Mataram, Jurnalekbis.com – Kabar mengejutkan datang dari Kota Mataram. Tiga remaja pria berinisial BA, W, dan MII harus berurusan dengan hukum setelah Tim Resmob Polresta Mataram berhasil mengamankan mereka pada Sabtu (31/05/2025). Ketiganya diduga kuat terlibat dalam kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur, seorang perempuan berusia 14 tahun berinisial ZS, yang berasal dari Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Kasus ini sontak menyita perhatian publik, menyoroti urgensi perlindungan anak di tengah maraknya kekerasan/">kasus kekerasan seksual.
Peristiwa ini mulai terungkap setelah keluarga korban, diwakili oleh M, melaporkan insiden ini ke Polresta Mataram. Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Mataram.
Kanit PPA Sat Reskrim Polresta Mataram, Iptu Eko Ari Prastya SH, menjelaskan bahwa pihaknya segera melakukan serangkaian penyelidikan intensif. “Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan hasil Visum Et Repertum dari pihak Rumah Sakit, tim kami langsung menyelidiki keberadaan para terduga hingga akhirnya berhasil kami amankan. Mereka kami amankan di wilayah Kota Mataram,” ujar Iptu Eko pada Minggu (01/06/2025).
Proses penyelidikan ini melibatkan pengumpulan keterangan dari berbagai saksi kunci, serta pemeriksaan medis yang menjadi bukti krusial dalam kasus semacam ini. Visum Et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sangat penting untuk membuktikan adanya tindak kekerasan seksual.
Tindak pidana persetubuhan ini diperkirakan terjadi pada tanggal 23 Mei 2025, sekitar pukul 23:20 WITA. Saat itu, pelapor, yang merupakan keluarga korban, terbangun dengan maksud buang air kecil dan terkejut mendapati pintu kamar korban terbuka. Kecemasan memuncak ketika korban tidak ditemukan di dalam kamar maupun di sekitar rumah setelah dicari. Korban sempat menghilang selama beberapa hari, menciptakan kekhawatiran mendalam bagi keluarganya.
Titik terang mulai muncul pada Jumat, 30 Mei 2025. Anak pelapor mencoba menghubungi IN, seorang teman perempuan dari salah satu terduga, untuk menanyakan keberadaan ZS. IN kemudian mencoba menghubungi teman lelakinya, terduga BA, untuk menanyakan hal serupa. BA menjawab bahwa ia sedang menemani seorang teman perempuannya di salah satu kos-kosan.

Pertemuan pun disepakati. BA berjanji akan menjemput IN di Jembatan Loang Baloq Tanjung Karang. Momen inilah yang dimanfaatkan oleh keluarga korban dan kepala dusun (kadus) setempat. Mereka telah menunggu dan bersembunyi di sekitar lokasi.
“Saat terlapor BA tiba menjemput IN di jembatan Loang Baloq, beberapa keluarga korban dan kadus yang sengaja menunggu di sekitar lokasi dan bersembunyi langsung mengamankan terduga BA dan meminta untuk diantar di mana korban berada,” jelas Iptu Eko.
Setelah BA diamankan, ia kemudian diminta untuk menunjukkan lokasi korban. Mereka tiba di salah satu kos-kosan di wilayah Kecamatan Sekarbela. Di sana, korban ZS akhirnya ditemukan. Dalam pertemuan emosional tersebut, ZS mengakui kepada pelapor bahwa dirinya telah disetubuhi oleh tiga laki-laki, yaitu BA, W, dan MII.
Tanpa menunggu lama, ketiga terduga pelaku langsung dibawa oleh keluarga pelapor dan kadus ke Unit PPA Polresta Mataram untuk membuat Laporan Polisi. Langkah cepat ini menunjukkan tekad keluarga korban untuk mencari keadilan bagi putri mereka.
“Jadi saat itu pula ketiga terlapor dibawa langsung oleh keluarga pelapor dan kadus ke Unit PPA Polresta Mataram dan membuat Laporan Polisi,” imbuh Iptu Eko.
Penyelidikan mendalam akan terus dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan masing-masing pihak dalam kasus ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.
Berdasarkan keterangan awal saat diinterogasi, terduga BA mengakui perannya dalam membawa korban ke tempat kejadian perkara (kos-kosan). Lebih lanjut, BA juga mengaku telah melakukan persetubuhan dengan korban, dan menyatakan bahwa W serta MII juga turut serta melakukan perbuatan tersebut.
Pengakuan BA menjadi kunci penting dalam pengembangan kasus ini. “Berdasarkan keterangan dari Terlapor BA, maka dua terlapor/terduga lainnya akhirnya berhasil pula diamankan beberapa saat setelah mengamankan BA,” tegas Iptu Eko. Penangkapan W dan MII menunjukkan efektivitas kerja tim kepolisian dalam menindaklanjuti informasi yang diperoleh dari terduga utama.
Atas perbuatan mereka, para terduga pelaku dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka dikenakan Pasal 81 ayat (1) Jo. Pasal 76D dan atau Pasal 82 ayat (1) Jo. Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Pasal-pasal ini secara spesifik mengatur tentang tindak pidana persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap anak. Ancaman hukuman yang berat menanti para pelaku, menunjukkan komitmen negara dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Hukuman penjara bisa mencapai belasan tahun, tergantung pada tingkat keparahan dan unsur-unsur yang terbukti di pengadilan.