Mataram, Jurnalekbis.com – Sebuah kisah memilukan sekaligus menjadi peringatan keras tentang dampak tekanan ekonomi terjadi di Kota Mataram. Seorang perempuan muda asal Sumbawa, berinisial AW (21), harus berurusan dengan aparat kepolisian setelah nekat menjual sepeda motor yang dipinjam melalui temannya. Tindakannya yang semula dianggap sebagai jalan keluar dari kesulitan hidup, kini justru membawanya ke balik jeruji besi.
AW ditangkap oleh Tim Resmob Sat Reskrim Polresta Mataram pada Rabu, 28 Mei 2025, di kawasan depan Mal Epicentrum, Kota Mataram. Penangkapan ini merupakan hasil penyelidikan mendalam sejak laporan kehilangan sepeda motor diterima oleh pihak kepolisian sepekan sebelumnya.
Kasus ini bermula pada 21 Mei 2025, ketika seorang pria warga Kota Mataram melaporkan sepeda motornya hilang setelah dipinjam oleh teman lamanya, R alias Oqem, yang kemudian memberikannya kepada AW. Tanpa seizin pemilik motor, AW kemudian menjual kendaraan roda dua tersebut melalui media sosial.
“Awalnya motor itu dipinjam oleh Oqem, tapi bukan dia yang bawa langsung. Oqem menyerahkan motor tersebut kepada AW. Nah, dari situ sepeda motor dijual oleh AW melalui akun Facebook-nya,” jelas Kanit Ranmor Sat Reskrim Polresta Mataram, Iptu M. Taufik, SH.
Proses penjualan dilakukan secara daring. AW mengiklankan motor tersebut di salah satu grup jual-beli di Facebook. Setelah ada pembeli yang tertarik, mereka sepakat bertemu di depan SPBU Kopang, Lombok Tengah. Harga jual motor itu pun tergolong sangat rendah, hanya Rp2,5 juta.

“Setelah menerima laporan, kami langsung melakukan penyelidikan, mengumpulkan keterangan saksi dan melakukan pelacakan digital. Dari situ kami identifikasi AW sebagai pelaku,” tambah Iptu Taufik.
Saat diperiksa, AW tak menampik semua tuduhan. Ia mengakui telah menjual sepeda motor tersebut atas saran dari Oqem, temannya dari kampung halaman yang sama-sama sedang tinggal di Mataram. Menurut pengakuannya, keduanya tengah mengalami kesulitan ekonomi berat.
“Dia bilang ke saya, kalau motor itu bisa dijual atau digadai. Katanya biar ada uang buat makan dan kebutuhan sehari-hari. Saya sempat ragu, tapi karena terdesak, akhirnya saya lakukan juga,” ungkap AW dalam keterangannya di hadapan penyidik.
AW mengaku uang hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun setelah transaksi berlangsung, ia mulai menyadari bahwa tindakannya melanggar hukum dan menyesalinya.
Meski AW telah ditangkap dan ditahan, polisi menilai bahwa kasus ini belum tuntas. Fokus kini mengarah kepada Oqem, yang diduga sebagai aktor intelektual atau otak dari peristiwa penggelapan tersebut.
“Oqem adalah teman dekat AW, dan perannya cukup krusial dalam kasus ini. Ia yang meminjam motor dari korban dan menyarankan agar motor itu dijual. Kami sudah telusuri keberadaannya, termasuk ke tempat tinggalnya di wilayah Monjok, tapi yang bersangkutan belum ditemukan,” ujar Iptu Taufik.
Pihak kepolisian pun kini sedang memperluas pencarian terhadap Oqem, mengumpulkan bukti tambahan untuk menjeratnya secara hukum.
Akibat perbuatannya, AW dijerat dengan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penggelapan, yang mengatur pidana atas tindakan mengambil barang milik orang lain tanpa hak, yang sebelumnya dikuasai secara sah.
“Pasal ini dikenakan karena pelaku menguasai barang secara sah melalui pinjaman, namun kemudian menyalahgunakan kepercayaan dengan menjualnya,” jelas Iptu Taufik.
Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal ini maksimal empat tahun penjara. Saat ini, AW ditahan di Rutan Polresta Mataram sambil menunggu proses hukum selanjutnya. Pihak kepolisian juga terus mendalami apakah ada pelaku lain yang terlibat dalam jaringan serupa.
