Politik

PDI Perjuangan Tolak Utang Rp290 Miliar Pemkab Lotim!

×

PDI Perjuangan Tolak Utang Rp290 Miliar Pemkab Lotim!

Sebarkan artikel ini
PDI Perjuangan Tolak Utang Rp290 Miliar Pemkab Lotim!
Kunjungi Sosial Media Kami

Lombok Timur, Jurnalekbis.com — Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Lombok Timur secara tegas menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelaksanaan Sub Kegiatan Tahun Jamak untuk pembangunan jalan dan gedung wanita. Raperda ini diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan akan dibiayai melalui pinjaman daerah sebesar Rp290 miliar.

Penolakan itu disampaikan secara resmi dalam rapat paripurna DPRD dengan agenda penyampaian Pandangan Umum Fraksi, Selasa (15/7/2025). Dalam forum tersebut, anggota DPRD dari PDI Perjuangan, Ahmad Amrullah, ST., MT., mengungkapkan sederet alasan kenapa pihaknya menolak pembahasan lebih lanjut atas Raperda tersebut.

Ahmad Amrullah menegaskan bahwa dasar hukum pengajuan program multiyears yang diajukan Pemkab Lombok Timur tidak memiliki landasan kuat. Ia mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.93/PMK.02/2020 sebagai perubahan atas PMK No.60/PMK.02/2018 tentang kontrak tahun jamak. Menurutnya, tidak ada kondisi kegentingan yang memaksa yang dapat dijadikan alasan sah untuk menggunakan skema pembiayaan jangka panjang tersebut.

“Jika APBD dan target PAD kita mencukupi untuk pembiayaan kegiatan prioritas maka tidak perlu dilakukan kegiatan tahun jamak dengan berutang,” ujar Amrullah di hadapan forum.

Baca Juga :  Sulhan Muchlis Siapkan Program Pemberdayaan Pondok Pesantren di Pulau Lombok Menjadi Destinasi Wisata Syariah

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pembiayaan melalui pinjaman justru berpotensi menciptakan utang tersembunyi atau off balance sheet debt, yakni kewajiban pembayaran yang tidak tercatat secara resmi dalam neraca keuangan daerah. Kondisi ini bisa berujung pada pelanggaran administratif yang berkonsekuensi hukum.

Selain soal dasar hukum dan urgensi, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti minimnya transparansi dalam proses penyusunan Raperda ini. Mereka menilai, hingga saat ini, belum ada proses konsultasi publik yang memadai.

“Belum diketahui secara detail teknis pelaksanaan, lokasi pembangunan, dan alokasi anggaran masing-masing pembangunan jalan dan gedung wanita,” ungkap Amrullah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas, efisiensi, serta akuntabilitas penggunaan dana sebesar Rp290 miliar. Tanpa dokumen pendukung yang rinci dan proses diskusi terbuka dengan publik, kebijakan ini dikhawatirkan menimbulkan resistensi sosial di kemudian hari.

Salah satu kritik tajam yang dilontarkan oleh Fraksi PDI Perjuangan adalah bahwa kebijakan pembangunan multiyears ini justru cenderung menguntungkan pengusaha berskala besar. Skema proyek tahun jamak dikhawatirkan hanya bisa dijangkau oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kemampuan finansial dan operasional dalam jangka panjang.

Baca Juga :  DPD PDIP NTB Desak Polisi Usut Pelaku Persekusi

“Kontrak tahun jamak hanya menghadirkan pengusaha berskala besar dan mempersempit peran pengusaha-pengusaha lokal,” papar Amrullah.

Dengan demikian, kebijakan ini bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang selama ini menjadi spirit pembangunan daerah.

PDI Perjuangan juga mengingatkan bahwa jika Raperda ini disahkan, maka ruang fiskal daerah akan semakin sempit. Skema pembiayaan tahun jamak otomatis akan mengunci alokasi anggaran dalam beberapa tahun ke depan, sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan mendesak atau kegiatan prioritas lainnya.

“Tidak ada lagi ruang untuk menggeser anggaran ke pembangunan lain yang lebih bermanfaat di tahun berikutnya,” kata Amrullah menegaskan.

Penolakan Fraksi PDI Perjuangan ternyata berbuntut pada dinamika politik di internal DPRD. Dua anggota fraksi, yakni Ahmad Amrullah (Komisi IV) dan Nirmala Rahayu Luk Santi (Komisi III), secara tiba-tiba tidak dilibatkan dalam pembahasan lanjutan Raperda oleh gabungan Komisi III dan IV DPRD Lombok Timur. Keputusan tersebut disampaikan secara sepihak oleh Sekretariat DPRD atas instruksi pimpinan dewan.

Baca Juga :  Mi6 Gelar Roadshow di Sumbawa: Menyerap Aspirasi Menjelang Pemilihan Gubernur NTB 2024

Sikap ini langsung mendapat tanggapan keras dari Ketua DPC PDI Perjuangan Lombok Timur, Ahmad Sukro, SH., M.Kn. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk penghilangan hak konstitusional anggota DPRD.

“Ini pelanggaran terhadap asas musyawarah dan partisipasi politik yang sehat. Jangan sampai ini jadi preseden buruk bagi demokrasi lokal kita,” tegas Sukro.

Sukro menekankan bahwa sekalipun fraksi menolak secara substansi, pelibatan dalam pembahasan adalah tanggung jawab konstitusional yang tidak boleh dihilangkan. Menurutnya, sikap menolak adalah bagian dari kontrol dan dinamika legislatif, bukan alasan untuk melakukan eksklusi politik.

“Penolakan adalah hak politik yang dijamin oleh hukum. Tapi keterlibatan dalam pembahasan tetap wajib demi prinsip kerja demokratis di DPRD,” katanya.

Atas berbagai pertimbangan tersebut, Fraksi PDI Perjuangan secara resmi menolak pembahasan lanjutan Raperda dan meminta pimpinan DPRD Lombok Timur untuk mengkaji ulang langkah-langkah yang telah diambil.

Ahmad Sukro menyatakan bahwa pihaknya akan menempuh langkah-langkah serius, baik secara politik maupun hukum, jika pelanggaran atas hak-hak anggota DPRD dari fraksi PDI Perjuangan terus dilakukan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *