Jakarta, Jurnalekbis.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti dampak efisiensi anggaran terhadap daya tanggapnya dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII DPR RI di Jakarta. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menegaskan pentingnya pengawalan terhadap efisiensi anggaran agar tidak mengurangi kapasitas negara dalam menangani kekerasan terhadap perempuan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab negara terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Andy mengapresiasi Ketua Komisi XIII, Willy Aditya, yang langsung memimpin RDP sebagai bentuk komitmen untuk memperkuat kelembagaan Komnas Perempuan.
“Meski Komnas Perempuan belum dapat diundang secara terpisah karena belum menjadi Badan Anggaran, namun kesempatan untuk memaparkan langsung adalah dukungan penting bagi kami,” ujar Andy.
Komnas Perempuan selama ini bekerja dengan anggaran terbatas, jauh dari rentang tanggung jawab dan ekspektasi publik yang terus meningkat. Pengurangan anggaran ini berdampak besar terhadap daya tanggap lembaga, termasuk dalam menjalankan Program Prioritas Nasional (PPN) yang diamanatkan kepadanya.
“Dengan pengurangan ini, daya penanganan kami dapat berkurang hingga 75%, dan proyek percontohan dalam PPN Sistem Peradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) terancam tidak bisa dilaksanakan,” jelas Andy.
Sebelumnya, Komnas Perempuan dialokasikan anggaran sebesar Rp47,7 miliar, namun setelah rekonstruksi efisiensi, anggaran menyusut menjadi Rp28,9 miliar. Anggaran ini harus mencakup dua PPN, lima Program Prioritas Lembaga (PPL), serta biaya pegawai.
Selain SPPT PKKTP, Komnas Perempuan juga bertanggung jawab atas PPN Peningkatan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dengan Perspektif Kepulauan dan Inklusif di Era Digital. Lima Program Prioritas Lembaga (PPL) lainnya difokuskan pada peningkatan efektivitas pencegahan, penanganan kasus dan pemulihan korban, serta pendokumentasian dan pemantauan rekomendasi.
“Efisiensi ini juga berdampak pada tidak tersedianya akomodasi layak bagi organisasi inklusif serta pelaksanaan tugas dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak,” tambah Andy.
Pada tahun 2024, anggaran Komnas Perempuan meningkat signifikan dari Rp23,8 miliar di tahun 2023 menjadi Rp40 miliar, lalu Rp47,7 miliar pada 2025. Namun, peningkatan ini beriringan dengan penambahan pegawai dari 45 menjadi 95 orang, sehingga sebagian besar anggaran terserap untuk belanja pegawai.
“Efisiensi anggaran yang dilakukan mengakibatkan pemotongan biaya operasional dan program, tetapi kami tetap berupaya agar layanan Komnas Perempuan dapat berjalan dengan baik,” tegasnya.
Dengan mempertimbangkan dampak efisiensi anggaran terhadap mandatnya sebagai lembaga nasional HAM yang berfokus pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan berharap Komisi XIII DPR RI dapat mendukung usulan perubahan kontribusi efisiensi dari Rp18,7 miliar menjadi Rp12,6 miliar.
Andy juga menekankan bahwa pengurangan daya tanggap Komnas Perempuan dapat mempengaruhi pencapaian agenda pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, terutama dalam aspek transformasi sosial, supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan perempuan. Hal ini juga berkaitan erat dengan pengarusutamaan HAM dan gender dalam Rencana Kerja Pemerintah 2025.
“Kami berharap efisiensi yang dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga tidak sampai mengurangi kemampuan negara dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan,” pungkasnya.
Dalam RDP tersebut, hadir pula perwakilan dari berbagai lembaga, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sebagai kesimpulan, Komisi XIII DPR RI menerima laporan terkait rekonstruksi anggaran untuk 13 kementerian/lembaga dan akan membahas lebih lanjut dampak efisiensi terhadap program kerja dalam rapat kerja mendatang.