Jakarta, Jurnalekbis.com – Fortifikasi pangan menjadi salah satu upaya strategis dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi bagian penting dari upaya mengatasi masalah gizi yang umum seperti anemia, defisiensi nutrisi, dan stunting. Langkah ini juga sejalan dengan Program Pola Konsumsi B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang dicanangkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya sinergi antara fortifikasi pangan dan pola konsumsi B2SA dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. “Pemenuhan gizi tidak cukup hanya berfokus pada kuantitas makanan, tetapi juga kualitasnya. Fortifikasi pangan adalah solusi untuk meningkatkan status gizi, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan remaja,” ujarnya dalam pernyataan yang diterima InfoPublik.
Fortifikasi pangan dilakukan dengan menambahkan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral ke dalam makanan pokok. Salah satu contoh yang diinisiasi oleh Bapanas adalah fortifikasi pada produk beras. Produk beras fortifikasi ini diperkaya dengan berbagai zat gizi seperti vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc. Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi tanpa mengubah pola konsumsi masyarakat yang mayoritas bergantung pada beras sebagai makanan pokok.
Bapanas juga telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kernel beras fortifikan dan melanjutkan penyusunan SNI untuk beras fortifikasi. Standar ini akan menjadi acuan bagi produsen beras fortifikasi, baik untuk keperluan komersial maupun program bantuan pangan. Penerapan SNI ini diharapkan dapat menjaga kualitas dan keberlanjutan program fortifikasi di seluruh Indonesia.

Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia 2024, NFA bekerja sama dengan Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Kegiatan ini melibatkan 1.000 pelajar Sekolah Dasar di Kabupaten Jember yang berpartisipasi dalam acara Sarapan Sehat B2SA (Sarazi B2SA), baik secara daring maupun luring pada Jumat, 18 Oktober 2024.
Sebanyak 600 siswa hadir secara langsung di Auditorium Universitas Jember, sementara 400 siswa lainnya mengikuti acara ini dari sekolah masing-masing. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya sarapan sehat, tetapi juga mempopulerkan pola konsumsi B2SA di kalangan anak-anak.
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal, dalam sambutannya menyoroti pentingnya fortifikasi pangan untuk mengatasi tingginya angka anemia di kalangan remaja perempuan. “Angka anemia di kalangan remaja perempuan Indonesia mencapai 75 persen. Jika remaja perempuan mengalami anemia, dampaknya akan berlanjut pada generasi berikutnya. Oleh karena itu, fortifikasi pangan dan pola konsumsi B2SA menjadi solusi penting dalam mencegah masalah ini,” ujar Rinna.
Anemia pada remaja perempuan berdampak signifikan terhadap generasi mendatang, terutama dalam hal kesehatan ibu hamil dan perkembangan anak. Dengan pemahaman ini, NFA terus mendorong program fortifikasi pangan sebagai upaya preventif dalam mengurangi angka stunting dan anemia di Indonesia.
Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, menyampaikan bahwa kegiatan Sarazi B2SA bukan hanya sekadar sarapan bersama, tetapi juga langkah konkret untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat. “Kami berharap acara ini dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk lebih peduli terhadap fortifikasi pangan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat,” tuturnya.
Komitmen Universitas Jember dalam mendukung program ini ditandai dengan upaya memecahkan rekor MURI, sebuah pencapaian yang monumental untuk memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya sarapan sehat dan pola konsumsi B2SA.