Gaya Hidup

Rebo Bontong Jadi Daya Tarik Wisata, Bhayangkari Dorong Pelestarian Budaya Gili

×

Rebo Bontong Jadi Daya Tarik Wisata, Bhayangkari Dorong Pelestarian Budaya Gili

Sebarkan artikel ini
Rebo Bontong Jadi Daya Tarik Wisata, Bhayangkari Dorong Pelestarian Budaya Gili
Kunjungi Sosial Media Kami

Lombok Utara, Jurnalekbis.com – Ketua Bhayangkari Cabang Lombok Utara, Ny. Heny Agus Purwanta, menegaskan pentingnya menjaga tradisi Rebo Bontong atau ritual Mandi Safar sebagai identitas budaya masyarakat Gili sekaligus modal sosial dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di daerah itu.

Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri Gili Festival 2025 yang digelar di Gili Air, Desa Gili Indah, pemenang/">Kecamatan Pemenang, Rabu (20/8). Festival ini masuk dalam jajaran 110 Kharisma Event Nusantara (KEN) 2025 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

“Rebo Bontong adalah cara kita sebagai penghuni memaknai alam sebagai bagian dari pensucian diri. Kita mandi di laut untuk kembali suci, maka laut harus dijaga kesuciannya, tidak boleh rusak. Mensucikan diri berarti menggunakan air yang suci,” kata Ny. Heny.

Menurutnya, rangkaian tradisi mulai dari doa bersama, begibung (makan bersama), melarung miniatur kapal, hingga mandi laut tidak boleh dipandang sebatas seremoni. Lebih dari itu, ritual ini mencerminkan solidaritas, empati, dan kebersamaan yang menjadi kekuatan masyarakat lokal.

Baca Juga :  Pengusaha Hiburan NTB Kritik Penarikan Royalti Musik: Sistemnya Bikin Gaduh

“Gotong royong warga dalam menyiapkan hidangan, interaksi hangat dengan wisatawan, hingga kebersamaan di laut adalah simbol kekuatan budaya bernilai tinggi,” ujarnya.

Ny. Heny juga menekankan, Bhayangkari bukan hanya organisasi pendamping Polri, melainkan juga jalur komunikasi sosial yang mendukung kebijakan pemerintah, terutama dalam pelestarian budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Bhayangkari dan seluruh organisasi perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga budaya dan keseimbangan sosial. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyapa masyarakat sekaligus ikut menjaga warisan budaya,” tegasnya.

Ia menilai, ditetapkannya Rebo Bontong sebagai bagian dari KEN 2025 merupakan kebanggaan sekaligus peluang besar. Namun, peluang itu harus dirawat dengan inovasi berkelanjutan.

Baca Juga :  Waspada! Ini 5 Bahaya Serius Akibat Anak Kurang Tidur

“Meski festival ini mampu mendongkrak okupansi hotel hingga 100 persen, transformasi dan keberlanjutan tetap menjadi kunci. Generasi muda harus hadir dengan ide segar,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Biro SDM dan Organisasi Kementerian Pariwisata RI, Antonio Wasono Imam Prakoso, menyatakan KEN bukan sekadar kalender tahunan, melainkan sarana memperluas pasar wisata dan memperkuat ekonomi masyarakat.

“Gili Festival 2025 memadukan tradisi, seni, dan konservasi dengan latar keindahan tiga Gili. Dengan tema Feel the Sensation, Feel the Excitement, kami ingin wisatawan merasakan kegembiraan yang sama dengan masyarakat lokal,” ujarnya.

Antonio menambahkan, pengembangan event wisata harus berangkat dari unique selling point serta inovasi kreatif agar mampu menarik lebih banyak wisatawan. Kementerian menargetkan 16 juta wisatawan mancanegara, 1,08 miliar pergerakan wisatawan nusantara, dan 25,8 juta tenaga kerja sektor pariwisata pada 2025.

Baca Juga :  Dharma Wacana: Transformasi Spiritual Warga Binaan Lapas Lombok Barat

Untuk itu, Kemenparekraf menyiapkan lima program unggulan, yakni transformasi digital pariwisata (tourism 5.0), gerakan wisata bersih, penguatan gastronomi, pengembangan merry and wellness tourism, serta penyelenggaraan event global berbasis budaya lokal dan desa wisata.

Di akhir pernyataannya, Ny. Heny menekankan pentingnya menyeimbangkan modernisasi dengan kearifan lokal. Menurutnya, modernisasi hanyalah alat, sementara budaya adalah citra masyarakat yang harus dijaga.

“Pelestarian budaya adalah citra masyarakat lokal yang arif sekaligus modal sosial pariwisata. Jika dikelola tepat, hasilnya bisa maksimal,” ujarnya.

Ia menutup dengan komitmen Bhayangkari untuk terus terlibat dalam kegiatan budaya dan pariwisata, baik skala lokal maupun nasional.

“Bahagia itu ketika kita bisa membuat banyak orang ikut berbahagia. Melalui pelestarian budaya seperti Rebo Bontong, kita mewujudkan kebahagiaan bersama yang berdampak luas bagi masyarakat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *