Mataram, Jurnalekbis.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat inflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 1,8 persen pada April 2025. Inflasi ini dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berada di angka 108,72, mencerminkan peningkatan harga secara umum di wilayah tersebut dibandingkan April 2024.
Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin, mengungkapkan bahwa kenaikan inflasi tahun ke tahun ini dipengaruhi oleh peningkatan harga di hampir seluruh kelompok pengeluaran utama. “Inflasi ini merupakan cerminan dari pergerakan harga barang dan jasa di masyarakat, yang sangat relevan untuk dijadikan acuan dalam kebijakan ekonomi dan pengendalian harga ke depan,” jelasnya.
Dalam laporannya, Wahyudin menyebutkan bahwa kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi tertinggi dengan kenaikan mencapai 12,78 persen. Kelompok ini mencakup produk-produk seperti sabun, sampo, alat cukur, kosmetik, serta layanan jasa pribadi yang banyak digunakan masyarakat.
“Tren konsumsi produk perawatan tubuh dan layanan pribadi memang meningkat. Selain faktor permintaan, inflasi di sektor ini juga dipengaruhi oleh kenaikan biaya produksi dan distribusi,” terang Wahyudin.Di urutan kedua dan ketiga, kelompok pendidikan mencatat inflasi sebesar 3,82 persen, diikuti oleh kelompok kesehatan sebesar 2,86 persen. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan, seperti uang sekolah dan perlengkapan penunjang belajar, serta harga layanan medis dan obat-obatan, mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Setiap tahun ajaran baru atau semester genap, biasanya ada kenaikan biaya yang berdampak langsung pada IHK sektor pendidikan,” tambah Wahyudin.
Sementara di sektor kesehatan, peningkatan permintaan layanan pascapandemi dan fluktuasi harga obat generik maupun non-generik menjadi pemicu kenaikan harga.Inflasi juga tercatat pada kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,88 persen, serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran yang mengalami kenaikan sebesar 1,74 persen.
Peningkatan ini diasosiasikan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat di luar rumah, terutama saat momen liburan panjang seperti Ramadan dan Idulfitri yang baru saja lewat. Konsumsi makanan di luar rumah dan aktivitas rekreasi keluarga cenderung meningkat signifikan dalam periode tersebut.Kelompok pakaian dan alas kaki naik sebesar 1,71 persen, yang kemungkinan besar disebabkan oleh tren konsumsi pakaian baru saat lebaran. Lonjakan permintaan menjelang hari besar keagamaan kerap menyebabkan peningkatan harga di sektor ini.

Sementara kelompok transportasi hanya mengalami inflasi 0,3 persen, relatif stabil namun tetap menunjukkan adanya penyesuaian tarif, terutama untuk moda transportasi darat dan udara menjelang liburan panjang.Satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan harga atau deflasi adalah kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yang tercatat turun sebesar 1,11 persen.
Penurunan ini dikaitkan dengan penurunan tarif layanan data internet dan paket komunikasi oleh sejumlah operator. Selain itu, kompetisi ketat di sektor jasa keuangan digital juga turut menekan biaya layanan.Selain inflasi tahunan, BPS juga mencatat tingkat inflasi month-to-month (m-to-m) atau bulanan untuk April 2025 sebesar 0,69 persen. Ini menunjukkan adanya peningkatan harga barang dan jasa dalam skala bulanan yang cukup signifikan.
Sementara itu, inflasi year-to-date (y-to-d) atau kumulatif sejak Januari hingga April 2025 tercatat sebesar 1,57 persen. Angka ini masih berada dalam kategori terkendali jika dibandingkan dengan target inflasi nasional 2025 yang dipatok Bank Indonesia di kisaran 2,5 ± 1 persen.Inflasi bulanan yang cukup tinggi pada April 2025 dinilai sebagai efek musiman dari perayaan Idulfitri yang jatuh pada pertengahan bulan. Aktivitas konsumsi masyarakat cenderung meningkat tajam selama Ramadan hingga lebaran, terutama pada sektor makanan, pakaian, dan transportasi.
“Kami melihat pola yang sama hampir setiap tahun, di mana lonjakan permintaan selama Ramadan dan Idulfitri berdampak pada harga. Namun, secara umum inflasi masih dalam batas aman,” kata Wahyudin.Inflasi yang terkendali di NTB menjadi sinyal positif bagi pembangunan ekonomi daerah. Dengan menjaga kestabilan harga, daya beli masyarakat bisa tetap terjaga, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat tercapai.
Pemerintah daerah diharapkan terus memperkuat sinergi dengan pelaku usaha, distributor, serta pihak terkait lainnya dalam menjaga ketersediaan pasokan barang, terutama barang kebutuhan pokok dan penting.
“Stabilitas harga merupakan prasyarat penting bagi pengendalian inflasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutup Wahyudin.Sebagai bentuk pengendalian inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di NTB telah berupaya memperkuat koordinasi dan pengawasan harga barang strategis. Selain itu, pasar/">operasi pasar, subsidi ongkos angkut, dan pelibatan koperasi konsumen juga menjadi bagian dari strategi jangka pendek untuk meredam gejolak harga.
Langkah antisipatif seperti penguatan data stok dan distribusi logistik, pemanfaatan digitalisasi pasar, serta sistem early warning untuk fluktuasi harga juga mulai diterapkan.
Melihat tren yang terjadi, BPS NTB memperkirakan inflasi akan tetap terkendali hingga akhir semester pertama 2025. Namun, perlu kewaspadaan terhadap potensi kenaikan harga bahan pokok menjelang masa tanam dan masa paceklik yang biasanya berdampak pada sektor pertanian dan bahan pangan.
Pemantauan rutin terhadap komoditas-komoditas strategis seperti beras, cabai, daging, dan minyak goreng tetap harus menjadi prioritas.