Lombok Timur, Jurnalekbis.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar uji coba instrumen pemantauan pelaksanaan pencegahan dan penanganan korban Tindak Pidana seksual/">Kekerasan Seksual (TPKS) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Provinsi ini dipilih karena tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual.
Kegiatan berlangsung di tiga tingkatan pemerintahan, meliputi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat provinsi pada Senin (11/8), OPD Kota Mataram pada Selasa (12/8), dan OPD Kabupaten Lombok Timur pada Kamis (14/8).
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti, mengatakan data Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan 2023 menunjukkan sedikitnya 1.000 perempuan menjadi korban kekerasan di NTB sepanjang tahun lalu. Lombok Timur tercatat sebagai wilayah dengan jumlah kasus terbanyak di provinsi tersebut.

“Angka ini menjadi indikator penting untuk memahami situasi di wilayah NTB. Meski bersifat agregat, data ini mencerminkan urgensi penguatan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” ujarnya.
Secara nasional, Komnas Perempuan mencatat 56.185 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2024. Kekerasan seksual mendominasi dengan 20.471 kasus (36,43%), disusul kekerasan psikis 15.139 kasus (26,94%), kekerasan fisik 15.044 kasus (26,78%), dan kekerasan ekonomi 5.531 kasus (9,84%).
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) NTB, Surya Bahari, menyebut situasi di NTB sudah masuk kategori darurat kekerasan seksual dan pernikahan anak.
“Salah satu faktor pemicunya adalah tradisi kawin lari yang masih kuat di NTB. Praktik ini sering dimanfaatkan untuk melegitimasi perkawinan anak, yang akhirnya memperbesar risiko kekerasan seksual,” tegas Surya.
Instrumen yang diuji coba ini disusun Komnas Perempuan sejak 2024 untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi data secara sistematis terkait upaya pencegahan dan penanganan korban TPKS. Uji coba di NTB diharapkan dapat memastikan relevansi instrumen secara kontekstual sebelum diterapkan secara nasional.
Komnas Perempuan menegaskan, hasil uji coba akan menjadi bahan penyempurnaan agar instrumen mampu mendorong perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak-hak perempuan oleh negara maupun masyarakat di seluruh Indonesia.
