Lombok Tengah, Jurnalekbis.com.com – Sampah plastik kerap menjadi momok bagi lingkungan karena sulit terurai dan mengancam ekosistem. Namun, di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, sekelompok ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Mina Tenun Lombok Penenun Perempuan berhasil menyulap sampah plastik kresek menjadi kerajinan tenun bernilai jual tinggi. Kamis (28/11).
Ide ini dicetuskan oleh Ani Apriani, Ketua Kelompok Mina Tenun. Ia mengungkapkan bahwa inspirasi ini datang dari keprihatinannya melihat banyaknya sampah plastik yang tidak memiliki nilai ekonomi. Melalui inovasi kreatif, sampah plastik kresek diolah menjadi produk kerajinan yang diminati oleh wisatawan, terutama dari luar negeri.
“Saya terinspirasi karena melihat sampah kresek yang tidak ada nilai jualnya sama sekali. Sampah-sampah ini kami manfaatkan menjadi produk yang bernilai jual,” jelas Ani.
Ani, yang juga merupakan perempuan asal Kecamatan Pagutan, Kota Mataram, melihat potensi besar dari keahlian menenun yang telah menjadi tradisi turun-temurun di Desa Sukarara. Meskipun awalnya sulit, para penenun berhasil beradaptasi dengan bahan baku baru berupa plastik kresek.
Dari bahan dasar plastik kresek, kelompok Mina Tenun telah menghasilkan berbagai produk seperti tas, dompet, sarung bantal, hingga taplak meja. Produk-produk ini dijual dengan harga mulai dari Rp50 ribu hingga Rp175 ribu, tergantung ukuran dan kerumitan motif.
“Wisatawan asing dari Eropa seperti Belanda dan Singapura sangat tertarik dengan produk daur ulang ini. Mereka sering membelinya sebagai oleh-oleh,” tambah Ani.
Dalam satu minggu, kelompok yang terdiri dari sepuluh penenun ini mampu memproduksi hingga tiga lembar kain tenun plastik. Lembaran kain tersebut kemudian dirajut menjadi berbagai produk kerajinan yang dapat menghasilkan pendapatan hingga Rp4 juta per minggu.
Proses pembuatan tenun plastik dimulai dari membersihkan plastik, memotongnya menjadi potongan kecil sepanjang satu sentimeter, lalu merangkainya sebagai pengganti benang. Untuk menghasilkan kain tenun plastik seluas satu meter persegi, dibutuhkan sekitar 30-35 kantong plastik. Setelah selesai ditenun, kain diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk kerajinan.
Inovasi ini tidak hanya membantu mengurangi sampah plastik tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Setiap anggota kelompok Mina Tenun mampu mendapatkan penghasilan rata-rata Rp240 ribu per minggu.
Kesuksesan program ini juga tidak lepas dari dukungan PT Pertamina Patra Niaga DPPU Bandara Internasional Lombok (BIL). Program CSR dari Pertamina ini bertujuan untuk melestarikan budaya lokal sekaligus mengatasi masalah lingkungan.
“Program ini dirancang untuk mengembangkan Desa Sukarara agar memiliki ciri khas tersendiri. Dengan inovasi ini, kami tidak hanya menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat,” ungkap I Nyoman Ana, Operation Head DPPU BIL.
Ke depan, kelompok Mina Tenun berencana untuk memperluas skala produksi dan melibatkan lebih banyak perempuan di desa tersebut. Selain itu, program pendampingan akan terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan produk tenun plastik.
Dengan kombinasi inovasi, keterampilan, dan dukungan komunitas, Desa Sukarara tidak hanya menjaga tradisi tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan, menjadikannya contoh inspiratif bagi daerah lain.