jurnalekbis.com/wp-content/uploads/2023/07/ojk-indonesia-250x190.jpg" alt="" width="189" height="144" />Jurnalekbis.com-Bursa karbon akan memulai perdagangan pada September 2023. Hal itu menyusul ditekennya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang ditargetkan pada Juli 2023. Peraturan Pemerintah tersebut yang akan menjadi landasan hukum bagi penyelenggaran bursa karbon di Indonesia.
“Kita butuh peraturan sebagai payung berdirinya bursa karbon. Jadi kami harapkan September (bursa karbon) sudah bisa live,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam acara focus group discusion (FGD) dengan jurnalis di Bali, akhir pekan lalu.
Inarno mengungkapkan, OJK dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Indonesia (Bappebti) juga dilibatkan dalam penyusunan RPP tentang penyelenggaran bursa karbon.
“Kami duduk bersama kementerian keuangan untuk membicarakan mengenai proses yang lebih detail terkait bursa karbon ini. Sesuai ketentuan, PP ini paling lambat sejak enam bulan Undang-Undang No.4/2023 (UU P2SK) tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan disahkan yaitu pada Januari 2023. Jadi Insyaallah di bulan Juli ini PP sudah keluar. Kita doakan on schedule sudah selesai,” ungkap dia.
Inarno melanjutkan, dalam UU P2SK bagian keempat pasal 8 angka 4, OJK mendapat kewenangan untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon. Terkait hal itu, OJK telah melakukan FGD dengan DPR pada 25 April lalu untuk membahas dan mematangkan penyelenggaraan bursa karbon.
“Kemarin di 12 Juli kami juga diberikan kesempatan untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi XI DPR. Pada intinya, mereka mendorong agar ini cepat selesai,” ujar dia.
Inarno mengaku, pihaknya sudah mendapatkan persetujuan dari DPR terkait RPOJK tersebut. “Tapi tentunya ada tahap-tahap berikutnya yang mudah-mudahan awal Agustus bisa tercapai, sehingga September nanti bursa karbon sudah bisa launching dan trading perdana,” tutur dia.
Inarno dalam paparannya mengungkapkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai Management Office Carbon Indonesia juga akan melakukan launching pilot 100 juta ton bersamaan dengan perdagangan perdana bursa karbon pada Agustus mendatang.
Inarno menyebut, unit karbon yang akan diperdagangkan nanti berupa efek. Hal itu mengacu pada UU P2SK.
Dalam penentuan penyelenggara bursa karbon, lanjut dia, OJK hanya akan menyeleksi dan tidak berwenang untuk menunjuk suatu lembaga atau institusi. “Kami tidak memilih, kami menyeleksi. Siapapun mendapatkan kesempatan yang sama, sesuai kesiapan dari yang mencalonkan diri,” tegas dia.
Inarno juga mengingatkan kepada berbagai pihak untuk terus berpandangan positif terhadap penyelenggaraan bursa karbon. “Ini peluang yang besar sekali. Dan perlu diingat, bursa karbon sudah ada beberapa di dunia, dengan yang tertua itu Bursa Karbon EU dari 2005. Proses mereka juga tidak cepat, lima tahun pertama masih sepi, dengan harga unit karbon per tonnya mendekati nol, tetapi setelah itu luar biasa perkembangannya, lebih dari US$ 80 per ton. Jadi kalau September nanti trading masih sepi, wajar,” ungkap Inarno.
Dia menyebut, perdagangan bursa karbon didukung beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar penyelenggaraannya, yaitu UU No 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, Perpres No 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), Permen LHK No. 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, Permen ESDM No. 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan NEK Subsektor PembangkitTenaga Listrik, serta UU No. 4/2023 tentang P2SK.