Mataram, Jurnalekbis.com — Dunia olahraga rekreasi nasional kembali diwarnai oleh aksi seru dan penuh strategi dari para penggemar airsoft gun. Dalam gelaran Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII 2025 yang berlangsung di Nusa Tenggara Barat (NTB), cabang olahraga airsoft menghadirkan pertandingan dengan format terbaru yang belum pernah dimainkan sebelumnya. Ketua Komisi Marsal Nasional Pengurus Besar Federasi indonesia/">Airsoft Indonesia (PBFAI), M. Ridho Hamzah, menyampaikan bahwa kali ini kompetisi akan berlangsung lebih dinamis berkat dukungan teknologi dan sistem pertandingan yang ketat.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, FORNAS VIII menghadirkan model pertandingan airsoft dengan sistem combat team 3 lawan 3. Pertarungan berlangsung di dua sisi lapangan yang disebut Field A dan Field B. Setiap tim terdiri dari tiga pemain aktif di lapangan, dengan durasi pertandingan dua babak masing-masing 5 menit.
“Model pertandingan yang kita mainkan di FORNAS ini adalah sistem combat. Tiga pemain dari tiap tim saling bertarung di lapangan dengan waktu permainan 5 menit per babak,” ujar Ridho Hamzah saat ditemui di lokasi pertandingan. Sabtu (26/7).
Jika skor imbang setelah dua babak, maka pertandingan dilanjutkan dengan babak tambahan selama 3 menit. Sistem ini menguji kecepatan, strategi, dan ketahanan tim dalam kondisi permainan cepat dan penuh tekanan.
Salah satu sorotan utama dalam pertandingan airsoft FORNAS VIII adalah penggunaan teknologi hit detector yang telah diadopsi dalam tiga turnamen terakhir Federasi Airsoft Indonesia (FII). Teknologi ini menggunakan rompi dan helm sensorik yang mampu mendeteksi peluru (BB) saat mengenai tubuh pemain.
“Begitu BB mengenai helm atau rompi, otomatis akan keluar bunyi. Itu menandakan bahwa pemain tersebut sudah terkena hit dan langsung dinyatakan gugur atau disqualifikasi,” jelas Ridho.
Penggunaan hit detector juga mengubah sistem penilaian. Jika perangkat ini digunakan, maka hanya bagian yang dilindungi helm dan rompi yang dianggap valid untuk hit. Namun, jika perangkat tidak digunakan, maka berlaku sistem all body hit—artinya seluruh tubuh pemain dari ujung kaki hingga kepala sah sebagai target.

Penggunaan teknologi ini dinilai sebagai bentuk modernisasi pertandingan airsoft sekaligus upaya menjaga fair play tanpa harus bergantung sepenuhnya pada keputusan manusia atau wasit di lapangan.
Pertandingan airsoft di FORNAS VIII NTB 2025 terbagi ke dalam empat kategori utama:
- AEG (Automatic Electric Gun) – 16 tim
- Spring Gun – 12 tim
- GBBR (Gas Blow Back Rifle) – 12 tim
- Mix Class – 12 tim
Totalnya, sebanyak 48 tim akan berlaga di babak penyisihan. Setiap kategori memiliki kekhasan tersendiri baik dari segi teknis maupun jenis senjata yang digunakan.
Yang menarik perhatian adalah kategori terbaru Mix Class yang baru pertama kali dimainkan di FORNAS. Dalam kategori ini, setiap tim harus menurunkan formasi kombinasi: satu unit AEG, satu unit GBBR, dan satu unit GBB (handgun).
“Ini baru kita mainkan di FORNAS kali ini. Di mix class, pemain menggunakan kombinasi senjata—AEG dan GBBR untuk rifle, dan satu unit GBB handgun,” ujar Ridho.
Pertandingan digelar di arena standar nasional berukuran 60 meter x 30 meter, sesuai Peraturan Organisasi (PO) Nomor 4 PBFAI. Arena dibagi menjadi dua field—Field A dan Field B—dengan masing-masing memiliki 10 obstacle.
Obstacle atau rintangan yang digunakan memiliki tinggi dan lebar bervariasi Rata-rata tinggi: 2 meter, Obstacle paling rendah: 1 meter, lebar 1,20 meter dan Obstacle tertinggi: 2 meter, lebar 1,40 meter.
“Obstacle ini sudah standar nasional sejak lama dan kita pakai di turnamen FORNAS juga. Penataan dan dimensi semua mengikuti PO Nomor 4,” tambah Ridho.
Obstacle tersebut tidak hanya menjadi penghalang visual dan fisik, tetapi juga penentu strategi. Pemain dituntut bergerak cepat, taktis, dan mampu memanfaatkan setiap rintangan untuk bertahan maupun menyerang.
FII dan PBFAI menaruh perhatian besar terhadap aspek keselamatan pemain, baik melalui penggunaan perangkat pelindung standar maupun teknologi hit detector. Para marshal (pengawas pertandingan) telah dilatih untuk mengawasi jalannya pertandingan secara objektif dan profesional.
Menurut Ridho, penggunaan hit detector sangat membantu marshal dalam mengidentifikasi pemain yang terkena tembakan tanpa harus melakukan intervensi manual. Hal ini juga meminimalisasi konflik antar tim dan menjaga sportivitas.
“Marshal sekarang tidak perlu mendebat apakah pemain terkena atau tidak. Sistem sudah otomatis. Begitu bunyi, itu tandanya kena. Sederhana dan fair,” tegasnya.
Dengan total 48 tim dari berbagai daerah di Indonesia dan arena yang telah memenuhi standar nasional, Ridho berharap kompetisi airsoft di FORNAS VIII dapat berjalan lancar dan aman.
“Kita berharap semua berjalan lancar dari hari ini sampai besok. Semua peserta juga antusias. Ini menjadi ajang pembuktian bahwa airsoft bukan sekadar hobi, tapi juga olahraga rekreasi yang butuh strategi dan koordinasi tinggi,” tutupnya.