Financial

YOLO dan FOMO Picu Gen Z Terjebak Jeratan Finansial

×

YOLO dan FOMO Picu Gen Z Terjebak Jeratan Finansial

Sebarkan artikel ini
YOLO dan FOMO Picu Gen Z Terjebak Jeratan Finansial
Kunjungi Sosial Media Kami

Bali, Jurnalekbis.com – Generasi Z (Gen Z), yang kini mendominasi sekitar 27% populasi Indonesia, tengah menghadapi tantangan serius dalam mengelola keuangan pribadi di era digital. Kemudahan akses teknologi dan informasi, meskipun membawa banyak manfaat, juga membuka celah bagi berbagai modus kejahatan finansial yang mengincar kelompok usia ini.

Mohammad Ismail Riyadi, Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyoroti pentingnya edukasi keuangan bagi Gen Z. Menurutnya, meskipun Gen Z sangat akrab dengan teknologi, mereka tetap rentan terhadap penipuan digital karena kurangnya pemahaman tentang literasi keuangan.

“Kejahatan keuangan ilegal harus kita waspadai karena 27% dari demografi kita adalah Gen Z. Mereka sangat akrab dengan gadget dan paham teknologi, sehingga penting untuk memberikan edukasi agar tidak terjebak dalam modus penipuan,” ujar Ismail. Senin (26/5).

Data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan Gen Z, khususnya kelompok usia 15–17 tahun, merupakan yang terendah dibandingkan kelompok usia lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Gen Z melek teknologi, pemahaman mereka tentang produk dan layanan keuangan masih minim.

Baca Juga :  Kendalikan Inflasi, BI Bersama TPID NTB Gelar Kick Off GNPIP Tahun 2023

“OJK menargetkan peningkatan angka literasi keuangan nasional sebesar 1% setiap tahunnya. Namun, tantangan terbesar adalah menjangkau Gen Z yang cenderung mengandalkan informasi dari media sosial dan platform digital lainnya,” ucapnya.

Fenomena seperti YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out) turut mempengaruhi perilaku keuangan Gen Z. Tekanan sosial untuk mengikuti tren dan gaya hidup tertentu seringkali mendorong mereka untuk mengambil keputusan finansial yang tidak bijak, seperti menggunakan layanan paylater atau pinjaman online tanpa pertimbangan matang.

Anak muda selalu rawan dengan tekanan sosialnya. Prinsip YOLO dan FOMO membuat mereka mencari cara singkat dengan pembiayaan yang ditawarkan, bisa jadi ilegal atau tidak sesuai kebutuhan,” tambah Ismail.

Baca Juga :  Gelombang Baru Investor Banjiri Pasar Modal Indonesia: 13 Juta SID Terlampaui!

OJK mencatat bahwa dari Januari hingga April 2025, terdapat 1.236 pengaduan terkait entitas ilegal, dengan 1.123 di antaranya berkaitan dengan pinjaman online (pinjol) ilegal. Modus penipuan yang umum terjadi melibatkan penyalahgunaan data pribadi, seperti penggunaan KTP orang tua oleh anak untuk mengajukan pinjaman tanpa sepengetahuan mereka.

Ismail menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi dan waspada terhadap permintaan informasi sensitif oleh pihak yang tidak dikenal. “Industri keuangan tidak akan menelpon dan meminta data pribadi secara langsung. Jika ada permintaan seperti itu, lebih baik kita yang menghubungi bank atau OJK,” jelasnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, OJK telah meluncurkan berbagai inisiatif edukasi keuangan yang menyasar Gen Z. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan keuangan, investasi, dan risiko keuangan digital. Selain itu, OJK juga mengajak institusi pendidikan dan komunitas untuk berperan aktif dalam menyebarkan literasi keuangan.

Baca Juga :  Mengenal Lebih Dekat ORI, Pilihan Berharga Untuk Bahagia Bersama

“Kami terus melakukan edukasi kepada Gen Z karena paparan mereka terhadap dunia digital lebih tinggi dibandingkan kelompok lain,” ujar Ismail.

Mohammad Ismail Riyadi kembali menegaskan bahwa kewaspadaan adalah kunci utama dalam menghadapi gempuran kejahatan keuangan digital, terutama bagi generasi Z yang memiliki interaksi intens dengan dunia maya. Edukasi yang berkelanjutan dan kesadaran akan risiko menjadi tameng penting untuk melindungi masa depan finansial generasi penerus bangsa.

“Menurut saya, kewaspadaan menjadi penting,” pungkas Riyadi.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang modus operandi kejahatan keuangan digital dan langkah-langkah pencegahan yang tepat, diharapkan generasi Z dapat lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi dan terhindar dari jeratan finansial yang merugikan. OJK sendiri terus berupaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya generasi muda, agar mereka dapat menjadi konsumen keuangan yang cerdas dan berdaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *