Hukrim

Film Malaysia “Walid” Bongkar Aib Ketua Yayasan, 20 Santri Ngaku Jadi Korban

×

Film Malaysia “Walid” Bongkar Aib Ketua Yayasan, 20 Santri Ngaku Jadi Korban

Sebarkan artikel ini
Film Malaysia "Walid" Bongkar Aib Ketua Yayasan, 20 Santri Ngaku Jadi Korban
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi

Mataram, Jurnalekbis.com – Kasus dugaan seksual/">pelecehan seksual kembali mencoreng dunia pendidikan pesantren indonesia/">di Indonesia. Kali ini, insiden memilukan tersebut terjadi di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan jumlah korban yang mengejutkan: sebanyak 20 orang santri, yang sebagian besar merupakan alumni, diduga menjadi korban tindakan asusila yang dilakukan oleh seorang pimpinan yayasan.

Yang lebih mengagetkan, terduga pelaku bukanlah orang biasa. Ia adalah AF (60), seorang tokoh yang menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut, dan dikenal luas di lingkungan masyarakat sebagai “Tuan Guru”. Kepercayaan yang diberikan masyarakat dan para santri kepada AF diduga dimanfaatkan untuk melakukan tindakan yang sangat tidak pantas dan menyimpang secara moral maupun hukum.

Kasus ini mulai terkuak berkat keberanian para korban, yang terinspirasi dari film asal Malaysia berjudul “Walid”. Film tersebut mengangkat isu kekerasan seksual terhadap anak-anak di lingkungan pendidikan agama, dan memiliki alur yang serupa dengan pengalaman pribadi yang dialami para korban selama berada di pondok pesantren.

Menurut keterangan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, film itu menjadi titik balik bagi para korban untuk mengungkap pengalaman kelam mereka.

Baca Juga :  Sat Resnarkoba Polres Bima Kota Gagalkan Peredaran Miras Brem, 72 Botol Disita!

“Sebagian besar korban ini merupakan alumni pondok pesantren tersebut. Mereka menonton film ‘Walid’ dan merasakan pengalaman yang sangat mirip dengan kejadian yang mereka alami. Dari situlah muncul keberanian untuk melapor ke pihak berwajib,” ujar Joko saat konferensi pers, Senin (21/4/2025).

Hingga kini, LPA Kota Mataram telah mencatat sedikitnya 20 nama santri yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh AF. Dari jumlah tersebut, tujuh orang telah resmi melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian, dan menjalani proses pemeriksaan.

“Pada hari Rabu kemarin, ada tiga korban yang melaporkan. Kemudian bertambah satu orang lagi kemarin, dan hari ini kami jadwalkan tiga korban lagi untuk diperiksa oleh pihak kepolisian,” jelas Joko.

Tim Unit II Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram telah turun tangan untuk menangani kasus ini. Pemeriksaan terhadap korban dan terduga pelaku tengah berlangsung secara intensif.

Kasus ini menjadi semakin memilukan ketika modus operandi yang digunakan oleh AF terungkap. Berdasarkan pengakuan korban dan hasil investigasi awal, pelaku diduga menggunakan dalih spiritual untuk memanipulasi dan melecehkan para santri. Ia menjanjikan akan memberikan “keberkatan di rahim” korban agar kelak bisa melahirkan anak-anak yang menjadi wali atau tokoh suci.

Baca Juga :  Polda NTB Tangkap Ratusan Residivis Narkoba Sepanjang 2024

“Modusnya adalah memberikan ‘keberkatan’ di rahim korban, dengan dalih supaya anak-anak yang mereka lahirkan kelak akan menjadi wali. Ini sangat memprihatinkan karena pelaku memanfaatkan posisi spiritual dan kepercayaan santri,” ungkap Joko.

Menurutnya, dari 20 korban yang teridentifikasi, sekitar 10 orang santri diduga mengalami persetubuhan, sementara sisanya mengalami tindakan pencabulan seperti perabaan dan manipulasi psikologis.

“Sebagian korban sempat dimanipulasi, diraba, dan saat mereka menolak diberikan ‘keberkatan’, tindakan pelaku semakin agresif,” lanjut Joko.

Hingga saat ini, belum ada laporan mengenai korban yang hamil akibat tindakan bejat tersebut. Namun, investigasi mendalam masih terus dilakukan mengingat kejadian ini diduga sudah berlangsung sejak tahun 2016 hingga 2023.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari korban, tindakan pelecehan kerap dilakukan di ruang kelas sekolah yang berada di lingkungan pondok pesantren. AF diduga memanggil korban satu per satu untuk masuk ke ruang tersebut pada malam hari, tepatnya antara pukul 01.00 hingga 02.00 dini hari, saat santri lainnya sedang beristirahat.

“Ada unsur manipulasi psikologis yang kuat di sini. Korban dipanggil satu per satu, lalu diajak bicara dengan pendekatan spiritual, sebelum akhirnya dilecehkan,” terang Joko.

Baca Juga :  Sembuyikan Sabu Dalam Dubur, Pria Asal Lombok Tengah Dibekuk Polisi

Di tengah tragedi ini, terdapat satu titik terang: pengurus pondok pesantren menunjukkan sikap yang kooperatif. Setelah menerima laporan dari santri dan masyarakat, pengurus yayasan langsung mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan AF dari jabatannya sebagai ketua yayasan.

“Ini hal yang patut diapresiasi. Dalam banyak kasus seperti ini, biasanya pihak pesantren enggan terbuka. Tapi kali ini mereka kooperatif, melakukan klarifikasi kepada korban dan pelaku. Bahkan, terduga pelaku juga dikabarkan mengakui perbuatannya,” ungkap Joko.

Langkah cepat ini diharapkan dapat mempermudah proses hukum yang sedang berjalan dan menjadi contoh bagi lembaga pendidikan lainnya dalam menangani kasus serupa.

Saat ini, semua perhatian tertuju pada proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polresta Mataram. LPA dan masyarakat berharap agar pihak berwajib dapat mengusut tuntas kasus ini, mengumpulkan bukti-bukti kuat, dan menjerat pelaku dengan hukuman maksimal sesuai dengan hukum yang berlaku.

Joko juga meminta agar kepolisian memberikan perlindungan maksimal kepada para korban yang telah melapor, agar mereka merasa aman dan tidak mengalami tekanan psikologis selama proses hukum berjalan.

“Yang paling penting sekarang adalah menjaga kondisi mental para korban, serta memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *