Hukrim

PWI NTB Kecam Pemanggilan 7 Media oleh Polres Sumbawa: Ancaman Kebebasan Pers

×

PWI NTB Kecam Pemanggilan 7 Media oleh Polres Sumbawa: Ancaman Kebebasan Pers

Sebarkan artikel ini
PWI NTB Kecam Pemanggilan 7 Media oleh Polres Sumbawa: Ancaman Kebebasan Pers
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com – Langkah Polres Sumbawa yang memanggil klarifikasi tujuh media di Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dari seorang pelapor bernama Lusi menuai sorotan tajam. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB menilai tindakan tersebut berpotensi menjadi alat pembungkaman dan mencederai kebebasan pers di Indonesia.

Ketua PWI NTB, Ahmad Ikliludin, menegaskan pemanggilan klarifikasi terhadap jurnalis dan media tidak bisa dipandang ringan. Menurutnya, hal itu justru menunjukkan kurangnya pemahaman aparat kepolisian terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjadi pedoman profesi wartawan.

“Kami sayangkan, pemanggilan klarifikasi terhadap tujuh media di NTB ini. Langkah itu bisa menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers yang dijamin konstitusi,” kata Ikliludin dalam keterangan tertulis, Kamis (21/8/2025) malam.

Baca Juga :  BI NTB dan Polda Bersama Musnahkan Uang Palsu Hasil Temuan 18 Tahun

Ikliludin, yang juga jurnalis senior Radar Lombok, menegaskan bahwa pemberitaan yang dipersoalkan oleh pelapor telah sesuai dengan aturan pers. Ia mengaku sudah mencermati konten yang dimuat media dan menemukan bahwa liputan dilakukan berdasarkan fakta serta melalui proses konfirmasi yang memadai.

“Wartawan yang menulis berita berdasarkan fakta dan mengikuti Kode Etik Jurnalistik dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Itu jelas tercantum dalam Pasal 17,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pemanggilan jurnalis untuk dimintai keterangan dalam kasus pemberitaan berpotensi melanggar Pasal 8 UU Pers. Aturan itu secara tegas menyebutkan jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.

“Jurnalis harus bisa bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga :  Tahanan Rumah untuk IWAS: Hak Disabilitas dalam Proses Hukum

PWI NTB menilai langkah penyidik Polres Sumbawa keliru karena memposisikan persoalan pemberitaan sebagai tindak pidana. Padahal, sengketa pemberitaan sejatinya merupakan ranah etik, bukan hukum pidana.

“Jika ada pihak yang merasa dirugikan, mekanismenya sudah jelas. Bisa menggunakan hak jawab atau hak koreksi. Itu diatur dalam UU Pers, bukan dibawa ke ranah pidana,” jelas Ikliludin.

Ia juga mengingatkan penyidik agar menghormati Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2/DP/MoU/II/2017 dan B/15/II/2017. Dalam MoU itu, disebutkan bahwa setiap laporan terkait pemberitaan harus diarahkan terlebih dahulu ke Dewan Pers untuk diselesaikan secara berjenjang.

Atas dasar itu, PWI NTB mendesak Polres Sumbawa segera mencabut surat pemanggilan terhadap tujuh media yang terlibat dalam kasus ini. Langkah tersebut dinilai penting untuk mengembalikan kepercayaan publik sekaligus memastikan jurnalis bisa bekerja tanpa rasa takut.

Baca Juga :  Dua Tahanan Kejari Mataram Kabur Usai Sidang, Satu Menyerahkan Diri

“Kami minta Polres Sumbawa menghormati UU Pers dan MoU yang ada. Jangan sampai pemanggilan ini mencederai kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi,” ucapnya.

Selain itu, PWI NTB juga mengimbau para jurnalis untuk tetap berpegang pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik dalam melaksanakan tugas-tugas liputan.

“Wartawan harus profesional, bekerja berdasarkan fakta, dan mematuhi kode etik. Dengan begitu, kebebasan pers tetap terjaga dan masyarakat mendapat informasi yang akurat,” tandas Ikliludin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *