Lombok Timur, Jurnalekbis.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menunjukkan komitmen dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia melalui berbagai inisiatif, salah satunya penerapan Tata Kelola Yang Baik (Good Governance) oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang menegaskan pentingnya kolaborasi antara Pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, literasi keuangan masyarakat terus meningkat. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2023, indeks literasi keuangan Indonesia tercatat sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 75,02%. Meskipun terdapat peningkatan, masih ada kesenjangan sebesar 9,59% antara literasi dan inklusi keuangan. Kesenjangan ini menjadi tantangan yang harus segera diatasi, terlebih Indonesia masih terpaut 14,8% dari target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020.
Menurut Sophia Wattimena, Ketua Dewan Audit OJK, peningkatan indeks inklusi keuangan tidak hanya bergantung pada edukasi, tetapi juga penerapan Tata Kelola Yang Baik oleh LJK. “Tata Kelola Yang Baik akan menciptakan kepercayaan publik terhadap LJK. Kepercayaan ini sangat penting agar masyarakat lebih bersedia menggunakan layanan keuangan yang tersedia,” ujarnya.
OJK sendiri telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait penerapan Tata Kelola Yang Baik, seperti Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Lembaga Jasa Keuangan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa LJK beroperasi secara transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab, sehingga mampu memberikan perlindungan yang lebih baik bagi nasabah, sekaligus meningkatkan inklusi keuangan.

Namun, peningkatan inklusi keuangan juga menghadapi tantangan besar, seperti maraknya investasi ilegal dan pinjaman online ilegal. Berdasarkan data dari Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi (DLIK) OJK, hingga Juni 2024 tercatat 426 pengaduan masyarakat terkait penipuan investasi ilegal dan 8.213 aduan korban pinjaman online ilegal. Total kerugian masyarakat akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp139,65 triliun antara tahun 2017 hingga 2023.
Untuk mengatasi masalah ini, OJK terus memperkuat edukasi keuangan melalui berbagai program. Salah satunya adalah inisiasi Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) dan penyelenggaraan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang diadakan setiap bulan Oktober. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap layanan keuangan legal dan melindungi mereka dari praktik-praktik ilegal.
Pada momen Bulan Inklusi Keuangan (BIK) di Nusa Tenggara Barat (NTB), OJK menyelenggarakan Pasar Keuangan Rakyat di Kota Selong, Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari dan mencakup pameran industri jasa keuangan, edukasi keuangan, kompetisi, serta kegiatan sosial. Tujuan utama dari acara ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap layanan keuangan yang legal dan memberikan akses keuangan yang lebih merata.
“Kami berharap, melalui kegiatan Pasar Keuangan Rakyat ini, awareness masyarakat terhadap layanan keuangan legal semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan tema BIK tahun ini yaitu ‘Industri Keuangan Inklusif: Menuju Indonesia yang Produktif,’” ujar Sophia Wattimena.