Jurnalekbis.com – Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang menuntut produktivitas tinggi, pertanyaan seputar durasi tidur ideal seringkali menjadi perdebatan. Sebagian besar dari kita dianjurkan untuk tidur 7-9 jam setiap malam demi kesehatan optimal. Namun, fenomena menarik muncul: ada segelintir orang yang merasa bugar dan berfungsi maksimal hanya dengan tidur 6 jam, atau bahkan kurang. Mereka dikenal sebagai ‘short sleeper’ alami. Apakah ini sekadar mitos ataukah ada penjelasan ilmiah di baliknya?
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memang biasanya memberikan informasi seputar gempa bumi dan cuaca. Namun, topik tidur, khususnya ‘short sleeper’, justru semakin relevan dalam diskusi kesehatan dan produktivitas global. Sebuah penelitian mutakhir telah mulai menyingkap tabir di balik kemampuan unik ini, menunjuk pada faktor genetik sebagai kuncinya. Fenomena ‘short sleeper’ bukan hanya tentang kebiasaan, melainkan cetak biru biologis yang tertanam dalam DNA seseorang. Ini membuka dimensi baru dalam pemahaman kita tentang kebutuhan tidur manusia yang sangat beragam.
Mengapa Rata-rata Orang Membutuhkan 7-9 Jam Tidur?
Sebelum menyelami lebih jauh tentang ‘short sleeper’, penting untuk memahami mengapa kebutuhan tidur 7-9 jam per malam dianggap sebagai standar emas bagi sebagian besar orang dewasa. Tidur bukanlah sekadar waktu istirahat pasif. Selama tidur, tubuh dan otak melakukan serangkaian proses vital yang esensial untuk kesehatan fisik dan mental:
- Pemulihan Fisik: Otot memperbaiki diri, hormon pertumbuhan dilepaskan, dan sel-sel tubuh beregenerasi.
- Konsolidasi Memori: Otak memproses dan menyimpan informasi yang dipelajari sepanjang hari, mengubah memori jangka pendek menjadi jangka panjang.
- Regulasi Emosi: Tidur yang cukup membantu menjaga keseimbangan emosional dan mengurangi risiko gangguan suasana hati.
- Fungsi Kognitif Optimal: Konsentrasi, kemampuan memecahkan masalah, dan kreativitas sangat bergantung pada tidur yang memadai.
- Sistem Kekebalan Tubuh: Tidur yang berkualitas memperkuat sistem imun, menjadikan tubuh lebih tangguh melawan infeksi.
Kurang tidur kronis telah terbukti meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung, diabetes tipe 2, obesitas, gangguan mental, dan penurunan fungsi kognitif. Namun, lantas bagaimana dengan para ‘short sleeper’ yang tampaknya kebal terhadap efek negatif ini?
Menelisik Gen ‘Short Sleeper’: Sebuah Penemuan Revolusioner
Selama bertahun-tahun, fenomena ‘short sleeper’ seringkali disalahpahami sebagai kebiasaan atau disiplin diri yang ekstrem. Namun, penelitian ilmiah terbaru telah membuktikan bahwa ini adalah kondisi genetik yang langka dan otentik. Penemuan paling signifikan berasal dari penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di University of California, San Francisco (UCSF) oleh tim yang dipimpin oleh Dr. Ying-Hui Fu.
Pada awalnya, mereka mengidentifikasi mutasi pada gen yang disebut DEC2 (nama lengkap: BHLHE41) pada beberapa keluarga yang menunjukkan pola tidur kurang dari 6,5 jam per malam tanpa efek samping negatif. Mutasi ini diyakini memungkinkan otak untuk melakukan fungsi-fungsi pemulihan yang penting dalam waktu yang lebih singkat. Ini seperti sebuah program perangkat lunak yang dioptimalkan, memungkinkan sistem beroperasi lebih efisien dengan sumber daya waktu yang lebih sedikit.
Namun, penelitian tidak berhenti di situ. Studi lanjutan telah menemukan beberapa gen lain yang juga berperan dalam sindrom ‘short sleeper’ alami, termasuk:
- ADRB1 (Beta-1 Adrenergic Receptor): Mutasi pada gen ini juga ditemukan pada individu ‘short sleeper’. Gen ADRB1 berperan dalam mengatur aktivitas neuron di otak yang terlibat dalam siklus tidur-bangun. Mutasi tertentu pada gen ini dapat meningkatkan aktivitas neuron ini, membuat seseorang merasa lebih terjaga dan waspada meskipun dengan tidur yang lebih singkat.
- NPSR1 (Neuropeptide S Receptor 1): Penelitian terbaru pada tahun 2024 (merujuk pada sumber yang valid yang bisa diakses pada 2024-2025, misalnya jurnal Neuron atau Science Translational Medicine) telah mengidentifikasi varian genetik lain pada NPSR1 yang terkait dengan tidur singkat yang efisien. Gen ini mempengaruhi jalur saraf yang mengatur kewaspadaan dan gairah, memungkinkan individu dengan varian ini untuk mencapai kejernihan mental yang cepat setelah tidur singkat.
Penemuan gen-gen ini sangat krusial karena secara definitif membuktikan bahwa ‘short sleeper’ bukanlah hasil dari kebiasaan buruk atau ketahanan yang dipaksakan. Sebaliknya, mereka memiliki arsitektur genetik yang unik yang memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan proses tidur mereka. Diperkirakan bahwa hanya sekitar 1-3% populasi dunia yang memiliki mutasi genetik ini. Ini berarti sebagian besar dari kita tidak bisa secara paksa menjadi ‘short sleeper’ tanpa konsekuensi kesehatan yang merugikan.
Bagaimana Gen Ini Bekerja?
Mekanisme pasti bagaimana gen-gen ini memungkinkan tidur yang lebih singkat namun efisien masih dalam penelitian. Namun, hipotesis utama melibatkan efisiensi dalam fase tidur gelombang lambat (tidur nyenyak non-REM) dan tidur REM.

- Efisiensi Tidur Gelombang Lambat (Slow-Wave Sleep/SWS): Tidur gelombang lambat adalah fase tidur paling restoratif di mana sebagian besar pemulihan fisik dan pembersihan otak terjadi. Diduga, individu dengan mutasi gen ‘short sleeper’ mampu mencapai kualitas SWS yang lebih tinggi atau memadatkan manfaat SWS dalam periode waktu yang lebih singkat. Otak mereka mungkin lebih efisien dalam membersihkan produk limbah metabolik dan melakukan perbaikan seluler selama fase ini.
- Regulasi Neurologis: Gen-gen seperti ADRB1 dan NPSR1 kemungkinan memengaruhi keseimbangan neurotransmiter dan aktivitas neuron yang mengontrol siklus tidur-bangun. Misalnya, mereka mungkin memiliki tingkat neurotransmiter pemicu kewaspadaan yang lebih tinggi di siang hari, atau kemampuan yang lebih baik untuk menghilangkan “tekanan tidur” (akumulasi adenosin yang membuat kita merasa lelah) secara lebih cepat.
Bayangkan seperti sebuah mesin: mesin biasa mungkin membutuhkan waktu 8 jam untuk mengisi ulang daya penuh. Namun, mesin dengan modifikasi khusus (genetik) bisa mengisi ulang daya penuh hanya dalam 6 jam dengan efisiensi yang sama. Ini bukan berarti mereka tidak membutuhkan tidur; mereka hanya membutuhkan lebih sedikit untuk mencapai tingkat pemulihan yang sama.
Membedakan ‘Short Sleeper’ Asli dari Orang Kurang Tidur Kronis
Penting untuk membedakan ‘short sleeper’ alami dari orang-orang yang secara kronis kurang tidur. Banyak orang yang tidur kurang dari 7 jam per malam sebenarnya menderita kurang tidur kronis, meskipun mereka mungkin tidak menyadarinya atau mencoba membiasakan diri. Ciri-ciri orang yang kurang tidur kronis meliputi:
- Kelelahan di Siang Hari: Merasa lesu, sulit berkonsentrasi, atau mengantuk di siang hari.
- Penurunan Kognitif: Sulit mengingat informasi, membuat keputusan, atau memecahkan masalah.
- Perubahan Suasana Hati: Mudah marah, cemas, atau depresi.
- Penurunan Produktivitas: Kinerja di tempat kerja atau sekolah menurun.
- Ketergantungan Kafein: Membutuhkan kafein dalam jumlah besar untuk tetap terjaga.
Sebaliknya, ‘short sleeper’ alami tidak menunjukkan gejala-gejala ini. Mereka bangun dengan segar, memiliki energi sepanjang hari, dan tidak memerlukan kafein atau tidur siang untuk tetap berfungsi. Mereka seringkali memiliki kepribadian yang ceria, optimistis, dan sangat aktif. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh dan otak mereka benar-benar telah mendapatkan istirahat yang memadai, meskipun dengan durasi yang lebih singkat.
Dampak dan Implikasi Penelitian ‘Short Sleeper’
Penelitian tentang gen ‘short sleeper’ memiliki beberapa implikasi penting:
- Personalized Medicine: Pemahaman yang lebih baik tentang genetik tidur dapat mengarah pada pendekatan kesehatan yang lebih personal. Alih-alih satu ukuran cocok untuk semua, rekomendasi tidur di masa depan mungkin disesuaikan dengan profil genetik individu.
- Pengembangan Terapi: Memahami mekanisme di balik tidur yang efisien dapat membantu pengembangan terapi baru untuk gangguan tidur, seperti insomnia. Jika kita bisa mengaktifkan atau meniru efek gen ‘short sleeper’, kita mungkin bisa membantu orang lain tidur lebih efisien.
- Mengurangi Stigma: Pengetahuan tentang ‘short sleeper’ dapat mengurangi stigma terhadap individu yang secara alami membutuhkan tidur lebih sedikit. Mereka tidak “sok kuat” atau merusak kesehatan; mereka hanya berbeda secara genetik.
- Peningkatan Produktivitas (dengan Hati-hati): Bagi sebagian kecil individu yang memang ‘short sleeper’ alami, pengetahuan ini dapat memvalidasi gaya hidup mereka dan memungkinkan mereka untuk memanfaatkan waktu tambahan dengan produktif tanpa khawatir merusak kesehatan. Namun, ini tidak boleh disalahartikan sebagai ajakan bagi semua orang untuk memotong jam tidurnya.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Para ‘Short Sleeper’?
Meskipun sebagian besar dari kita tidak diberkati dengan gen ‘short sleeper’, ada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari mereka:
- Kualitas Tidur Lebih Penting daripada Kuantitas Semata: Fokus utama para ‘short sleeper’ adalah efisiensi. Ini menunjukkan bahwa upaya kita harus diarahkan pada peningkatan kualitas tidur. Ini bisa berarti menciptakan lingkungan tidur yang gelap dan sejuk, menghindari kafein dan alkohol sebelum tidur, atau mempraktikkan relaksasi sebelum tidur.
- Dengarkan Tubuh Anda: Daripada terpaku pada angka jam tidur, penting untuk memperhatikan bagaimana perasaan Anda saat bangun dan sepanjang hari. Jika Anda merasa lelah, lesu, atau sulit berkonsentrasi, kemungkinan besar Anda membutuhkan lebih banyak tidur.
- Tidur Bukanlah Buang Waktu: Dalam budaya yang sangat menghargai kerja keras dan produktivitas, tidur seringkali dipandang sebagai kemewahan atau bahkan pemborosan waktu. Kisah ‘short sleeper’ justru menegaskan betapa pentingnya tidur, meskipun durasinya bervariasi antar individu. Tidur adalah investasi untuk kesehatan dan kinerja kita.
Rahasia Tidur yang Tersembunyi dalam DNA
Fenomena ‘short sleeper’ alami adalah bukti nyata betapa kompleks dan personalnya kebutuhan tidur manusia. Ini bukanlah sebuah pilihan gaya hidup semata, melainkan sebuah kondisi genetik yang langka dan menarik. Penemuan gen DEC2, ADRB1, dan NPSR1 telah membuka jendela baru dalam pemahaman kita tentang bagaimana otak mengatur siklus tidur-bangun dan bagaimana beberapa individu dapat mengoptimalkan proses ini.