah keputusan Inggris untuk menangguhkan negosiasi perjanjian perdagangan bebas dengan Israel. Langkah ini diambil kurang dari 24 jam setelah Inggris, bersama dengan Prancis dan Kanada, mengancam akan menjatuhkan sanksi jika operasi militer di Gaza terus berlanjut.
Tak hanya itu, Inggris juga memanggil Duta Besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, untuk menyampaikan teguran keras, serta menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim. Eskalasi diplomatik ini menunjukkan betapa seriusnya kekhawatiran negara-negara sekutu Israel terhadap jalannya konflik.
Frustrasi Gedung Putih dan Kebuntuan Negosiasi
Tekanan terhadap Israel juga datang dari sekutu utamanya, Amerika Serikat. Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa sumber-sumber di Gedung Putih menyatakan rasa frustrasi yang mendalam terhadap pemerintah Israel. Washington disebut menyadari bahwa Israel menjadi satu-satunya pihak yang tidak menunjukkan upaya signifikan untuk mencapai kesepakatan komprehensif terkait konflik tersebut.
Situasi semakin diperburuk dengan keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa malam untuk menarik kembali anggota senior delegasi perundingan dari Doha, Qatar. Meskipun staf teknis tetap dipertahankan, langkah ini mengindikasikan bahwa Israel bersikeras untuk melanjutkan operasi militernya di Gaza.
Dampak Ekonomi yang Mengintai Akibat Isolasi
Surat kabar tersebut menekankan bahwa gelombang kecaman dan langkah-langkah yang diambil secara internasional ini berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang serius bagi Israel. Inggris, sebagai salah satu mitra dagang terpenting Israel dengan volume perdagangan sekitar 9 miliar pound sterling, kini menunda negosiasi perjanjian perdagangan bebas yang krusial.
Perjanjian yang ditangguhkan tersebut dianggap sangat penting bagi industri teknologi tinggi Israel dan diharapkan mencakup sektor-sektor yang sebelumnya belum termasuk dalam kesepakatan dagang kedua negara.

Lebih lanjut, ancaman dari negara-negara Eropa untuk membatalkan perjanjian kemitraan dengan Israel dinilai sebagai preseden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meskipun Tel Aviv mungkin memperkirakan risiko pembatalan ini rendah, potensi kerugian ekonominya diperkirakan mencapai puluhan miliar, menjadikannya ancaman yang sangat nyata.
Eropa Bersatu Menentang Aksi Israel di Gaza
Situasi diplomatik Israel semakin terpojok dengan pengumuman Perdana Menteri Prancis François Bayrou pada Selasa malam. Ia menyatakan bahwa Prancis, Inggris, dan Kanada telah bersepakat untuk menentang keras apa yang terjadi di Jalur Gaza dan akan bersama-sama mengakui negara Palestina.
Ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dari tiga kekuatan besar Barat ini dipandang sebagai pernyataan paling keras yang pernah dilontarkan terhadap Israel, membuat negara tersebut “tampak sebagai negara paria di panggung internasional.”
AS Bungkam: Pertanda Perubahan Dukungan?
Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan bagi Israel adalah reaksi Amerika Serikat terhadap perkembangan terkini. AS, yang selama ini dikenal sebagai pendukung setia dan pembela Israel di forum internasional, kini memilih untuk diam. Sikap ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai posisi Washington jika tuntutan untuk menghentikan perang di Gaza mencapai Dewan Keamanan PBB. Apakah AS akan menggunakan hak vetonya seperti yang selalu dilakukan di masa lalu?
Meskipun pemerintahan sebelumnya di bawah Donald Trump berulang kali menyatakan komitmennya untuk membela Israel, dinamika politik global dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dapat memengaruhi keputusan AS kali ini. Ketidakpastian mengenai kesediaan Washington untuk melanjutkan dukungannya tanpa syarat terhadap Israel di kancah internasional semakin meningkat.
Boikot Diam-Diam dan Isolasi yang Semakin Dalam
Peringatan mengenai “boikot diam-diam” menjadi sorotan tajam. Menurut sumber di Kementerian Luar Negeri Israel, fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan bahwa semakin banyak entitas dan individu di seluruh dunia yang enggan untuk dikaitkan dengan Israel. Boikot ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup ranah budaya, akademis, dan sosial.
Isolasi internasional ini menjadi tantangan besar bagi Israel. Kehilangan dukungan dari sekutu-sekutu tradisional dan munculnya sentimen negatif di berbagai belahan dunia dapat mempersulit posisi Israel dalam berbagai forum internasional dan berpotensi menghambat kerjasama di berbagai bidang.
Masa Depan Hubungan Internasional Israel dalam Kegelapan
Dengan tekanan internasional yang semakin intens dan belum adanya tanda-tanda perubahan signifikan dalam kebijakan Israel terkait Gaza, masa depan hubungan internasional negara tersebut tampak suram. Kehilangan kepercayaan dari sekutu-sekutu utama dan meningkatnya isolasi dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang signifikan bagi stabilitas dan kemakmuran Israel.
Pemerintah Israel kini dihadapkan pada dilema yang sulit: melanjutkan operasi militer di Gaza dengan risiko isolasi internasional yang semakin dalam, atau mempertimbangkan langkah-langkah diplomatik yang dapat meredakan ketegangan dan memperbaiki citra Israel di mata dunia. Pilihan yang diambil Israel dalam beberapa waktu mendatang akan sangat menentukan posisinya di panggung global.
Dampak Domestik dan Regional
Krisis diplomatik ini tidak hanya berdampak pada hubungan internasional Israel, tetapi juga berpotensi memicu perdebatan dan polarisasi di dalam negeri. Tekanan dari luar dapat memperkuat suara-suara yang menyerukan perubahan kebijakan, namun juga dapat memicu sentimen nasionalisme yang defensif.
Secara regional, isolasi Israel dapat memperburuk ketegangan dengan negara-negara tetangga dan mempersulit upaya perdamaian di Timur Tengah. Hilangnya dukungan internasional dapat mengurangi pengaruh Israel dalam dinamika politik regional yang kompleks.