Hukrim

Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, Dua Ditangkap

×

Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, Dua Ditangkap

Sebarkan artikel ini
Polda NTB Bongkar Kasus TPPO Berkedok Magang ke Jepang, Dua Ditangkap

Mataram, Jurnalebis.com – Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum (jurnalekbis.com/tag/ditreskrimum/">Ditreskrimum) Polda NTB berhasil mengungkap praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus magang ke Jepang yang melibatkan sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Kota Mataram. Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah adanya laporan masyarakat terkait praktik perekrutan mencurigakan yang dilakukan LPK tersebut.

Kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai adanya praktik perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk magang ke Jepang yang dicurigai melibatkan unsur penipuan. Kombes Pol Syarif Hidayat, Dirreskrimum Polda NTB, menjelaskan bahwa penyelidikan dimulai dengan pengumpulan informasi mengenai LPK yang berlokasi di Ampenan, Kota Mataram.

“Kami mendalami laporan tersebut dan mengumpulkan informasi terkait dugaan perekrutan yang tidak sesuai aturan,” ujar Kombes Pol Syarif Hidayat, Dirreskrimum Polda NTB.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan mendalam, ditemukan indikasi kuat adanya unsur pidana dalam kegiatan perekrutan tersebut. Berdasarkan hasil investigasi, polisi memeriksa 17 korban yang melapor, terdiri dari 6 orang asal Mataram, 5 orang dari Lombok Barat, 4 orang dari Lombok Tengah, dan 2 orang dari Lombok Utara.

Baca Juga :  Oknum Bacaleg PDIP yang Diduga Memperkosa Anak,  Disumpah

“Selain itu, terdapat 11 korban lainnya yang belum melapor, sehingga total korban diperkirakan mencapai 28 orang,” ungkapnya.

Pelaku utama dalam kasus ini adalah WI alias I, seorang wanita pemilik LKP Wahyu Yuha yang beroperasi di Ampenan. Bersama dengan SE alias E, Direktur PT Radar Suhaemy Efendi Indonesia (PT RSEI), WI merekrut calon pekerja migran dengan iming-iming kerja magang di Jepang. Para korban diminta membayar biaya sebesar Rp30 juta hingga Rp40 juta per orang untuk proses pendaftaran dan keberangkatan.

“Para korban dijanjikan akan diberangkatkan, tetapi sejak Desember 2023 hingga sekarang tidak ada kejelasan. Ini yang membuat para korban merasa dirugikan dan melapor kepada pihak kepolisian,” ungkap Kombes Syarif.

Menurut hasil penyelidikan, SE bertindak sebagai Direktur PT RSEI, yang meski berlokasi di Lombok Timur, tidak memiliki izin dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program magang atau menempatkan PMI ke Jepang. SE diketahui mengumpulkan dana sebesar Rp630 juta dari para korban dan meraup keuntungan pribadi sebesar Rp168 juta.

Baca Juga :  Pelajar di Lombok Barat Diamankan Polisi Terkait Kasus Pencurian HP

Sementara itu, WI berperan sebagai perekrut yang mengarahkan para korban ke PT RSEI. Total dana yang berhasil dihimpun WI dari para korban mencapai Rp926 juta, dengan keuntungan pribadi sebesar Rp296 juta. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk 2lembar daftar kegiatan belajar,  1lembar kontrak kerja, 60 dokumen persyaratan seperti ijazah, surat akreditasi LPK, dan surat perjanjian kerja sama.

“Dari hasil penyelidikan, ternyata ada keterkaitan dengan LPK yang lebih besar yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Hal ini akan kami dalami lebih lanjut, bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan pihak terkait,” jelas Kombes Syarif.

Salah satu korban asal Mataram, Fitri, mengungkapkan ia dijanjikan terus akan berangkat ke Jepang dengan gaji besar.

“Katanya bulan Juni, lalu diundur ke September, dan sekarang malah diundur ke Januari tahun depan. Uang saya Rp30 juta sudah disetor, tapi alasannya selalu berubah-ubah, seperti belum lulus dan belum dapat sertifikat,” kata Fitri.

Baca Juga :  Dua Pengedar Sabu Asal Dompu Ditangkap di Kota Bima

Para korban tergiur oleh janji gaji tinggi di Jepang, mulai dari Rp17 juta hingga Rp25 juta per bulan.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 11 junto Pasal 4 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam hukuman pidana penjara paling sedikit 3 tahun dan maksimal 15 tahun.

Polda NTB mencatat bahwa sejak Januari hingga Oktober 2024, sebelum program Prabowo-Gibran, sudah ada 9 kasus TPPO yang diungkap. Dari jumlah tersebut, 7 kasus ditangani oleh Polda NTB, sementara Polres Lombok Barat dan Polres Mataram masing-masing menangani satu kasus. Total korban yang berhasil diselamatkan mencapai 46 orang, dengan 16 tersangka yang telah dilimpahkan perkaranya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *