Mataram, Jurnalekbis.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram kembali menetapkan dan menahan satu tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan aset tanah pertanian milik Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat. Tersangka berinisial MA, seorang pihak swasta, resmi ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Dr. Gde Made Pasek Swardhyana, mengatakan penahanan dilakukan setelah penyidik merampungkan rangkaian pemeriksaan saksi dan ahli, serta memperoleh alat bukti yang cukup. MA diduga berperan aktif dalam perkara penyalahgunaan aset tanah yang berlokasi di Desa Bagik Polak, Kabupaten Lombok Barat.
“Pada hari ini penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka MA dan selanjutnya dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Lapas Kelas IIA Lombok Barat di Kuripan selama 20 hari ke depan,” ujar Gde Pasek, Jumat (tanggal penahanan).
Kasus ini sebelumnya telah menyeret dua tersangka lain, yakni AAP selaku Kepala Desa Bagik Polak dan BMF, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat. Keduanya lebih dulu ditahan setelah penyidik menilai perannya signifikan dalam dugaan peralihan atau penguasaan aset tanah pemerintah daerah secara melawan hukum.
Dalam perkara ini, tanah pertanian yang seharusnya menjadi aset Pemda Lombok Barat diduga dikuasai dan dimanfaatkan tidak sesuai ketentuan, melalui rangkaian perbuatan yang melibatkan unsur pemerintah desa, aparatur pertanahan, dan pihak swasta.
Berdasarkan hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan para tersangka telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp958.133.000 atau hampir Rp1 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka MA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal tersebut mencakup pidana penjara dan denda.
Kejaksaan menegaskan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, guna mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, maupun mengulangi perbuatannya.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Ini merupakan bagian dari upaya serius Kejaksaan Negeri Mataram dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah hukum kami,” tegas Gde Pasek.
Penyidik Kejari Mataram memastikan proses hukum masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain, seiring pendalaman peran masing-masing pihak dalam kasus penguasaan aset tanah milik pemerintah daerah tersebut.












