Mataram, Jurnalekbis.com – Dalam upaya meningkatkan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya migrasi yang aman, kerja/">Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berperan aktif dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Kampanye Penyadaran Publik. Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Pelindungan WNI (Dit. PWNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia pada 14-17 Oktober 2024 di Sheraton Senggigi Beach Resort. Dihadiri oleh 53 peserta, termasuk dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), perwakilan NTB, Nusa Tenggara Timur (NTT), LSM, dan masyarakat umum, kegiatan ini bertujuan mengedukasi dan memberikan keterampilan bagi para peserta agar dapat menyebarluaskan informasi mengenai migrasi aman di wilayah mereka.
Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu RI, Didik Eko Pujianto, yang membuka acara, menekankan pentingnya perlindungan maksimal bagi WNI, khususnya PMI, yang bekerja di luar negeri. Ia menyampaikan bahwa migrasi aman menjadi prioritas Dit. PWNI, dengan harapan kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang prosedur legal bagi PMI.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap para peserta dapat membawa pulang wawasan dan keterampilan baru yang dapat diterapkan di wilayah masing-masing untuk memastikan setiap PMI berangkat secara legal dan terlindungi sesuai dengan peraturan,” jelas Didik. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya mengurangi angka PMI nonprosedural yang rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak.
Menurut data Dit. PWNI, jumlah kasus PMI yang mengalami masalah di luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2021 tercatat 26.172 kasus, meningkat menjadi 35.149 kasus pada 2022, dan mencapai 53.593 kasus pada 2023. Salah satu faktor utama peningkatan ini adalah kurangnya pemahaman mengenai prosedur migrasi yang aman.
Didik menegaskan bahwa sebelum WNI bekerja di luar negeri, penting bagi mereka untuk memahami regulasi dan perlindungan hukum yang ada. “Tanpa persiapan yang matang, PMI rentan menghadapi berbagai masalah di negara tujuan,” ujarnya.
Didik juga menekankan pentingnya tanggung jawab keluarga dan perusahaan dalam memastikan keamanan PMI. Jika PMI bekerja melalui perusahaan, maka perusahaan bertanggung jawab atas keselamatan mereka. Namun, jika inisiatif berasal dari keluarga, maka tanggung jawab tersebut juga harus ditanggung oleh pihak keluarga.
Sebagai bagian dari upaya melindungi PMI, Kementerian Luar Negeri RI telah menjalin kerja sama internasional dengan berbagai negara tujuan PMI. Tujuan utama kerja sama ini adalah untuk menjamin keamanan dan hak-hak PMI, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang tanpa risiko pelanggaran hak asasi manusia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, menyampaikan bahwa NTB memiliki populasi sekitar 5,4 juta jiwa, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 3,3 juta orang. Namun, pertumbuhan angkatan kerja di NTB tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah, yang menyebabkan banyak warga mencari peluang kerja di luar negeri.
Dari 2,3 juta pekerja di NTB, hanya 700 ribu yang bekerja di sektor formal, sementara 1,6 juta sisanya berada di sektor informal. Hal ini mendorong lebih banyak warga NTB untuk mencari pekerjaan di luar daerah, termasuk ke luar negeri. Berdasarkan data BP2MI, ada sekitar 589.023 PMI asal NTB yang bekerja di 108 negara, dengan negara-negara favorit seperti Malaysia, Taiwan, Hong Kong, dan Jepang.
Aryadi juga menyoroti pentingnya edukasi migrasi aman di NTB, terutama di desa-desa yang menjadi kantong PMI. Banyak warga yang belum sepenuhnya memahami risiko bekerja di luar negeri tanpa mengikuti prosedur legal. Oleh karena itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB telah menggiatkan sosialisasi mengenai pentingnya migrasi yang aman kepada masyarakat desa.
“Kami di Disnakertrans NTB terus mengedepankan pentingnya sosialisasi migrasi aman, terutama kepada masyarakat di desa-desa. Banyak warga yang belum sepenuhnya memahami risiko yang mereka hadapi ketika berangkat sebagai PMI tanpa melalui jalur resmi. Ini menjadi tugas bersama kita untuk memastikan bahwa informasi yang akurat sampai ke masyarakat,” jelas Aryadi.
Pentingnya regulasi yang lebih kuat untuk melindungi PMI juga menjadi fokus pemerintah. UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sedang direvisi untuk memperkuat perlindungan terhadap PMI dan memperberat sanksi bagi pelaku pelanggaran.
Aryadi juga menekankan bahwa edukasi harus dibarengi dengan pengawasan ketat untuk mencegah migrasi nonprosedural. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan.
Disnakertrans NTB berkomitmen untuk terus memperkuat edukasi dan sosialisasi di seluruh wilayah provinsi. Melalui berbagai program pelatihan dan sosialisasi, diharapkan masyarakat NTB dapat lebih memahami risiko dan hak-hak PMI, serta mengurangi angka kasus migrasi nonprosedural.
“Kami berkomitmen untuk terus melibatkan pemerintah desa dalam program sosialisasi ini dan memperkuat koordinasi dengan pihak pusat dalam hal pengawasan dan perlindungan PMI,” tutup Aryadi.