Jakarta, Jurnalekbis.com – Di balik senyum generasi muda Indonesia hari ini, tersimpan beban finansial yang tak ringan. Generasi yang dikenal dengan sebutan “Generasi Sandwich” ini terjepit antara kebutuhan orang tua di masa tua dan tanggung jawab membesarkan anak-anak di era modern yang serba mahal.
Tak sedikit dari mereka yang memutar otak, mencari jalan keluar agar tetap bisa hidup layak, menabung, bahkan merencanakan masa depan di tengah tekanan keuangan. Dari bekerja lebih dari satu pekerjaan hingga membangun bisnis sampingan, semua dilakukan demi satu tujuan: bertahan dan berkembang.
Apa Itu Generasi Sandwich?
Istilah “Generasi Sandwich” pertama kali dipopulerkan oleh Dorothy Miller pada tahun 1981. Ia merujuk pada individu yang berada di “tengah roti lapis”—diapit oleh tanggung jawab mengurus orang tua yang menua sekaligus mendukung anak-anak yang masih bergantung secara ekonomi.
Fenomena ini kini semakin nyata di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Generasi usia produktif (25–45 tahun) harus bekerja keras memenuhi kebutuhan dua generasi sekaligus, dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pasca pandemi.
“Saya kerja pagi sampai malam. Habis gaji untuk cicilan rumah, sekolah anak, dan biaya orang tua di kampung. Nabung? Nyaris enggak bisa,” ujar Aditya (35), seorang karyawan swasta di Jakarta.
Tekanan Finansial yang Nyata
Berdasarkan survei Katadata Insight Center tahun 2023, lebih dari 62% anak muda usia produktif di Indonesia mengaku memberikan dukungan finansial kepada orang tua dan/atau mertua. Angka ini meningkat signifikan dibanding 5 tahun sebelumnya.
Beberapa beban finansial utama generasi sandwich antara lain:
- Biaya pengobatan orang tua (terutama tanpa asuransi)
- Cicilan rumah atau kontrakan
- Pendidikan anak
- Biaya kebutuhan sehari-hari (makanan, listrik, transportasi)
- Dana darurat dan tabungan yang minim
Belum lagi tekanan sosial yang tak terlihat—gengsi, FOMO (Fear of Missing Out), hingga gaya hidup media sosial yang membuat mereka merasa harus “tampil mapan” meski keuangan pas-pasan.
Namun, di tengah tekanan itulah muncul kreativitas dan ketangguhan. Banyak dari generasi sandwich mulai menata ulang strategi keuangan mereka. Dari yang awalnya hanya mengandalkan gaji bulanan, kini mereka mulai melek cuan—berani mencari penghasilan tambahan dan belajar literasi finansial.

- Pekerjaan Sampingan dan Freelance
Banyak anak muda kini menjadi pekerja multifungsi. Pagi hingga sore bekerja kantoran, malam menjadi penulis lepas, guru les online, atau content creator.
“Saya punya toko online kecil-kecilan, istri juga jualan kue. Lumayan buat nambah-nambah biaya sekolah anak,” ungkap Indri, ibu tangga/">rumah tangga yang juga pebisnis online.
- Investasi dan Tabungan Jangka Panjang
Kesadaran berinvestasi meningkat. Platform seperti Bibit, Ajaib, dan Stockbit mencatat lonjakan pengguna dari generasi milenial dan Gen Z dalam dua tahun terakhir.
Jenis investasi yang banyak dipilih:
- Gaya Hidup Hemat dan Anti Gengsi
Generasi sandwich mulai memutus rantai konsumtif yang diwariskan budaya sebelumnya. Mereka memilih hidup minimalis, fokus pada fungsi, dan lebih rasional dalam belanja.
“Ngopi nggak harus di kafe. Kalau bisa hemat, kenapa nggak?” kata Ricky (28), yang kini rutin menabung 30% dari penghasilannya.
Salah satu senjata paling ampuh untuk keluar dari jeratan sandwich adalah literasi finansial. Sayangnya, Indonesia masih menghadapi tantangan besar di sektor ini.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2022 baru mencapai 49,68%, meskipun tingkat inklusi keuangan sudah lebih dari 85%.
Beberapa hal yang perlu dikuasai oleh generasi sandwich:
- Mengelola cash flow rumah tangga
- Menyusun dana darurat minimal 3-6 bulan pengeluaran
- Menyiapkan dana pensiun secara mandiri
- Memahami asuransi kesehatan dan jiwa
- Menetapkan tujuan keuangan realistis dan terukur
Banyak yang bertanya, “Apakah status sandwich ini akan berlangsung selamanya?” Jawabannya: tidak harus. Dengan perencanaan matang dan komunikasi terbuka dalam keluarga, tekanan ini bisa dikurangi.
Beberapa langkah konkrit:
- Ajak orang tua menyusun rencana pensiun atau asuransi jangka panjang
- Diskusikan peran dan kontribusi pasangan secara adil
- Ajarkan anak sejak dini soal nilai uang dan tanggung jawab keuangan
- Bangun sistem pendapatan pasif sejak dini
Generasi sandwich memang menghadapi tantangan berat. Namun bukan berarti mereka tidak bisa keluar dari jerat tersebut. Cerita cuan dari lapisan masyarakat menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat, tekanan bisa berubah menjadi peluang.
Dari kesadaran untuk hidup lebih hemat, belajar investasi, hingga berani membangun sumber penghasilan baru, semua menjadi bagian dari perjalanan menuju kemandirian finansial.
Karena di ujung tekanan, selalu ada celah untuk harapan.