Hukrim

Aliansi Ragukan Klaim Bareskrim soal Pelaku Utama Kasus Nurhadi

×

Aliansi Ragukan Klaim Bareskrim soal Pelaku Utama Kasus Nurhadi

Sebarkan artikel ini
Aliansi Ragukan Klaim Bareskrim soal Pelaku Utama Kasus Nurhadi
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com– Polemik seputar kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan kembali mencuat usai pernyataan resmi dari Bareskrim Polri yang disampaikan di ntb/">Mapolda NTB pada Kamis, 10 Juli 2025. Dalam keterangan tersebut, pihak kepolisian menyebut telah menemukan dan menahan pelaku utama dalam kasus kematian yang dinilai janggal ini. Namun, pernyataan itu langsung menuai respons tajam dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB, yang menyuarakan keraguan atas kesimpulan yang terlalu dini dan dianggap tidak transparan.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Yan Mangandar Putra, kuasa hukum tersangka M sekaligus perwakilan dari aliansi tersebut. Ia menilai bahwa proses hukum yang selama ini berjalan tidak memberikan jaminan keadilan dan bahkan berpotensi melanggengkan kesalahan prosedural yang telah dilakukan sejak awal.

Yan menyebut bahwa sejak penemuan jenazah Brigadir Nurhadi yang meninggal tidak wajar, terdapat banyak kejanggalan dalam penanganan awal oleh Polres Lombok Utara dan Polda NTB. Menurutnya, aparat terlalu cepat menyimpulkan bahwa korban meninggal karena tenggelam tanpa melakukan investigasi forensik yang layak, yang menyebabkan keluarga korban pun awalnya menerima informasi yang menyesatkan.

Baca Juga :  Viral! Remaja di Mataram Dikeroyok Saat Melerai Perkelahian di Restoran Siap Saji

“Bayangkan, jenazah dilihat oleh begitu banyak polisi dan dokter di RS Bhayangkara. Bagaimana mungkin tidak ada yang curiga melihat bekas kekerasan di tubuh korban? Padahal secara kasat mata pun bisa dikenali,” ujar Yan, Sabtu (12/7).

Kecurigaan tersebut kemudian terbukti setelah proses ekshumasi dilakukan. Hasil otopsi forensik menunjukkan bahwa dari ujung kepala hingga kaki, tubuh korban menunjukkan banyak luka kekerasan. Fakta ini pun semakin menegaskan bahwa narasi awal soal korban yang tenggelam sangat tidak berdasar.

Aliansi juga menyoroti hubungan hierarkis antara Brigadir Nurhadi dengan dua atasannya, yang disebut sebagai pihak terakhir yang bersama korban sebelum ditemukan tewas. Namun anehnya, relasi kuasa ini justru luput dari perhatian Polda NTB dalam proses penyelidikan.

Tak hanya itu, dua perempuan yang terlibat dalam kasus ini  yaitu tersangka M dan saksi P  juga disebut menjalani pemeriksaan awal tanpa pendamping hukum atau psikolog, terutama dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi NTB. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap potensi kriminalisasi dan intimidasi terhadap perempuan yang berada dalam situasi hukum yang kompleks.

Baca Juga :  Puluhan Barang Bukti 3C Dikembalikan Kepada Pemiliknya

“Tersangka Misri dan saksi Putri layaknya berada di ruang tanpa perlindungan. Tanpa pendamping, mereka sangat rentan dipaksa memberi pernyataan yang tidak akurat, bahkan bisa dijadikan kambing hitam,” tegas Yan.

Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB juga mengkritik kunjungan tiga anggota Bareskrim ke Rutan Polda NTB yang menemui tersangka Misri tanpa konfirmasi ke tim penasihat hukumnya. Meskipun Bareskrim mengklaim kunjungan itu hanya sebatas asistensi, langkah tersebut dianggap melanggar prinsip keadilan prosedural dan membuka ruang kecurigaan publik terhadap independensi aparat.

“Polri justru menciptakan celah untuk penilaian buruk publik terhadap kinerjanya. Tanpa transparansi, bagaimana mungkin kita bisa percaya hasil penyidikan?” ujar Yan lagi.

Merespons kondisi tersebut, aliansi mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda NTB Irjen Hadi Gunawan untuk membentuk tim khusus independen. Tim ini diminta melibatkan: Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Akademisi dan ahli independen, Kejaksaan Agung dan Kementerian Komunikasi dan Digital.

Baca Juga :  Ayah Pukuli dan Cubit Bayi Kandung, Ini Alasannya

Tujuannya adalah melakukan audit terhadap semua bukti elektronik, termasuk CCTV dan rekaman percakapan digital di ponsel milik korban serta pihak-pihak terkait. Aliansi menilai, investigasi berbasis teknologi forensik digital sangat krusial untuk mengungkap fakta-fakta yang mungkin disembunyikan atau dimanipulasi.

Aliansi memperingatkan bahwa kasus Brigadir Nurhadi berpotensi menjadi preseden buruk dalam sistem hukum nasional jika aparat penegak hukum tidak menunjukkan keseriusan dan ketegasan dalam mengusut tuntas pelaku yang sebenarnya.

“Jangan sampai pelaku sejati dengan motif bengisnya bisa ‘menertawakan’ institusi Polri karena merasa telah lolos dari jerat hukum berkat kelemahan sistem,” ucap Yan dengan nada tegas.

Ia juga meminta agar proses hukum tidak semata-mata ditujukan untuk memenuhi ekspektasi media, tetapi benar-benar menempatkan korban dan kebenaran sebagai fokus utama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *