jurnalekbis.com/tag/1/">1-5:356">Lombok Barat, Jurnalekbis.com – Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Desa Beleka bergerak cepat dalam upaya menekan angka stunting di wilayahnya. Dipimpin oleh Kepala Desa Beleka, Islahudin, S.IP, tim ini menggelar kegiatan monitoring intensif di Dusun Biletepung dan Barak Bokong, dua wilayah yang menjadi fokus perhatian karena tingginya kasus stunting.
Kegiatan yang berlangsung selama beberapa hari ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara lebih mendalam anak-anak yang terindikasi stunting, sekaligus memberikan intervensi yang tepat sasaran. “Kami tidak ingin ada anak-anak di Desa Beleka yang masa depannya terhambat karena stunting. Oleh karena itu, kami melakukan monitoring ini secara langsung, mendatangi rumah-rumah warga, dan berinteraksi dengan anak-anak serta orang tua mereka,” ujar Islahudin.
Dalam kegiatan monitoring tersebut, tim TPPS melakukan serangkaian tindakan, mulai dari pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan, hingga pemberian makanan bergizi kepada anak-anak yang membutuhkan. Sebanyak 33 anak yang teridentifikasi mengalami stunting langsung mendapatkan pengukuran lebih lanjut dan penimbangan berat badan untuk mengetahui status gizi mereka secara lebih detail.
“Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui tingkat keparahan stunting yang dialami anak-anak. Dengan data yang akurat, kami bisa memberikan intervensi yang tepat, baik itu berupa pemberian makanan bergizi tambahan, suplemen, maupun rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,” jelas salah satu anggota tim TPPS.
Sebagai langkah awal penanganan, tim TPPS memberikan makanan bergizi, seperti telur, kepada anak-anak yang terindikasi stunting. Telur dipilih karena kandungan proteinnya yang tinggi, sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang anak. Selain itu, tim juga memberikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya gizi seimbang dan cara menyiapkan makanan yang sehat untuk anak-anak mereka.
Kegiatan monitoring ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan TPPS Desa Beleka dalam menurunkan angka stunting di wilayah tersebut. Islahudin menegaskan bahwa penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak.
“Kami menyadari bahwa stunting adalah masalah kompleks yang membutuhkan penanganan lintas sektor. Oleh karena itu, kami melibatkan berbagai pihak, mulai dari kader posyandu, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, hingga orang tua dan keluarga,” tuturnya.
Tim TPPS berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang untuk anak-anak, serta mendorong peran aktif orang tua dan masyarakat dalam upaya pencegahan stunting. “Kami ingin masyarakat memahami bahwa stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Anak-anak yang mengalami stunting berpotensi memiliki kualitas hidup yang rendah, sehingga akan berdampak pada produktivitas dan kesejahteraan keluarga serta masyarakat secara keseluruhan,” kata Islahudin.
Stunting masih menjadi masalah serius indonesia/">di Indonesia. Berdasarkan data dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen. Meskipun angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, namun masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 14 persen pada tahun 2024.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama 1 kehidupan (HPK). Dampak 2 stunting tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga kognitif. Anak-anak yang mengalami stunting berpotensi memiliki kemampuan belajar yang rendah, sehingga akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan