Mataram, Jurnalekbis.com – Satuan Tugas (Satgas) Makan Bergizi Gratis (MBG) NTB menegaskan komitmen memperketat proses distribusi makanan bagi penerima manfaat. Hal ini dilakukan untuk memastikan kualitas dan kuantitas makanan sesuai standar, sekaligus menghindari adanya penyimpangan dalam pelaksanaan program.
Ketua Satgas MBG NTB, Ahsanul Khalik, mengatakan distribusi harus dihitung dengan cermat karena menyangkut langsung hak penerima manfaat, terutama siswa sekolah. Ia menekankan pentingnya penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan pemberian sanksi tegas kepada pihak yang lalai atau dengan sengaja melakukan pelanggaran.
“Sampai saat ini program MBG di NTB berjalan cukup bagus, bahkan progres kita melampaui nasional. Namun, jika ada laporan terkait kualitas makanan atau penyimpangan anggaran, kami langsung berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional Regional NTB dan melaporkannya ke Gubernur serta Kepala Badan Gizi Nasional,” tegas Ahsanul, Selasa (23/9/2025).
Menurut Ahsanul, pihaknya telah meninjau lebih dari 40 dapur MBG di berbagai daerah NTB. Hasilnya, mayoritas dapur sudah memenuhi standar kualitas makanan. Meski begitu, masih ditemukan satu hingga tiga dapur dengan kelemahan yang harus segera diperbaiki.
Ia mencontohkan, jika dalam paket makanan yang seharusnya bernilai Rp10 ribu ternyata kualitasnya hanya senilai Rp8 ribu, maka pembayaran tidak boleh tetap Rp10 ribu. Sistem akuntansi dan SPPI (Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia) yang menjadi kepala dapur MBG wajib melaporkan nilai sesuai kualitas yang ditemukan.

“Kalau di dalam ompreng nilainya hanya Rp8 ribu, maka pembayaran yang diajukan juga Rp8 ribu. Jadi tidak boleh tetap Rp10 ribu. Mekanisme ini untuk menjaga transparansi dan menghindari permainan anggaran,” jelasnya.
Ahsanul mengungkapkan, perputaran dana dalam program MBG sangat besar. Dalam 10 hari, satu dapur rata-rata mengelola anggaran hingga Rp600 juta untuk pembelian bahan pangan. Jika dikalikan jumlah dapur yang ada di NTB, maka potensi perputaran uang per bulan bisa mencapai Rp1–2 triliun.
Dengan nominal sebesar itu, pengawasan berlapis menjadi hal mutlak. Menurutnya, integritas pengelola dapur sangat penting agar program berjalan sesuai tujuan, yakni pemenuhan gizi bagi anak sekolah.
“Ini bukan angka kecil, sehingga pengawasan harus ketat. Kami bersyukur rata-rata pengelola dapur sudah memiliki integritas karena telah dilatih. Tapi kalau ada yang coba bermain, pasti akan ketahuan,” tegasnya.
Satgas MBG NTB juga sudah mengusulkan kepada Badan Gizi Nasional agar SOP distribusi diperjelas dan sanksi diperketat. Dengan begitu, setiap kelalaian atau kecurangan bisa langsung ditindak, mulai dari teguran hingga sanksi administrasi dan hukum.
Ahsanul menegaskan, program MBG harus tetap pada jalurnya sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi anak-anak NTB. “Distribusi makanan bergizi ini bukan hanya soal anggaran, tapi menyangkut masa depan generasi kita. Maka pengawasan harus benar-benar serius,” pungkasnya.
