jurnalekbis.com/wp-content/uploads/2024/03/WhatsApp-Image-2024-03-08-at-08.25.27-1-180x130.jpeg" alt="" width="180" height="130" />JE- Mataram – Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI bekerja sama dengan kerja/">Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Bimbingan Teknik (Bimtek) Penyusunan Struktur dan Skala Upah (SUSU) di Hotel Lombok Plaza pada 7-9 Maret 2024.
Bimtek ini diikuti oleh 50 orang peserta, terdiri dari wakil HRD perusahaan yang belum memiliki struktur dan skala upah dari berbagai sektor, seperti perhotelan, retail, jasa keuangan, konstruksi, dan makanan minuman.
Narasumber Bimtek berasal dari pejabat Ditjen. PHI dan Jamsos dan praktisi pengupahan dengan materi yang meliputi implementasi penyusunan struktur dan skala upah di perusahaan, teori penyusunan struktur dan skala upah, analisa jabatan, evaluasi jabatan, serta praktek-praktek penyusunan struktur dan skala upah dengan metode ranking sederhana, metode dua titik, dan metode point vector.
Bimtek ini bertujuan agar peserta dapat memahami teori dan praktek struktur dan skala upah yang diharapkan dapat berdampak pada aspek keadilan, kesetaraan upah, kenyamanan bekerja, serta menciptakan suasana yang kondusif untuk meningkatkan profesionalisme dan produktivitas bagi pekerja.
Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen. PHI dan Jamsostek yang diwakili oleh Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Ir. Dinar Titus Jogaswitani, M.B.A mengatakan pentingnya menyamakan persepsi dalam penyusunan struktur skala upah sebagai upaya mensejahterakan pekerja dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
“Selama ini masih banyak perusahaan yang menjadikan UMP dan UMK sebagai standar gaji/upah. Padahal upah minimum hanya jaring pengamanan. Dengan struktur skala upah, perusahaan bisa mengetahui pekerja mana saja yang memiliki kompetensi dan terus dipertahankan, karena dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Serta bisa menghindari disharmoni pada hubungan industrial, karena menjamin kesejahteraan pekerja,” ujarnya.
Sementara itu, Kadisnakertrans Prov. NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, MH dalam pengaragannya menyampaikan selama ini UMP dan UMP menjadi isu hangat dalam Dewan Sidang Pengupahan, seolah-olah UMP dan UMK adalah standar gaji. Padahal UMP dan UMP berlaku untuk pegawai dengan masa kerja di bawah 1 tahun.
“Banyak perusahaan yang memandang standar gaji berdasarkan UMP dan UMK. Ini sangat merugikan pekerja yang memiliki skill dan pengalaman, di mana gajinya sama dengan pegawai baru,” ujarnya.
Gede menegaskan bahwa penyusunan struktur skala upah tidak bisa lepas dari analisa jabatan, evaluasi jabatan dan beban kerja.
“Beban, kondisi dan resiko kerja adalah hal yang mendasar dalam penyusunan struktur dan skala upah,” tegasnya.
Oleh karena itu, dalam penyusunan struktur skala upah, manajemen perusahaan harus bisa mendengarkan aspirasi pekerja. Begitupula dengan asosisasi pekerja yang ada di perusahaan harus mau melihat kondisi sebenarnya dari perusahaan.
“Lebih lanjut, Aryadi kembali menekankan bahwa penyusunan struktur skala upah ini sangat penting, karena merupakan implementasi dari UU no. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yaitu setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Itulah sebabnya perusahaan harus bisa mensejahterakan pekerja/buruh dengan upah yang layak, berkeadilan dan berkelanjutan.
“Untuk bisa mensejahterakan pekerja dan keluarganya, perusahaan wajib menyusun dan mengimplementasikan SUSU (Struktur dan Skala upah). Karena akan berdampak pada hubungan industrial yang harmonis dan berdampak pula pada pembangunan nasional,” pungkasnya.