Pemerintah Kabupaten jurnalekbis.com/tag/bima/">Bima patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya. Langkah berani mengangkat ribuan tenaga honorer menjadi PPPK paruh waktu menempatkan Bima sebagai salah satu kabupaten yang paling progresif di NTB. Tidak banyak daerah yang berani mengusulkan jumlah formasi sebesar ini, dan tentu hal tersebut memberi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Bima. Banyak tenaga honorer yang selama ini hidup dalam ketidakpastian kini memiliki status yang lebih jelas, dengan harapan kesejahteraan meningkat dan pengabdian mereka mendapat pengakuan.
Namun, di balik kabar gembira itu, ada pekerjaan rumah yang sama pentingnya: bagaimana pemerintah daerah mampu mengelola konsekuensi dari keputusan besar ini. Pengangkatan puluhan ribu pegawai baru tentu akan menjadi tambahan beban fiskal. Artinya, sebagian besar anggaran daerah ke depan akan terserap untuk belanja pegawai.
Kondisi ini lazim disebut sebagai tantangan fiskal ruang anggaran yang semakin sempit untuk membiayai pembangunan, infrastruktur, program pengentasan kemiskinan, hingga pemberdayaan ekonomi rakyat. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan yang awalnya dimaksudkan untuk menyejahterakan bisa berbalik menjadi penghambat kemajuan daerah.
Karena itu, ada beberapa hal yang perlu segera dipikirkan oleh Pemerintah Kabupaten Bima:
Pertama, penempatan pegawai harus tepat sasaran. Ribuan PPPK yang baru diangkat harus ditempatkan sesuai kebutuhan riil masyarakat, bukan hanya menumpuk di kantor administratif. Sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik di desa-desa harus menjadi prioritas agar kehadiran PPPK betul-betul memberi manfaat nyata.
Kedua, perlu adanya kontrak kinerja yang jelas. Meskipun berstatus paruh waktu, PPPK tetap harus bekerja dengan target pelayanan yang terukur. Dengan begitu, gaji dan insentif yang mereka terima benar-benar sebanding dengan peningkatan kualitas layanan yang dirasakan masyarakat.

Ketiga, pemerintah daerah harus memperkuat sumber pendapatan asli daerah (PAD). Kabupaten Bima tidak bisa hanya mengandalkan transfer dari pusat. Potensi lokal seperti garam, perikanan, pertanian, pariwisata, dan UMKM hingga Bumdes perlu digarap lebih serius agar PAD meningkat dan tidak semua beban keuangan ditopang oleh dana pusat.
Keempat, lakukan efisiensi belanja non-prioritas. Anggaran untuk perjalanan dinas, acara seremonial, atau kegiatan konsumtif birokrasi harus dikurangi. Fokuskan anggaran pada kebutuhan dasar masyarakat, penguatan ekonomi lokal, dan investasi jangka panjang yang memberi manfaat luas.
Kelima, bangun komunikasi dengan pemerintah pusat. Pemkab Bima perlu melobi agar ada dukungan anggaran tambahan dari pusat, baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun skema khusus, untuk membantu menutup beban pengangkatan PPPK. Sejumlah daerah lain sudah mulai melakukan langkah serupa, dan Bima tidak boleh ketinggalan.
Keenam, libatkan publik dalam pengawasan. Transparansi anggaran pasca-pengangkatan PPPK penting dilakukan. Masyarakat perlu tahu bagaimana strategi Pemkab mengelola anggaran agar tidak terjadi salah arah dan supaya keputusan besar ini bisa dipahami bersama, bukan hanya dianggap beban.
Pada akhirnya, pengangkatan PPPK paruh waktu adalah langkah politik sekaligus sosial yang mulia. Ia menghadirkan rasa keadilan bagi ribuan tenaga honorer. Namun kebijakan ini juga harus diimbangi dengan manajemen fiskal yang hati-hati. Pemerintah Kabupaten Bima dituntut bukan hanya berani mengambil keputusan besar, tetapi juga cerdas dalam mengelola konsekuensinya.
Dengan strategi yang tepat penempatan pegawai yang efektif, kontrak kinerja, efisiensi belanja, peningkatan PAD, lobi ke pusat, dan transparansi Bima tidak hanya akan dikenang sebagai daerah yang paling banyak mengangkat PPPK, tetapi juga sebagai daerah yang berhasil menjadikan kebijakan tersebut sebagai titik awal lompatan pembangunan.
Langkah besar Pemkab Bima adalah bukti bahwa pemerintah tidak takut berpihak pada rakyat. Tentu, tantangan fiskal tidak bisa dihindari, tapi dengan strategi yang tepat dan dukungan semua pihak, beban itu bisa berubah menjadi peluang. Bima bisa menjadi contoh bagi daerah lain: bahwa keberanian mengambil keputusan besar akan berhasil bila diiringi dengan manajemen yang bijak, transparansi, dan komitmen pada kepentingan publik.
Mari kita dukung bersama keberanian Pemerintah Kabupaten Bima ini. Jangan biarkan tantangan membuat kita ragu. Justru dengan kebijakan ini, Bima berkesempatan membuktikan bahwa berpihak pada rakyat tidak harus berarti mengorbankan pembangunan, asalkan dikelola dengan cerdas dan penuh tanggung jawab.
