Jakarta, Jurnalekbis.com – Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00%. Keputusan ini diumumkan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi video usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 19–20 Agustus 2025.
Dengan keputusan tersebut, suku bunga Deposit Facility ikut turun menjadi 4,25% dan Lending Facility turun menjadi 5,75%. BI menegaskan langkah ini sejalan dengan rendahnya proyeksi inflasi, stabilnya nilai tukar Rupiah, serta kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Inflasi Terkendali, Pertumbuhan Ekonomi Menguat
Perry menjelaskan, inflasi Indonesia tetap terkendali di level 2,37% (yoy) pada Juli 2025, di bawah sasaran 2,5±1%. Inflasi inti hanya 2,32% (yoy) ditopang ekspektasi harga yang stabil, pasokan pangan terjaga, dan imported inflation yang rendah.
“Ke depan, inflasi tahun 2025 dan 2026 tetap diyakini berada dalam target 2,5±1%. Dengan kondisi ini, ruang penurunan suku bunga masih terbuka untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.
Ekonomi Indonesia sendiri mencatat pertumbuhan 5,12% (yoy) pada kuartal II 2025, lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya 4,87% (yoy). Pendorong utama berasal dari konsumsi rumah tangga, peningkatan investasi, hingga lonjakan ekspor akibat antisipasi tarif impor AS serta meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara.
Global Melemah, Indonesia Tetap Optimis
BI juga menyoroti pelemahan ekonomi global akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diperluas sejak 7 Agustus 2025, dari 44 negara menjadi 70 negara. Dampaknya, ekonomi dunia tahun ini diproyeksikan hanya tumbuh 3,0%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Meski begitu, BI menilai ekonomi Indonesia tetap solid. Kinerja neraca pembayaran terjaga dengan surplus perdagangan dan aliran modal asing yang terus masuk. Cadangan devisa per Juli 2025 tercatat tinggi di level 152 miliar dolar AS, setara 6,3 bulan impor.
“Nilai tukar Rupiah stabil dengan kecenderungan menguat. Hingga 19 Agustus 2025, Rupiah terapresiasi 1,29% dibanding akhir Juli,” jelas Perry.

Dorong Kredit dan Likuiditas
Meski likuiditas perbankan longgar, BI menilai penurunan suku bunga kredit masih berjalan lambat. Per Juli 2025, rata-rata bunga kredit tercatat 9,16%, nyaris stagnan dari bulan sebelumnya.
Untuk mempercepat transmisi kebijakan, BI memperkuat strategi operasi moneter pro-market, termasuk optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI). Sepanjang tahun hingga 19 Agustus 2025, BI telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp186,06 triliun dari pasar primer dan sekunder.
Selain itu, BI melanjutkan implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang hingga awal Agustus 2025 sudah menyalurkan Rp384 triliun. Dana ini mengalir ke sektor prioritas seperti pertanian, perumahan rakyat, transportasi, pariwisata, UMKM, hingga hijau/">ekonomi hijau.
Transaksi Digital Meroket
Kinerja sistem pembayaran juga mencatat tren positif. Pada Juli 2025, transaksi digital tumbuh 45,3% (yoy) mencapai 4,44 miliar transaksi. Khusus QRIS, pertumbuhan mencapai 162,77% (yoy).
BI juga memperluas adopsi QRIS antarnegara, termasuk kerja sama dengan Jepang dan Tiongkok, serta memperkenalkan QRIS Tanpa Pindai (TAP). Di sisi lain, transaksi ritel BI-FAST naik 37,56% menjadi 414,62 juta transaksi dengan nilai Rp1.016 triliun.
Ketahanan Perbankan Kuat
Ketahanan perbankan domestik dinilai solid. Rasio kecukupan modal (CAR) per Juni 2025 masih tinggi 25,81%. Likuiditas terjaga dengan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) 27,08%. Sementara rasio kredit bermasalah (NPL) terkendali di level 2,22% (bruto) dan 0,84% (neto).
“Stabilitas sistem keuangan tetap kuat. Kami terus memperkuat koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga ketahanan perbankan dari risiko global maupun domestik,” ujar Perry.
Outlook ke Depan
Dengan tren inflasi rendah, Rupiah stabil, dan cadangan devisa kuat, BI optimis ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas titik tengah proyeksi 4,6–5,4% pada 2025.
“Bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran akan terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan yang lebih tinggi, sejalan dengan program Pemerintah,” tegas Perry.
