[ytplayer id='15931']
EkonomiFinancial

Money Changer Perbatasan Jadi Celah Pencucian Uang

×

Money Changer Perbatasan Jadi Celah Pencucian Uang

Sebarkan artikel ini
Money Changer Perbatasan Jadi Celah Pencucian Uang
Kunjungi Sosial Media Kami

jurnalekbis.com/tag/jakarta/">Jakarta, Jurnalekbis.com – Direktur Pengawasan Kepatuhan PBJ, Sri Bagus Arosyid, mengungkapkan adanya potensi besar praktik “pencucian uang” melalui jasa money changer, terutama di wilayah perbatasan. Menurutnya, modus yang kerap digunakan pelaku adalah memanfaatkan celah aturan pembawaan uang tunai lintas batas negara.

“Dalam analisa kami, salah satu celah untuk pencucian uang ada di money changer. Terutama di wilayah perbatasan seperti Batam dengan Singapura, Kalimantan Barat dengan Tawau dan Nunukan, hingga Rokan,” ujar Sri Bagus, dalam keterangannya. Selasa ( 16/9).

Ia menjelaskan, aturan menyebut pembawaan uang tunai ke luar negeri di atas Rp100 juta harus mendapatkan izin Bank Indonesia (BI). Namun, banyak pelaku memecah jumlah uang agar tetap berada di bawah batas tersebut.

Baca Juga :  NTB Gelar GPM untuk Stabilisasi Harga Jelang Nataru

“Biasanya modusnya menghindari batas Rp100 juta. Jadi dibawa Rp95 juta atau Rp99 juta, tapi dilakukan berulang kali. Itu salah satu teknik yang digunakan untuk mengirim dana hasil kejahatan, termasuk narkotika,” jelasnya.

Menurut Sri Bagus, jalur perbatasan menjadi titik paling rawan karena arus lalu lintas orang dan barang relatif tinggi. Ia mencontohkan wilayah Batam–Singapura yang memiliki akses pelayaran cukup padat. Selain itu, jalur darat dan laut di Kalimantan Barat juga kerap dimanfaatkan pelaku.

Bahkan, selain jalur resmi, ada pula “pelabuhan tikus” yang minim pengawasan. Pelaku juga bisa menggunakan jet pribadi untuk membawa uang tunai ke luar negeri tanpa terdeteksi.

“Kalau bandar narkoba, barangnya sudah sampai di Indonesia dan dijual. Tapi uang hasil penjualan masih di sini. Untuk membawa keluar, mereka manfaatkan modus pecah dana lewat money changer maupun jalur alternatif tadi,” katanya

Baca Juga :  Indah Purwanti Mampu Dongkrak Omset Penjualan Produk UMKM di NTB Mall Mencapai Rp 2,4 Miliar

Untuk menutup celah tersebut, pihaknya menekankan pentingnya sinergi lintas kementerian dan lembaga. Saat ini, pengawasan di lapangan juga dilakukan bersama Bea Cukai yang memantau pembawaan uang lintas batas.

“Teman-teman Bea Cukai punya kewenangan pengawasan CPCC, terkait pembawaan uang di atas Rp100 juta. Kami berkolaborasi agar pengawasan lebih ketat,” ungkapnya.

Selain Bea Cukai, koordinasi juga dilakukan dengan OJK, Bank Indonesia, Kepolisian, hingga TNI. Menurut Sri Bagus, keterlibatan aparat TNI penting di wilayah perbatasan karena mereka memiliki yurisdiksi di bidang pertahanan.

“Tugas kami adalah memastikan semua celah bisa diminimalisir. Kalau pelaku sipil jelas bisa diproses hukum pidana, tapi untuk anggota TNI ada mekanisme sendiri sesuai Undang-Undang TNI,” tegasnya.

Baca Juga :  Inspiratif WBP Lapas Lombok Barat Kembangkan Pertanian Terpadu

Pernyataan Sri Bagus ini menegaskan perlunya perhatian serius terhadap aktivitas money changer, terutama di kawasan rawan. Menurutnya, tanpa pengawasan ketat, celah tersebut dapat terus dimanfaatkan jaringan kejahatan terorganisir.

“Pengawasan harus adaptif, karena pelaku kejahatan selalu mencari cara baru. Sinergi semua pihak menjadi kunci dalam menekan tindak pidana pencucian uang,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *