News

BMKG Perkuat Literasi Cuaca di NTB untuk Hadapi Cuaca Ekstrem yang Kian Sering Terjadi

×

BMKG Perkuat Literasi Cuaca di NTB untuk Hadapi Cuaca Ekstrem yang Kian Sering Terjadi

Sebarkan artikel ini
BMKG Perkuat Literasi Cuaca di NTB untuk Hadapi Cuaca Ekstrem yang Kian Sering Terjadi

Mataram, Jurnalekbis.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus mendorong peningkatan literasi cuaca bagi masyarakat di tengah dinamika iklim yang semakin tak menentu. Upaya ini dilakukan salah satunya melalui program Mosaic: Masyarakat Indonesia Siaga dan Adaptif Informasi Cuaca yang digelar di Hotel Santika Mataram, Rabu (19/11/2025). Program ini membawa pesan besar bertajuk “Bersatu dalam Informasi, Tangguh dalam Aksi” sebagai langkah memperkuat kesiapsiagaan daerah menghadapi cuaca ekstrem.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Dr. Andri Ramdhani, yang membuka kegiatan tersebut menegaskan bahwa perubahan iklim kini menjadi tantangan serius bagi NTB. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah ini berulang kali berhadapan dengan bencana hidrometeorologi seperti angin kencang, banjir, hingga anomali cuaca yang mengganggu aktivitas sosial dan pembangunan daerah.

“NTB beberapa tahun terakhir menghadapi berbagai bencana seperti angin kencang, banjir, dan anomali cuaca lainnya. Karena itu, mitigasi cuaca ekstrem harus diperkuat,” ujar Andri. Ia menekankan pentingnya informasi peringatan dini yang mudah diakses, terutama bagi para pengambil keputusan di lapangan yang membutuhkan data cepat dan akurat.

Baca Juga :  Curhat PKL di Bima: Perizinan, Relokasi PKL, hingga Bantuan Permodalan

BMKG saat ini tengah memperluas implementasi impact-based forecast atau prakiraan berbasis dampak, sebuah sistem yang tidak hanya menyampaikan informasi cuaca, tetapi juga memprediksi potensi risiko seperti banjir, puting beliung, petir, hingga longsor. Model ini sekaligus memberikan rekomendasi tindakan agar respons mitigasi dapat lebih cepat dilakukan dan dampak bencana bisa ditekan secara signifikan.

“BMKG tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dengan pemerintah daerah, stakeholder terkait, dan komunitas masyarakat sangat penting untuk memperkuat rantai mitigasi cuaca,” tegas Andri. Menurutnya, kegiatan Mosaic menjadi ruang kolaborasi yang krusial untuk memperluas pemahaman publik tentang dinamika iklim yang semakin tidak menentu.

Kepala Stasiun Meteorologi ZAM, Satria Topan Primadi, turut menjelaskan bahwa Mosaic merupakan bagian dari mandat BMKG untuk memastikan informasi cuaca dapat diterima masyarakat secara luas dan akurat. Ada tiga tujuan utama dari kegiatan ini: meningkatkan pemahaman masyarakat tentang cuaca dan iklim, memberikan edukasi mengenai antisipasi dampak cuaca, serta memperkuat sinergi antara BMKG dan para pemangku kepentingan.

Baca Juga :  Timnas Indonesia U-17 Siap Berlaga di Piala Dunia U-17 2023

Ia berharap Mosaic dapat mendorong terbentuknya budaya siaga dan adaptif dalam kehidupan sehari-hari, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi seperti NTB.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD NTB, Ir. Ahmadi, mengungkapkan bahwa provinsi NTB memiliki setidaknya 13 jenis ancaman bencana, mulai dari banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang tinggi, kekeringan, karhutla, hingga tsunami dan bencana sosial. Seluruh ancaman tersebut, kata Ahmadi, hampir selalu diawali oleh informasi yang dikeluarkan BMKG.

“Data BMKG tidak hanya penting untuk kebencanaan, tetapi juga sektor lain seperti transportasi yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca,” ujarnya. Ia mencatat, sepanjang Januari hingga 31 Oktober 2025, terdapat 154 kejadian bencana di NTB, dengan banjir menjadi yang paling dominan. Peringatan dini dari BMKG dinilai telah membantu mempercepat respons dan mengurangi risiko kerugian di lapangan.

Baca Juga :  Wujudkan Misi Investasi, Presiden Jokowi Saksikan Kesepakatan Kerja Sama PLN dengan 9 Perusahaan di ICBF China 2023

Melalui Mosaic, BMKG dan berbagai pihak berharap terbentuknya masyarakat yang lebih siap, adaptif, dan tangguh dalam menghadapi cuaca ekstrem yang kini semakin sering terjadi. Kegiatan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa mitigasi tidak bisa berjalan tanpa edukasi dan kolaborasi lintas sektor yang kuat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *