Mataram, Jurnalekbis.com – Wilayah Bima dan Dompu di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menjadi sorotan setelah diguncang gempa bumi tektonik berkekuatan Magnitudo (M) 4,5 pada Jumat, 06 Juni 2025, pukul 22.42.01 WITA. Gempa ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera memastikan bahwa gempa tersebut tsunami/">tidak berpotensi tsunami. Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala Stasiun Geofisika Mataram, SUMAWAN, ST, MM, sesaat setelah kejadian.
Kejadian gempa bumi memang bukan hal baru bagi Indonesia, mengingat letaknya yang berada di jalur Cincin Api Pasifik. Namun, setiap gempa yang terjadi selalu membawa kewaspadaan. Untuk itu, pemahaman yang akurat dan informasi yang cepat tanggap dari pihak berwenang seperti BMKG menjadi krusial. Dalam insiden gempa Bima-Dompu ini, kecepatan BMKG dalam memberikan analisis dan imbauan patut diapresiasi, membantu meredam kepanikan yang mungkin timbul.
Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa episenter gempa bumi M 4,5 ini terletak pada koordinat 8,77° Lintang Selatan (LS) dan 118,80° Bujur Timur (BT). Lokasi tepatnya berada di darat, sekitar 34 km Tenggara Kota Bima, NTB. Kedalaman gempa tercatat cukup dalam, yaitu 85 kilometer. Kedalaman ini menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan karakteristik dan dampak gempa.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, BMKG mengklasifikasikan gempa yang terjadi sebagai gempa bumi menengah. Gempa ini diakibatkan oleh adanya aktivitas deformasi batuan dalam lempeng Indo-Australia, yang dikenal sebagai intra-slab earthquake. Fenomena intra-slab earthquake terjadi ketika terjadi patahan atau pergerakan di dalam lempeng tektonik itu sendiri, bukan pada batas lempeng. Hal ini berbeda dengan gempa yang terjadi di zona subduksi, yang biasanya melibatkan interaksi dua lempeng.

Lebih lanjut, analisis mekanisme sumber gempa menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme pergerakan naik dengan kombinasi mendatar, atau dikenal sebagai oblique thrust fault. Ini berarti patahan yang menyebabkan gempa tidak hanya bergerak secara vertikal (naik) tetapi juga memiliki komponen pergerakan horizontal (mendatar). Pemahaman mendalam mengenai mekanisme sumber gempa ini sangat penting bagi para ahli seismologi untuk memprediksi potensi gempa di masa depan dan memahami dinamika tektonik suatu wilayah. Data-data geofisika seperti ini menjadi landasan bagi BMKG dalam mengeluarkan peringatan dini dan rekomendasi mitigasi bencana.
Meskipun berkekuatan M 4,5, guncangan gempa ini dirasakan di beberapa wilayah. Berdasarkan laporan masyarakat, dampak guncangan terasa di Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu dengan intensitas III MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala MMI III mengindikasikan bahwa getaran dirasakan nyata di dalam rumah, seakan-akan ada truk yang melintas. Kondisi ini, meskipun tidak menyebabkan kerusakan signifikan, cukup membuat sebagian masyarakat terkejut dan waspada.
Hingga laporan ini disusun pada Jumat, 06 Juni 2025 pukul 23.02 WITA, BMKG belum mencatat adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock). Ini adalah kabar baik, karena aftershock seringkali dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada bangunan yang sudah retak akibat gempa utama. Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kepala Stasiun Geofisika Mataram, SUMAWAN, ST, MM, juga menekankan pentingnya masyarakat untuk memeriksa kondisi bangunan tempat tinggal mereka. “Hindari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Pastikan bangunan tempat tinggal Anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum Anda kembali ke dalam rumah,” imbau Sumawan. Ini adalah langkah pencegahan yang sangat penting untuk meminimalkan risiko cedera atau kerugian akibat bangunan yang tidak aman pasca-gempa.
Di era digital yang serba cepat ini, penyebaran informasi, baik yang akurat maupun yang menyesatkan, dapat terjadi dalam hitungan detik. Terlebih lagi saat terjadi bencana alam seperti gempa bumi, masyarakat seringkali mencari informasi dengan cepat. Oleh karena itu, BMKG secara tegas mengimbau masyarakat untuk selalu mengandalkan informasi resmi yang bersumber dari kanal komunikasi mereka.