News

LIDI Foundation: Jangan Abaikan Penyandang Disabilitas Saat Bencana!

×

LIDI Foundation: Jangan Abaikan Penyandang Disabilitas Saat Bencana!

Sebarkan artikel ini
LIDI Foundation: Jangan Abaikan Penyandang Disabilitas Saat Bencana!
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com –  Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2025 di Nusa Tenggara Barat (NTB) seharusnya menjadi panggung evaluasi komprehensif terhadap kemampuan daerah dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam. Namun, sorotan tajam justru tertuju pada satu aspek krusial yang masih jauh dari kata memadai: perlindungan dan evakuasi kelompok rentan, terutama penyandang disabilitas.

Berbagai simulasi evakuasi yang digelar di sejumlah kabupaten dan kota di NTB dalam rangka menyambut HKB tahun ini justru memunculkan gambaran yang mengkhawatirkan. Alih-alih menunjukkan kesiapan yang optimal, simulasi-simulasi tersebut justru menguak tantangan besar dalam mengevakuasi penyandang disabilitas dengan aman dan bermartabat.

Akses jalan evakuasi yang terjal dan tidak ramah bagi pengguna kursi roda, minimnya ramp atau jalur landai di gedung-gedung publik yang seharusnya menjadi tempat berlindung sementara, hingga ketiadaan alat bantu evakuasi khusus untuk individu dengan keterbatasan mobilitas menjadi pemandangan yang berulang dan memprihatinkan. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, terutama organisasi yang bergerak di bidang advokasi hak-hak disabilitas.

Lalu Wisnu Pradipta, seorang pegiat disabilitas sekaligus pendiri LIDI Foundation, dengan tegas menyampaikan kekecewaannya terhadap temuan dalam simulasi tersebut. Menurutnya, peringatan HKB 2025 seharusnya menjadi momentum untuk mengedepankan prinsip inklusivitas dalam setiap aspek penanggulangan bencana.

“Kita tidak bisa lagi hanya berbicara tentang kesiapsiagaan bencana secara umum. Kesiapsiagaan yang sejati adalah ketika semua warga negara, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk selamat dan terlindungi saat bencana datang,” ujar Lalu Wisnu dengan nada penuh harap. “Apa gunanya peringatan HKB jika dalam praktiknya, saudara-saudara kita penyandang disabilitas justru terabaikan dalam skenario evakuasi?”

Baca Juga :  Jalin Kebersamaan Ramadan, Pangdam IX/Udayana Silaturahmi di Bima

Lalu Wisnu menekankan bahwa infrastruktur yang inklusif bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah kebutuhan mendasar yang harus segera diwujudkan. Tanpa infrastruktur yang responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas, mereka akan menghadapi hambatan besar, bahkan bahaya maut, saat proses evakuasi berlangsung.

Dalam konteks kebencanaan, penyandang disabilitas merupakan kelompok yang memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Keterbatasan fisik, sensorik, intelektual, atau psikososial yang mereka miliki dapat menjadi penghalang signifikan dalam proses evakuasi mandiri. Oleh karena itu, kehadiran infrastruktur yang inklusif dan dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifik mereka menjadi krusial untuk menjamin keselamatan dan martabat mereka.

LIDI Foundation, di bawah kepemimpinan Lalu Wisnu Pradipta, telah lama mengadvokasi pentingnya perbaikan infrastruktur yang berperspektif inklusi di NTB. Mereka meyakini bahwa peringatan HKB 2025 harus menjadi katalisator untuk tindakan nyata dalam mewujudkan lingkungan yang aman dan aksesibel bagi semua.

Beberapa poin mendesak yang diajukan oleh LIDI Foundation sebagai langkah konkret yang perlu segera diimplementasikan meliputi:

  • Prioritaskan Pembangunan Jalur Evakuasi yang Sepenuhnya Ramah Disabilitas: Setiap jalur evakuasi yang ditetapkan harus memenuhi standar aksesibilitas universal. Ini berarti memastikan adanya ramp dengan kemiringan yang sesuai standar, permukaan yang tidak licin dan aman untuk berbagai jenis alat bantu mobilitas, serta lebar yang memadai untuk kursi roda dan pendamping. Jalur evakuasi yang ada saat ini seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi penyandang disabilitas, alih-alih menjadi solusi penyelamatan.
  • Investasi pada Alat Bantu Evakuasi yang Tepat Guna: Gedung-gedung bertingkat yang difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara harus dilengkapi dengan alat bantu evakuasi khusus, seperti kursi evakuasi (evacuation chair) yang dirancang untuk memudahkan petugas atau relawan dalam mengevakuasi individu dengan mobilitas terbatas melalui tangga. Di wilayah pesisir yang rawan tsunami, ketersediaan papan evakuasi apung yang stabil dan mudah digunakan oleh penyandang disabilitas juga menjadi prioritas.
  • Gencarkan Pelatihan Evakuasi Inklusif bagi Petugas dan Relawan: Kesiapsiagaan bencana yang efektif tidak hanya bergantung pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam proses penanggulangan. Petugas BPBD, relawan, hingga unsur masyarakat lainnya perlu mendapatkan pelatihan khusus mengenai teknik-teknik evakuasi yang aman dan efektif bagi penyandang disabilitas dengan berbagai jenis keterbatasan. Pelatihan ini harus mencakup pemahaman tentang berbagai jenis disabilitas, cara berkomunikasi yang efektif, serta teknik pertolongan yang tepat.
  • Sediakan Rambu Evakuasi yang Dapat Diakses oleh Semua: Rambu-rambu petunjuk evakuasi yang umum digunakan saat ini seringkali hanya mengandalkan simbol visual yang mungkin tidak dapat dipahami oleh penyandang disabilitas sensorik, seperti tunanetra atau individu dengan gangguan pendengaran. Oleh karena itu, rambu evakuasi di masa depan harus dirancang secara inklusif dengan mempertimbangkan penggunaan simbol taktil (braille), audio (suara), serta visual yang jelas dan mudah dipahami oleh semua orang.
  • Lakukan Audit Aksesibilitas Infrastruktur Secara Berkala: Pemerintah daerah perlu melakukan audit rutin terhadap seluruh fasilitas publik, termasuk gedung perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya, untuk mengevaluasi tingkat aksesibilitasnya dalam konteks kedaruratan. Proses audit ini harus melibatkan partisipasi aktif dari perwakilan organisasi penyandang disabilitas agar perspektif dan kebutuhan mereka dapat terakomodasi secara komprehensif. Hasil audit ini kemudian harus menjadi dasar untuk perbaikan dan penyesuaian infrastruktur yang diperlukan.
Baca Juga :  NTB Surplus Beras: Bulog Amankan Stok Hingga 17 Bulan.

Lalu Wisnu Pradipta menegaskan bahwa mewujudkan kesiapsiagaan bencana yang inklusif membutuhkan kolaborasi yangSolid dan terkoordinasi dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, melalui BPBD, Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, serta instansi terkait lainnya, harus bekerja sama erat dengan organisasi-organisasi penyandang disabilitas, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat umum.

“Perbaikan ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Kita butuh sinergi dan komitmen bersama untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan program penanggulangan bencana benar-benar mempertimbangkan kebutuhan seluruh warga negara, termasuk penyandang disabilitas,” tegas Lalu Wisnu.

Setiap perencanaan pembangunan infrastruktur baru maupun rehabilitasi pasca-bencana harus mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusivitas sejak tahap awal. Alokasi anggaran daerah juga harus mempertimbangkan kebutuhan untuk mewujudkan infrastruktur yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat.

Baca Juga :  Pengamanan Muktamar KAMMI XIII Diperketat, Polda NTB Siapkan Teknologi Modern

Peringatan HKB 2025 di NTB adalah momentum krusial untuk melakukan refleksi mendalam dan mengambil tindakan nyata. Kesiapsiagaan bencana yang sejati adalah ketika tidak ada satu pun warga negara yang tertinggal atau terabaikan dalam upaya penyelamatan diri. Infrastruktur inklusif bukan lagi sekadar aspirasi, melainkan sebuah imperatif moral dan tanggung jawab kolektif.

Saatnya bagi NTB untuk membuktikan komitmennya dalam melindungi seluruh warganya. Langkah-langkah konkret menuju infrastruktur yang inklusif dan sistem evakuasi yang responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas harus segera diwujudkan. Jangan sampai HKB tahun depan kembali menjadi pengingat akan ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam menghadapi ancaman bencana. Masa depan keselamatan dan kesejahteraan seluruh masyarakat NTB bergantung pada tindakan kita hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *