Jurnalekbis.com – Pemerintah Filipina tengah mempersiapkan langkah-langkah signifikan terkait mantan Presiden Rodrigo Duterte, menyusul penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas kampanye anti-narkoba yang kontroversial selama masa jabatannya. Kampanye tersebut, yang dikenal sebagai “perang melawan narkoba,” telah menimbulkan perhatian internasional karena tingginya angka kematian dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Sejak menjabat pada tahun 2016, Duterte meluncurkan kampanye agresif untuk memberantas peredaran narkoba di Filipina. Data resmi pemerintah mencatat sekitar 6.252 tersangka narkoba tewas dalam operasi polisi hingga akhir masa jabatannya pada tahun 2022. Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban mencapai antara 12.000 hingga 30.000 jiwa, dengan puncak pembunuhan terjadi antara tahun 2016 dan 2017.
Pada September 2021, ICC memulai penyelidikan resmi terhadap dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait kampanye anti-narkoba tersebut. Meskipun Duterte menarik Filipina dari keanggotaan ICC pada tahun 2019, pengadilan tetap memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang terjadi saat Filipina masih menjadi anggota.
Dalam menanggapi kemungkinan penangkapan oleh ICC, Duterte menyatakan kesiapannya untuk menghadapi proses hukum. Dalam sebuah acara di Hong Kong, ia menyebut bahwa dirinya siap untuk dipenjara jika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan. Duterte menegaskan bahwa tindakan kerasnya terhadap narkoba dilakukan demi kepentingan bangsa.
Pemerintah Filipina, di bawah kepemimpinan Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., menyatakan akan mematuhi perintah ICC dan bekerja sama dengan Interpol jika surat perintah penangkapan dikeluarkan. Meskipun belum ada komunikasi resmi dari Interpol, pemerintah menyatakan kesiapan untuk bekerja sama sesuai dengan kewajiban hukum internasional.
Untuk mengantisipasi kemungkinan kembalinya Duterte ke Filipina dari Hong Kong, pemerintah dilaporkan menyiapkan setidaknya 7.000 personel kepolisian. Personel ini akan ditempatkan di berbagai titik masuk, termasuk pelabuhan dan bandara, dengan fokus utama di Manila dan kampung halaman Duterte di Davao. Jumlah personel yang dikerahkan ini disebut dua kali lipat dibandingkan dengan operasi penangkapan sebelumnya terhadap tokoh kontroversial lainnya di Filipina.
Kembalinya Duterte ke kancah politik menambah kompleksitas situasi. Pada Oktober 2024, Duterte mengumumkan pencalonannya sebagai wali kota Davao, menandai kembalinya ke politik lokal. Langkah ini memicu spekulasi tentang persaingan antara keluarga Duterte dan Marcos, dua dinasti politik dominan di Filipina. Ketegangan antara kedua keluarga ini semakin terlihat dengan adanya perbedaan pandangan terkait penyelidikan ICC dan strategi politik lainnya.
Masyarakat Filipina terpecah dalam menanggapi perkembangan ini. Sebagian mendukung tindakan keras Duterte terhadap narkoba sebagai upaya menjaga keamanan, sementara yang lain mengkritik metode yang digunakan dan dampaknya terhadap hak asasi manusia. Komunitas internasional, termasuk organisasi hak asasi manusia, terus memantau situasi dan mendorong proses hukum yang adil serta transparan.