Jakarta, Jurnalekbis.com – Gelombang kepedulian dan solidaritas terus mengalir untuk jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), yang menjadi korban aksi teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi dan enam bangkai tikus tanpa kepala. Kali ini, Sekolah Kaderisasi Untuk Aktivis Demokrasi (SKUAD) Indonesian Democracy Monitor (INDEMO) menunjukkan dukungannya dengan mendatangi kantor redaksi Tempo di Palmerah, Jakarta, pada Selasa (25/3/2025).
Kedatangan perwakilan SKUAD INDEMO disambut hangat oleh Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, serta jajaran redaksi lainnya termasuk Stefanus Pramono, Husein Abri Yusuf Muda Dorongan, Egi Adyatama, dan Francisca Christy Rosana sendiri, yang juga dikenal sebagai Jurnalis dan Host Podcast Bocor Alus Politik Tempo.
Kunjungan ini menjadi wujud nyata dukungan dan simpati SKUAD INDEMO atas insiden teror yang menimpa Tempo dalam beberapa hari terakhir. Pengiriman kepala babi dan bangkai tikus yang terpenggal dinilai sebagai tindakan intimidasi yang keji dan ancaman serius terhadap kebebasan pers indonesia/">di Indonesia.
Tim SKUAD Indemo yang hadir terdiri dari Swary Utami Dewi, Desyana, dan sejumlah aktivis muda lainnya. Mereka menyampaikan pesan solidaritas dan dukungan moril kepada Cica dan seluruh tim redaksi Tempo.
“Kunjungan ini bukan hanya sekadar ungkapan simpati, tetapi juga bentuk solidaritas nyata terhadap Cica dan perjuangannya. Tindakan teror ini tidak dapat dibiarkan, dan kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi korban,” tegas Swary Utami Dewi, salah satu perwakilan SKUAD INDEMO.
Desyana, perwakilan SKUAD INDEMO lainnya, menyampaikan keprihatinannya dari perspektif perempuan. Ia menilai tindakan teror ini sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tidak dapat ditoleransi dan harus dilawan secara bersama-sama.
“Sebagai perempuan, kami merasa sangat prihatin dengan tindakan biadab ini. Ini merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dilawan bersama. Kami berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan,” ujar Desyana.
SKUAD INDEMO menekankan pentingnya dukungan dan solidaritas bagi korban kekerasan berbasis gender dan mendesak agar kasus ini juga dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Mereka berharap kunjungan ini dapat memberikan semangat dan kekuatan kepada Cica dalam menghadapi proses hukum dan pemulihan.
Selain mengecam aksi teror, SKUAD INDEMO juga menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait semakin sempitnya ruang demokrasi di Indonesia akibat berbagai ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Salah seorang aktivis muda bahkan khawatir bahwa teror semacam ini dapat berkembang menjadi tindakan persekusi yang lebih serius, menyinggung sejarah kelam intimidasi terhadap kebebasan pers di masa lalu.

Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengapresiasi dukungan dan solidaritas yang diberikan oleh SKUAD INDEMO dan berbagai pihak lainnya. Dalam diskusi bersama, Bagja menyoroti pola teror yang dialami Tempo sebagai tindakan yang tidak bisa dianggap remeh dan kemungkinan dilakukan oleh pihak yang memiliki pemahaman mendalam tentang simbolisme serta melakukan riset sebelum bertindak.
“Pelaku peneroran ini bukanlah orang sembarangan. Sangat mungkin mereka memiliki pemahaman mendalam tentang simbolisme serta melakukan riset sebelum bertindak,” ungkap Bagja Hidayat.
Lebih lanjut, Bagja menilai bahwa teror terhadap Tempo bukan hanya sekadar ancaman terhadap media, tetapi juga bagian dari dinamika sosial-politik yang lebih luas. Ia menduga bahwa tindakan ini mungkin berupaya untuk memecah atensi publik, seperti yang terjadi dalam eskalasi gerakan sosial-politik sebelumnya.
“Kemungkinan tindakan peneroran ini berupaya untuk memecah atensi publik, sebagaimana terjadi dalam eskalasi gerakan sosial-politik sebelumnya. Jika dulu barangkali artis atau influencer digunakan sebagai tameng untuk membentuk opini publik dan meredam gerakan massa, mungkin hari ini pers yang menjadi sasaran,” jelasnya.
Jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), juga menyampaikan pandangannya mengenai insiden ini. Ia menyoroti indikasi penyensoran terhadap beberapa kata kunci dalam rilis pers belakangan ini sebagai alarm bagi kebebasan pers di Indonesia.
Selain itu, Cica mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus lain yang menimpa jurnalis perempuan, termasuk meninggalnya jurnalis Juwita di Kalimantan secara janggal setelah menulis tentang skandal perusahaan tertentu, serta kasus doxing yang dialami rekan jurnalis lainnya hanya karena menuliskan data resmi dari BPS.
Sebagai jurnalis perempuan, Cica juga berbagi pengalamannya menghadapi ancaman dan tekanan yang sering kali lebih kompleks, tidak hanya menyasar karya jurnalistik tetapi juga merambah ke ranah pribadi, termasuk intimidasi berbasis gender dan keamanan keluarga. Ia mengungkapkan kekhawatiran terbesarnya bukanlah keselamatannya di Jakarta, melainkan keamanan keluarganya yang berada jauh dari sorotan publik.
Teror terhadap Tempo telah memicu reaksi luas dari berbagai kalangan, termasuk aktivis, jurnalis, penggiat seni, dan penggiat demokrasi, yang mengecam tindakan tersebut sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers di Indonesia. Solidaritas yang mengalir menunjukkan bahwa upaya untuk membungkam pers tidak akan berhasil.
Pendiri Tempo, Goenawan Mohamad, pernah mengatakan, “Kata-kata tidak bisa dibunuh.” Semangat inilah yang terus membakar para jurnalis dan aktivis untuk terus berjuang demi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.