Hukrim

Kasus Laka Lantas di Lotim Dihentikan, Tersangka Wajib Jalani Sanksi Sosial 180 Jam

×

Kasus Laka Lantas di Lotim Dihentikan, Tersangka Wajib Jalani Sanksi Sosial 180 Jam

Sebarkan artikel ini
Kasus Laka Lantas di Lotim Dihentikan, Tersangka Wajib Jalani Sanksi Sosial 180 Jam

Mataram, Jurnalekbis.com —Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) kembali menghentikan proses penuntutan hukum melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) terhadap satu perkara dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur. Penghentian penuntutan ini dipimpin langsung oleh Kepala Kejati NTB, Wahyudi, S.H., M.H., dalam ekspose RJ Mandiri yang digelar secara hybrid pada Rabu (3/12).

Perkara yang disetujui untuk dihentikan penuntutannya melibatkan tersangka berinisial LMAI, yang sebelumnya diduga melanggar Pasal 310 ayat (4), ayat (3), dan ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kasus ini diajukan untuk RJ setelah seluruh unsur yang menjadi syarat restoratif, termasuk perdamaian dengan korban, terpenuhi.

Kepala Kejati NTB, Wahyudi, menegaskan bahwa proses RJ bukan berarti pelaku bebas dari tanggung jawab. Mekanisme ini tetap mensyaratkan adanya sanksi sosial yang wajib dilaksanakan sebagai bagian dari pemulihan dan pertanggungjawaban moral.

Baca Juga :  Curi Mio Merah Saat Korban Lalai, Pria di Labuapi Diringkus Polisi

“Saya minta agar sanksi sosial yang dijatuhkan kepada pelaku diawasi pelaksanaannya. Laporan harus dibuat berjenjang dan nantinya dilaporkan ke JAMPIDUM,” tegas Wahyudi dalam arahannya.

Sanksi sosial yang dijatuhkan kepada tersangka LMAI adalah bekerja sebagai Pekerja Sosial Pengajar, yakni menjadi guru matematika selama tiga bulan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Aikmel, Lombok Timur. Pelaksanaan dilakukan selama 2 jam per hari, dengan total kewajiban 180 jam.

Menurut Kejati NTB, penjatuhan sanksi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar, sekaligus memastikan pelaku tetap memperoleh tanggung jawab sosial meskipun penuntutannya dihentikan.

Ekspose RJ Mandiri ini dihadiri Wakil Kepala Kejati NTB, Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum), para Kasi di bidang pidum, Kepala Kejari Lombok Timur, serta jaksa fasilitator yang mengikuti secara daring. Kejaksaan menilai perkara ini memenuhi seluruh unsur yang diatur dalam pedoman RJ, termasuk adanya kesepakatan damai antara pelaku dan keluarga korban.

Baca Juga :  Pria Asal Sandubaya Diamankan Polsek Mataram Usai Curi Dua Handphone di Selagalas

Penerapan Restorative Justice di NTB terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Kejati menilai pendekatan pemulihan ini mampu menjadi solusi bagi perkara-perkara tertentu, terutama kasus yang tidak menimbulkan niat jahat atau perbuatan disengaja, seperti kecelakaan lalu lintas. Tujuannya, mengurangi beban perkara di pengadilan sekaligus mengedepankan penyelesaian yang lebih humanis.

Restorative Justice sendiri merupakan kebijakan hukum yang menekankan pada pemulihan keadaan sebelum kejahatan terjadi, bukan sekadar menghukum pelaku. Mekanisme ini melibatkan pelaku, korban, keluarga, serta masyarakat untuk mencapai kesepakatan damai yang menguntungkan semua pihak.

Kejati NTB juga menekankan bahwa pelaksanaan RJ tetap dilakukan secara selektif dan terukur. Tidak semua perkara dapat diajukan untuk RJ, dan hanya perkara dengan syarat kumulatif tertentu yang bisa diproses. Dalam perkara LMAI, Kejaksaan menyatakan korban maupun keluarga telah menerima permintaan maaf pelaku dan menyepakati penyelesaian secara damai.

Baca Juga :  Modus Edan! Sabu Lewat Dubur & Ganja 27 Kg di Lombok

Meski penuntutan dihentikan, Kejaksaan tetap memastikan pengawasan terhadap pelaksanaan sanksi sosial berjalan dengan ketat. Jika pelaku tidak menjalankan kewajibannya, maka status RJ dapat dievaluasi kembali.

Dengan adanya keputusan ini, Kejati NTB berharap pendekatan keadilan restoratif dapat mendorong masyarakat lebih memahami bahwa penyelesaian perkara tidak selalu harus melalui pidana penjara. Alternatif pemulihan seperti RJ dinilai lebih efektif untuk kasus-kasus tertentu, terutama yang melibatkan ketidaksengajaan dan tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *