jurnalekbis.com/tag/1/">1-3:375">Lombok Tengah, Jurnalekbis.com- Suasana tak biasa menyelimuti Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Pengenjek di Desa Pengenjek, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Sebagian halaman sekolah mendadak dipagari oleh sejumlah warga yang mengaku sebagai ahli waris dari Amaq Sahmin. Aksi ini sontak menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran terkait kelancaran proses belajar mengajar.
Abdul Hanan, salah seorang ahli waris Amaq Sahmin, mengungkapkan bahwa tindakan pemagaran ini dilakukan lantaran tidak adanya respons yang diharapkan dari pihak-pihak terkait, khususnya pemerintah daerah, terkait status kepemilikan lahan. Pihaknya mengaku telah berupaya untuk melakukan mediasi dan mencari solusi penyelesaian secara baik-baik.
“Karena tidak ada respons sehingga kami dari pihak keluarga, sebenarnya responsnya tidak seperti ini awalnya. Kita mau ada mediasi dipertemukan dengan pihak-pihak terkait bagaimana solusi penyelesaiannya,” ujar Abdul Hanan kepada awak media, Selasa (22/4/2025).
Lebih lanjut, Abdul Hanan menjelaskan bahwa setelah beberapa bulan tanpa tanggapan, pihak keluarga terpaksa mengambil tindakan yang lebih tegas. “Tapi setelah sekian bulan tidak ada respons, mau tidak mau agar ada respons kami melakukan pembuatan spanduk, setelah itu tidak ada tanggapan, kami kunci gerbangnya,” imbuhnya.
Meski melakukan pemagaran, Abdul Hanan menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki maksud untuk menghalangi aktivitas belajar mengajar para siswa. Sebagai buktinya, akses keluar masuk sekolah dialihkan melalui pintu di sisi lain bangunan.
“Tidak ada maksud untuk menghalangi anak-anak masuk sekolah, namun agar tetap bisa bersekolah ada pintu keluar masuknya di sebelah,” jelasnya.
Pihak ahli waris berharap agar pemerintah daerah segera turun tangan dan memfasilitasi mediasi untuk mencari solusi terbaik terkait sengketa lahan ini. Mereka mengajukan dua opsi penyelesaian: ganti rugi yang sesuai atau pengembalian lahan secara resmi jika memang tidak dipergunakan.
“Kemudian untuk tindak lanjut yang kami harapkan dari pihak pemerintah, terutama dari Pemda, mari kita bermediasi mencari solusi yang terbaik. Jika di tanah pustu tidak digunakan ya kembalikan dengan baik secara resmi, kalau kami dari keluarga ahli waris supaya ada ganti rugi karena turunnya begitu. Begitu juga dengan tanah yang ada di SD ini, sama minta ganti rugi atau kembalikan secara resmi,” tegas Abdul Hanan.
Abdul Hanan mengungkapkan bahwa lahan yang saat ini berdiri bangunan SDN 1 Pengenjek telah digunakan sejak kurang lebih tahun 1974. Sementara itu, lahan yang kini berdiri bangunan pustu (puskesmas pembantu) mulai digunakan sekitar tahun 1981. Pihak ahli waris mengklaim bahwa lahan tersebut “dirampas” oleh pihak desa dan tuntutan terkait hal ini telah mereka perjuangkan sejak tahun 2009.
“Untuk tahun tanah di SD ini sejak digunakan kurang lebih tahun 1974 dan kalau pustu ini 1981 dan saya tahu persis dirampas oleh pihak desa dan itu tetap saya tuntut 2009. Yang kami pegang PIPIL dari almarhum kakek saya luasnya 21 are,” beber Abdul Hanan sambil menunjukkan bukti kepemilikan berupa PIPIL (Petok D) atas nama kakeknya.
Kepala SDN 1 Pengenjek, Hikmad, membenarkan adanya pemagaran sebagian halaman sekolah yang dilakukan oleh pihak keluarga yang mengklaim kepemilikan lahan. Menurutnya, aksi ini mulai terjadi sekitar tiga bulan yang lalu, diawali dengan pemasangan spanduk yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik Amaq Sahmin.
“Penyegelan kurang lebih mulai tiga bulan yang lalu, teman-teman dari keluarga yang merasa memiliki lahan ini kalau tidak salah hari Senin untuk memasang spanduk bahwa tanah ini milik Bapak Sahmin,” ungkap Hikmad.
Hikmad menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pihak keluarga ahli waris dan mencapai kesepakatan bahwa proses pendidikan tidak boleh terganggu. Pihak sekolah pun memberikan izin pengalihan akses masuk melalui bagian belakang sekolah.
“Dan beliau ini dengan baik sudah sepakat bahwa untuk jalannya pendidikan tidak mengganggu dan kami bersepakat untuk memberikan izin itu,” katanya.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran proses belajar mengajar, Hikmad berharap agar pemerintah daerah segera memberikan perhatian dan solusi terkait sengketa lahan ini. Ia mengaku telah menghadap Kepala Dinas terkait penyegelan lahan sekolah ini.
“Harapan dari pemilik tanah ini agar ada perhatian dari pemerintah, setelah berjalan tiga bulan saya sempat menghadap ke Kepala Dinas terkait penyegelan tanah di SD,” ujar Hikmad.
Sementara itu, pihak sekolah memastikan bahwa hingga saat ini, seluruh siswa tidak terdampak secara signifikan oleh pemagaran tersebut. Proses belajar mengajar tetap berlangsung normal dan siswa menggunakan akses masuk melalui bagian belakang bangunan sekolah. Namun, kondisi ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan dan perlu segera diselesaikan demi kenyamanan dan keamanan seluruh warga sekolah.