Kesehatan

Arumi Diamputasi, Keluarga Sorot Kelalaian Sistem Rujukan dan SDM Medis di NTB

×

Arumi Diamputasi, Keluarga Sorot Kelalaian Sistem Rujukan dan SDM Medis di NTB

Sebarkan artikel ini
Arumi Diamputasi, Keluarga Sorot Kelalaian Sistem Rujukan dan SDM Medis di NTB
Dian Wahyuni kuasa hukum Arumi
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, BJurnalekbis.com– Tragedi medis menimpa jurnalekbis.com/tag/arumi/">Arumi, balita perempuan berusia 16 bulan asal Desa Tambe, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia terpaksa menjalani amputasi tangan kanan setelah mengalami serangkaian penanganan medis yang dinilai lamban, tidak tepat, dan minim pengawasan profesional. Kuasa hukum keluarga Arumi, Dian Wahyuni, menyebut bahwa kronologi penanganan Arumi sejak dari Puskesmas Bolo hingga RSUD Bima menunjukkan adanya indikasi kuat kelalaian dalam pelayanan kesehatan.

Dian Wahyuni menjelaskan bahwa berdasarkan dialog langsung dengan pihak Puskesmas Bolo, proses pemasangan infus di tangan kanan Arumi dilakukan oleh perawat tanpa pengawasan dokter. Ia juga menyoroti bahwa tidak ada dokter yang standby di puskesmas tersebut, baik pada dinas siang maupun malam. Dokter hanya tersedia secara on call, yang artinya tidak berada di tempat secara langsung saat dibutuhkan.

“Perawat mengakui bahwa tindakan medis seperti pemasangan infus dilakukan tanpa dokter. Ini jelas pelanggaran prosedur, apalagi pasien adalah balita yang rentan,” ungkap Dian dalam pernyataannya.

Setelah dirujuk dari puskesmas karena demam dan muntah, Arumi dibawa ke RS Sondosia. Namun, menurut keterangan Dian, selama 48 jam pertama, Arumi hanya mendapatkan perawatan kompres air dingin pada tangan kanannya yang sudah mulai membengkak dan menghitam.

Baca Juga :  Tiga Orang Pengunjung Cafe Positif Narkotika Saat Razia Operasi Bersinar BBNP

“Selama 48 jam itu, tidak ada tindakan medis berarti. Dokter spesialis anak, dr. Ayu, baru datang 17 jam setelah Arumi masuk rumah sakit. Itu pun hanya melihat, bukan memeriksa secara menyeluruh. Padahal tangannya sudah kaku,” tegas Dian.

Permasalahan menjadi semakin pelik karena dokter yang memberi rujukan dari Puskesmas Bolo, yakni dr. Heny, mengaku tidak mengetahui kondisi tangan kanan Arumi yang membengkak saat merujuk pasien ke RS Sondosia. Ia menyebut bahwa saat itu melihat Arumi dalam posisi digendong, sehingga tidak menyadari ada masalah pada tangan korban.

“Ini membuktikan lemahnya koordinasi antarfasilitas kesehatan, serta tidak adanya resume medis yang memadai dari puskesmas ke rumah sakit. Resume dari ketiga fasilitas belum kami terima hingga kini,” ujar Dian.

Arumi kemudian dirujuk ke RSUD Bima. Sayangnya, penanganan medis kembali tidak sesuai ekspektasi. Ia harus menunggu 17 jam di IGD sebelum tindakan medis dilakukan. Menurut Dian, ketika ibu Arumi menangis histeris meminta perhatian, barulah dokter spesialis bedah, dr. Gani, datang memeriksa. Namun dokter tersebut langsung menyatakan bahwa kasus Arumi bukan merupakan kompetensinya, karena merupakan wewenang dokter spesialis ortopedi.

Baca Juga :  Sinergi DPR RI dan BBPOM Jaga Keamanan Pangan Selama Ramadhan

“Dokter Gani menyatakan kasus Arumi sudah terlalu parah dan bukan ranahnya. Akhirnya ditangani oleh dokter Zaky, spesialis ortopedi, yang melakukan dua kali operasi pembedahan,” ujar Dian.

Operasi pertama dilakukan pada bagian telapak tangan, yang disebut memiliki masalah pada pembuluh darah. Setelah itu, darah Arumi tidak mengalir, dan dilakukan operasi kedua pada punggung tangan kanan. Namun semua tindakan ini tidak menyelamatkan tangan Arumi, dan korban akhirnya dirujuk ke RSUP NTB untuk tindakan amputasi demi menyelamatkan nyawa.

Tindakan amputasi dilakukan di RSUP NTB pada 19 April dan 19 Mei 2025. Kini, Arumi dijadwalkan akan menjalani operasi bedah plastik pada Selasa, 17 Juni 2025, sebagai bagian dari proses rekonstruksi fisik dan pemulihan traumatis.

“Arumi sudah kehilangan tangan kanannya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah bagaimana kelalaian sistem kesehatan di berbagai tingkatan menyebabkan semua ini,” ujar Dian Wahyuni.

Baca Juga :  Para Petani di Lombok Tengah Mengaku Terbantu dengan Pengobatan Gratis HBK Peduli

Menanggapi kritik tajam dari kuasa hukum dan keluarga korban, Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan NTB, Tutik Hermawati, mengatakan bahwa proses rujukan yang dijalani Arumi telah dilakukan sesuai ketentuan sistem berjenjang.

“Pasien dirujuk mulai dari puskesmas, rumah sakit tipe D, C, hingga akhirnya ke rumah sakit tipe A seperti RSUP NTB. Ini sudah sesuai sistem yang berlaku,” ujar Tutik.

Namun demikian, Tutik mengakui perlunya evaluasi internal terhadap pelaksanaan prosedur pelayanan dan sistem rujukan.

“Kami minta waktu untuk melakukan evaluasi pelayanan. Rekomendasi akan keluar dari MBP (Majelis Badan Pertimbangan), baik dari aspek sistem maupun profesi tenaga medis,” pungkasnya.

Kuasa hukum keluarga Arumi menegaskan bahwa pihaknya masih membuka ruang dialog dan mediasi dengan pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan NTB. Namun jika tidak ada kejelasan atau penyelesaian yang berpihak kepada korban, mereka tidak segan membawa kasus ini ke jalur hukum.

“Ini menyangkut nyawa dan masa depan anak. Jika tak ada keadilan dalam mediasi, kami akan ambil langkah hukum,” tegas Dian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *