NewsOpini

Politik Uang: Musuh Dalam Selimut Demokrasi di Pilkada NTB

×

Politik Uang: Musuh Dalam Selimut Demokrasi di Pilkada NTB

Sebarkan artikel ini
Politik Uang: Musuh Dalam Selimut Demokrasi di Pilkada NTB
Politik Uang: Musuh Dalam Selimut Demokrasi di Pilkada NTB

Jurnalekbis.com – Politik uang telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi indonesia/">di Indonesia, termasuk dalam konteks Pilkada Nusa Tenggara Barat (NTB). Fenomena ini tidak hanya merusak legitimasi pemimpin terpilih tetapi juga menghancurkan moralitas masyarakat, memicu korupsi, dan menciptakan siklus pemerintahan yang jauh dari kepentingan rakyat. Jika dibiarkan, politik uang akan menjadi duri dalam perjalanan NTB menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan progresif.

Politik Uang: Anatomi dan Bahayanya

Secara teoretis, politik uang adalah bentuk distorsi demokrasi deliberatif, di mana hubungan antara kandidat dan pemilih berubah menjadi transaksi berbasis materi. Dampak negatifnya begitu nyata, khususnya di NTB, melalui tiga efek utama berikut:

  1. Kepemimpinan Transaksional
    Pemimpin yang menggunakan politik uang sering kali berorientasi pada balik modal politik, bukan pengabdian kepada rakyat. Hal ini berdampak pada praktik favoritisme dan penyalahgunaan anggaran, di mana proyek yang diutamakan hanya menguntungkan kelompok tertentu.
  2. Erosi Partisipasi Publik
    Ketika suara rakyat diperdagangkan, kepercayaan terhadap pemilu semakin menurun. Masyarakat menjadi apatis, berpikir bahwa perubahan tidak akan terjadi. Akibatnya, tingkat partisipasi aktif dalam pemilu terus melemah.
  3. Korupsi Berbasis Kebijakan
    Pemimpin yang lahir dari politik uang memiliki kecenderungan untuk melayani sponsor politik mereka, bukan masyarakat luas. Akibatnya, kebijakan strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi sering terabaikan demi proyek-proyek simbolis yang menguntungkan segelintir pihak.
Baca Juga :  Bell dan BDH Tingkatkan Kemampuan Helikopter TNI AD

Pilkada NTB: Peluang Besar, Tantangan Besar

NTB memiliki potensi besar sebagai daerah dengan sumber daya alam dan manusia yang melimpah. Sebagai destinasi pariwisata unggulan, wilayah ini dikenal dengan Mandalika, Rinjani, dan keindahan lainnya. Namun, potensi ini bisa menjadi narasi kosong jika Pilkada terus dirusak oleh politik uang.

Dampak praktik ini terlihat jelas:

  • Mengurangi daya tawar masyarakat: Pemilih cenderung mengabaikan kualitas kandidat demi keuntungan material.
  • Memperbesar ketergantungan pemimpin pada oligarki: Pemimpin yang berutang budi kepada sponsor kampanye akan mengutamakan kepentingan mereka, bukan rakyat.

Jika dibiarkan, politik uang hanya akan memperkuat sistem oligarki dan melemahkan struktur demokrasi di NTB.

Mengapa Politik Uang Sulit Dilawan?

Baca Juga :  7 Tiang Listrik Bertumbangan di Gerung, Posek Gerung Amankan Lokasi

Ada tiga alasan utama mengapa politik uang masih menjadi tantangan besar di NTB:

  1. Pragmatisme Pemilih
    Dalam kondisi ekonomi yang sulit, banyak masyarakat menganggap politik uang sebagai solusi langsung untuk kebutuhan sehari-hari.
  2. Pengawasan yang Lemah
    Lembaga seperti Bawaslu sering kali kekurangan sumber daya dan wewenang untuk menindak pelanggaran secara efektif.
  3. Rendahnya Literasi Politik
    Kurangnya edukasi politik membuat masyarakat sulit memahami dampak jangka panjang dari memilih pemimpin berbasis uang.

Strategi Melawan Politik Uang

Melawan politik uang membutuhkan kolaborasi multi-pihak yang melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, dan tokoh lokal. Beberapa langkah strategis yang dapat diambil adalah:

  1. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum
    • Digitalisasi pelaporan pelanggaran untuk mempermudah masyarakat melaporkan kasus.
    • Audit independen dana kampanye untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
  2. Edukasi Politik Berbasis Komunitas
    • Melibatkan tokoh agama, adat, dan pendidikan untuk menyelenggarakan literasi politik.
    • Menggunakan media sosial untuk menyebarkan narasi demokrasi bersih.
  3. Peran Generasi Muda dan Akademisi
    Kampus dapat menjadi pusat kajian dan diskusi kritis terkait politik uang. Selain itu, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan menggunakan media sosial untuk kampanye anti-politik uang.
  4. Sanksi Sosial dan Moral
    Budaya lokal NTB yang menjunjung kejujuran harus menjadi alat untuk melawan politik uang. Dukungan dari tokoh adat dan ulama, seperti melalui fatwa atau deklarasi anti-politik uang, dapat memperkuat gerakan ini.
Baca Juga :  Lombok Timur Siaga Hadapi Musim Kemarau, Pemetaan Wilayah Kekeringan Dilakukan

Penulis :Miharza Irfandi PIMDA JOGLO (Perhimpunan Intelektual Muda Jogja-Lombok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *