Bima, Jurnalekbis.com – PT Pertamina (Persero), melalui Subholding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga, telah resmi mengoperasikan Terminal LPG Bima pada Jumat (21/2). Terminal ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bertujuan memperkuat ketahanan energi di wilayah Indonesia Timur. Peresmian ini dihadiri oleh sejumlah pejabat penting dari berbagai lembaga pemerintah dan BUMN.
Pembangunan Terminal LPG Bima dimulai pada Maret 2019 dan selesai pada akhir 2023. Meskipun menghadapi tantangan akibat pandemi COVID-19, Pertamina berhasil menyelesaikan proyek ini sesuai target. Terminal ini diharapkan dapat meningkatkan akses energi bagi masyarakat dan mengoptimalkan rantai pasok yang lebih efisien.
“Terminal LPG Bima menjadi salah satu langkah nyata Pertamina dalam memperkuat infrastruktur energi nasional, terutama untuk wilayah Indonesia Timur,” ujar Eduward Adolof Kawi, Direktur Rekayasa dan Infrastruktur Darat Pertamina Patra Niaga.
Koordinator Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, Sugiarto, menekankan bahwa proyek ini merupakan bagian dari penugasan pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 2157 K/10/MEM/2017. Terminal LPG Bima menjadi satu dari empat proyek serupa di Indonesia Timur, bersama Jayapura, Wayame, dan Kupang.
“Kami memastikan proyek ini berjalan sesuai target, dengan prinsip tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran,” kata Agus Eko Purnomo, Kasubdit ESDA dan IPTEK Direktorat PPS Jamintel Kejaksaan Agung RI.
Dengan beroperasinya Terminal LPG Bima, distribusi LPG di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sekitarnya diharapkan lebih stabil dan efisien, mengurangi ketergantungan pada pengiriman dari daerah lain. Proyek ini menjadi bukti komitmen pemerintah dan Pertamina dalam mendukung pemerataan akses energi di seluruh Indonesia.

Ke depan, penguatan infrastruktur energi seperti ini diharapkan dapat terus dilakukan guna meningkatkan ketahanan energi nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, khususnya di kawasan timur Indonesia.
Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah Indonesia juga berupaya meningkatkan produksi LPG domestik untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia mengimpor sekitar 6,9 juta ton LPG dari total 8,7 juta ton yang dikonsumsi pada tahun lalu. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menargetkan peningkatan produksi LPG domestik sebesar 1 juta ton per tahun dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Upaya ini melibatkan identifikasi 15 ladang gas yang berpotensi menghasilkan tambahan pasokan LPG.
Sejalan dengan upaya meningkatkan produksi dan distribusi LPG, pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Dalam rencana energi terbaru untuk periode 2025-2034, pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 71 gigawatt, dengan sekitar 70% di antaranya berasal dari sumber energi terbarukan, termasuk kemungkinan penggunaan nuklir dan hidrogen. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mencapai swasembada energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Untuk mencapai target peningkatan kapasitas pembangkit listrik, pemerintah Indonesia akan lebih mengandalkan investasi dari sektor swasta. Sekitar 60% dari pembangkit listrik baru yang direncanakan akan dibangun oleh pihak swasta, sementara pemerintah akan fokus pada pengembangan jaringan transmisi untuk mendukung integrasi sumber energi terbarukan. Pendekatan ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan infrastruktur energi dan memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat.