pendidikan

Baru Menjabat, Kadis Dikbud NTB Kaget Digugat Rp 9,8 Miliar Soal Proyek ‘Siluman’ Smart Class

×

Baru Menjabat, Kadis Dikbud NTB Kaget Digugat Rp 9,8 Miliar Soal Proyek ‘Siluman’ Smart Class

Sebarkan artikel ini
Baru Menjabat, Kadis Dikbud NTB Kaget Digugat Rp 9,8 Miliar Soal Proyek 'Siluman' Smart Class
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com- Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Abdul Azis, SH.,MH, menghadapi kejutan tak mengenakkan. Baru sebulan menduduki kursi kepemimpinan di Dikbud NTB, ia langsung digugat oleh PT KPB dengan nilai fantastis, mencapai Rp 9,8 miliar. Gugatan perdata ini disinyalir terkait pengadaan peralatan Smart Class tahun 2024 yang keberadaannya justru dipertanyakan.

Ironisnya, Abdul Azis, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas pangan/">Ketahanan Pangan Provinsi NTB, mengaku sama sekali tidak mengetahui menahu perihal proyek Smart Class tersebut. Pengakuan ini ia sampaikan dengan nada heran saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (23/5/2025).

“Saya baru dilantik menjabat Kadis Dikbud, sudah langsung dihadapkan oleh gugatan perdata ini,” ujar Azis sembari sedikit tertawa, menunjukkan keterkejutannya atas situasi yang ia hadapi.

Lebih lanjut, Azis mengungkapkan bahwa proyek Smart Class sama sekali tidak tercantum dalam memori serah terima jabatan (Sertijab) dari mantan Kepala Dikbud NTB sebelumnya, Aidy Furqan. Ketiadaan informasi ini semakin menguatkan kejanggalan gugatan yang dialamatkan kepadanya.

Baca Juga :  Kolaborasi LPTK, Pemerintah, dan Sekolah: Kunci Meningkatkan Hasil Belajar Semua Anak

“Di dalam memori serah terima jabatan itu tidak ada disebut proyek Smart Class,” tegasnya.

Tak ingin berspekulasi, Azis segera melakukan pengecekan internal. Ia menanyakan perihal proyek misterius ini kepada bagian program di Dikbud NTB. Hasilnya pun mengkonfirmasi kecurigaannya. Proyek Smart Class ternyata tidak pernah tercatat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dikbud NTB tahun 2024.

“Ternyata tidak ada. Di DPA kami tidak pernah ada program Smart Class itu setelah dicek-cek,” jelas Azis dengan nada kebingungan.

Dengan fakta yang terungkap ini, Abdul Azis merasa berada dalam posisi yang cukup dilematis. Sebagai pejabat baru, ia merasa bertanggung jawab atas institusi yang dipimpinnya, namun di sisi lain, ia tidak memiliki informasi sedikit pun mengenai proyek yang menjadi dasar gugatan.

“Oleh karena itulah saya sebagai pejabat baru di sini bisa saya katakan bahwa yang namanya proyek Smart Class atau pengadaan apa proyek Smart Class, saya tidak tahu,” katanya dengan lugas.

Baca Juga :  Bangun Pengusaha Ideal, Ketua IWAPI NTB Berikan Kuliah Kewirausahaan Bagi Mahasiswa

Ia juga mempertanyakan dasar klaim “salah proses” dalam pengadaan yang dituduhkan, mengingat menurut penelusurannya, tidak ada proses pengadaan Smart Class yang pernah terjadi di internal dinasnya.

Mengenai tuntutan ganti rugi yang mencapai angka fantastis Rp 9,8 miliar, Azis kembali menegaskan kejanggalan gugatan tersebut. Bagaimana mungkin pihaknya harus membayar sesuatu yang bahkan tidak pernah ada dalam catatan anggaran maupun proses kerja dinas?

“Bagaimana kita mau bayarkan, sementara tidak pernah tanda tangan apa-apa, tanda tangan kontrak kan tidak ada. Pak Aidy Furqan juga bilang tidak ada. Bagaimana kita membayar, orang tidak pernah ada program?” tambahnya.

Kendati demikian, sebagai seorang kepala dinas yang taat hukum, Abdul Azis menyatakan akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku untuk menghadapi gugatan ini. Langkah pertama yang telah diambil adalah melaporkan permasalahan ini kepada Biro Hukum Provinsi NTB.

“Saya sudah lapor ke Biro Hukum yang nanti berhubungan untuk menyiapkan jaksa pengacara negara, karena ini kan perdata,” terangnya.

Baca Juga :  Darunnajah Gelar Lomba Cerpen, Balikkan Narasi Negatif Soal Pesantren

Berdasarkan surat panggilan dari Pengadilan Negeri Mataram, sidang perdana kasus ini dijadwalkan pada Rabu, 27 Mei 2025 mendatang. Azis menyadari sepenuhnya bahwa gugatan ini merupakan konsekuensi dari jabatannya sebagai Kepala Dikbud NTB, dan bukan ditujukan kepada dirinya secara pribadi.

“Ini konsekuensi jabatan sebagai kepala dinas di Dikbud NTB ya, bukan secara pribadi atau personal, bukan. Tapi ini kan jabatan yang Kadis Dikbud-nya yang digugat, dan harus saya jelaskan sebagai Kadisdikbud yang sekarang,” pungkasnya,

Kasus gugatan Rp 9,8 miliar terhadap Kepala Dinas Dikbud NTB ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan. Bagaimana mungkin sebuah proyek pengadaan dengan nilai fantastis tidak tercatat dalam anggaran dan tidak diketahui oleh kepala dinas yang baru menjabat? Langkah hukum selanjutnya akan menjadi sorotan publik, terutama untuk mengungkap kejelasan dan kebenaran di balik polemik proyek Smart Class yang misterius ini. Masyarakat NTB tentu berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil, serta tidak mengganggu fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di provinsi tersebut.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *