pendidikan

Sanggar Jalan Pulang, Oase Ilmu di Tengah Ladang Garam Sekotong

×

Sanggar Jalan Pulang, Oase Ilmu di Tengah Ladang Garam Sekotong

Sebarkan artikel ini
Sanggar Jalan Pulang, Oase Ilmu di Tengah Ladang Garam Sekotong
Kunjungi Sosial Media Kami

Lombok Barat, Jurnalekbis.com – Di sebuah dusun pesisir bernama Madak Beleq, Desa Cendi Manik, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, geliat kehidupan masyarakatnya berjalan sederhana namun penuh semangat. Mayoritas warga di dusun ini menggantungkan hidup sebagai pembuat garam tradisional. Dengan metode turun-temurun, mulai dari penggunaan kolam besar hingga teknik memasak air laut, aktivitas memproduksi garam menjadi denyut ekonomi utama masyarakat setempat.

Namun dibalik kehidupan yang tampak bergairah itu, terdapat cerita lain yang tidak kalah penting: perjuangan anak-anak pesisir dalam mendapatkan hak pendidikan yang layak.

Keseharian anak-anak di Madak Beleq sangat erat dengan dunia garam. Tak sedikit dari mereka yang selepas sekolah langsung menuju pantai atau ladang garam membantu orang tua. Dari menyiapkan tanah media garam hingga ikut dalam proses memasak air laut untuk dikristalkan menjadi garam, anak-anak ini sudah akrab dengan tanggung jawab ekonomi sejak usia dini.

Namun, di tengah beban tersebut, kebutuhan dasar akan pendidikan dan perhatian tumbuh kembang justru seringkali terpinggirkan. Banyak anak tidak mendapatkan pendampingan belajar yang memadai, bahkan beberapa di antaranya berasal dari keluarga yang berantakan: ditinggal merantau, menjadi korban pernikahan dini, hingga kehilangan figur orang tua akibat berbagai kondisi.

Baca Juga :  Busana Karya SMK Siap Mendunia Berkat Upskilling dan Reskilling BBPPMPV Bisnis dan Pariwisata

Berangkat dari keprihatinan melihat kondisi tersebut, seorang pemuda lokal bernama Zahid Idris bersama rekan-rekannya memutuskan untuk melakukan sesuatu. Mereka mendirikan Sanggar Belajar Jalan Pulang, sebuah ruang alternatif yang menjadi tempat anak-anak pesisir bisa belajar, bermain, dan mendapatkan pendampingan secara emosional dan intelektual.

“Awalnya kami melihat anak-anak ini banyak bermain di kawasan ekowisata Mangrove Bagik Kembar. Mereka tampak tak terurus sepulang sekolah, bahkan ada yang jarang sekali mendapatkan perhatian dari keluarga karena ditinggal atau kondisi rumah tangga yang tidak stabil,” ujar Zahid. Kamis (10/7).

Melalui sanggar ini, anak-anak diberikan ruang untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan dan penuh empati. Zahid dan tim memfokuskan kegiatan belajar setiap hari Sabtu dan Minggu, mulai pukul 16.00 hingga 17.30 WITA. Materi yang diberikan tidak hanya akademik, tetapi juga muatan kontekstual sesuai dengan kehidupan mereka.

Sanggar Belajar Jalan Pulang kini telah memiliki sekitar 50 anak didik, yang dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan usia dan jenjang pendidikan yaitu  Kelas Angkasa: untuk anak-anak usia TK, Kelas Bulan: untuk siswa kelas 1 hingga 3 SD,  Kelas Cahaya: untuk siswa kelas 4 dan 5 SD dan Kelas Dunia: untuk siswa kelas 6 SD hingga SMP.

Baca Juga :  Apresiasi Warisan Budaya Indonesia Membuka Peluang Aksi Pelestarian Kebudayaan di Masa Depan

Menariknya, proses belajar-mengajar di sanggar ini melibatkan 16 relawan pengajar, baik yang berdomisili di Dusun Madak Beleq maupun berasal dari Mataram dan Sumbawa. Mereka hadir secara fleksibel dan bergantian, mencurahkan waktu di sela-sela kesibukan utama mereka.

Sanggar ini tidak hanya menjadi tempat belajar baca tulis. Zahid dan tim mengembangkan pendekatan pembelajaran yang holistik dengan fokus pada tiga bidang utama Edukasi, Ekologi dan Ekonomi.

Langkah kecil Zahid dan rekan-rekannya tidak luput dari perhatian pihak luar. Salah satunya adalah Pertamina Patra Niaga Ampenan, yang melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) akhirnya menjadikan Sanggar Jalan Pulang sebagai mitra binaan.

Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar dilakukan secara darurat di sebuah mushola atau ruang publik seadanya. Namun kini, berkat dukungan dari Pertamina, sanggar telah memiliki bangunan khusus untuk belajar, lengkap dengan fasilitas seperti rak buku, lemari, alat tulis, dan koleksi buku anak.

“Alhamdulillah setelah Pertamina masuk, kami tidak lagi belajar di musala. Kami diberi bangunan khusus untuk sanggar, lengkap dengan fasilitas belajar. Ini sangat membantu kami membangun semangat dan kenyamanan belajar anak-anak,” kata Zahid.

Baca Juga :  Prestasi Gemilang! LKBB MA Al-Chalil Sukses Ukir Sejarah di Lombok Timur

Salah satu anak yang aktif mengikuti kegiatan belajar di sanggar adalah Baiq Nila. Ia mengaku sangat senang bisa bergabung dalam Sanggar Jalan Pulang.

“Saya sudah lama ikut gabung di sini. Dulu saya belajar sendiri di rumah, tapi sekarang belajar bersama teman-teman jadi lebih menyenangkan. Saya suka belajar ekonomi, karena bisa bikin kerajinan dan belajar soal uang. Harapannya buku cerita bisa ditambah, biar makin seru,” tutur Nila, dengan mata berbinar.

Keberadaan Sanggar Belajar Jalan Pulang menjadi oase di tengah keterbatasan pendidikan di daerah pesisir. Bukan sekadar tempat belajar, sanggar ini telah menjadi simbol harapan, cinta, dan kepedulian.

Zahid berharap, sanggar ini bisa terus berkembang dan menjadi fondasi kuat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Dusun Madak Beleq dan sekitarnya.

“Harapan kami, kegiatan ini bisa berkontribusi dalam pengembangan literasi, pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan standar hidup dan ekonomi warga pesisir. Kami ingin membuktikan bahwa dari pesisir pun bisa lahir generasi yang cerdas, peduli, dan mandiri.” Pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *