Mataram, Jurnalekbis.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan capaian signifikan dalam kinerja ekspor bulan September 2024. Nilai ekspor NTB pada bulan tersebut mencapai US$ 244,14 juta, yang mencerminkan peningkatan tajam sebesar 186,24 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2023, yang hanya mencapai US$ 85,29 juta. Peningkatan ekspor ini merupakan sinyal positif bagi perekonomian daerah, khususnya di sektor pertambangan dan komoditas utama NTB.
Sebaliknya, impor NTB justru mengalami penurunan tajam pada periode yang sama. Nilai impor pada bulan September 2024 tercatat sebesar US$ 15,25 juta, turun 80,56 persen dibandingkan bulan Agustus 2024 yang mencapai US$ 78,45 juta. Jika dibandingkan dengan bulan September 2023, yang mencatat nilai impor US$ 33,09 juta, maka impor mengalami penurunan sebesar -53,91 persen.
Ketua Tim Statistik Distribusi dan Jasa BPS NTB, Sapwan, dalam rilis resmi yang disampaikan pada Selasa (15/10/2024) di Aula Tambora Kantor BPS NTB, menjelaskan bahwa peningkatan ekspor ini sebagian besar didorong oleh komoditas barang galian/tambang non-migas. “Meningkatnya nilai ekspor NTB didominasi oleh barang galian/tambang non-migas, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total ekspor,” jelasnya.
Komoditas yang mendominasi ekspor NTB pada bulan September 2024 adalah sebagai berikut:
- Barang Galian/Tambang Non Migas: US$ 238,93 juta (97,86 persen)
- Ikan dan Udang: US$ 3,54 juta (1,45 persen)
- Perhiasan/Permata: US$ 1,03 juta (0,42 persen)
- Daging dan Ikan Olahan: US$ 296.371 (0,12 persen)
- Garam, Belerang, Kapur: US$ 267.216 (0,11 persen)
- Biji-bijian Berminyak: US$ 55.346 (0,02 persen)
Dari data tersebut, terlihat jelas bahwa sektor tambang non-migas memberikan kontribusi terbesar, hampir mencapai 98 persen dari total ekspor. Komoditas lain seperti ikan, udang, perhiasan, dan produk olahan juga memberikan sumbangan yang cukup signifikan.

Sementara itu, pada sisi impor, NTB mencatat penurunan yang cukup tajam. Impor pada bulan September 2024 turun signifikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan juga tahun lalu. Jika dibandingkan dengan Agustus 2024 yang mencatat nilai impor sebesar US$ 78,45 juta, September 2024 hanya mencatat US$ 15,25 juta, mengalami penurunan sebesar 80,56 persen.
Begitu pula jika dibandingkan dengan September 2023, nilai impor menurun dari US$ 33,09 juta menjadi US$ 15,25 juta, atau turun sebesar -53,91 persen. Komoditas impor yang mendominasi pada bulan September 2024 adalah sebagai berikut:
- Mesin-Mesin/Pesawat Mekanik: 86,95 persen
- Mesin/Peralatan Listrik: 7,39 persen
- Benda-benda dari Besi dan Baja: 3,04 persen
- Besi dan Baja: 1,17 persen
- Perangkat Optik: 1,04 persen
- Plastik dan Barang dari Plastik: 0,09 persen
Mesin-mesin dan peralatan mekanik mendominasi impor NTB dengan kontribusi terbesar, mencapai 86,95 persen dari total impor. Penurunan nilai impor ini juga dapat memberikan implikasi positif bagi perekonomian, terutama dalam hal pengurangan defisit perdagangan dan ketergantungan terhadap produk impor.
Peningkatan ekspor yang signifikan, terutama pada barang galian dan tambang non-migas, menjadi angin segar bagi perekonomian NTB. Provinsi ini dikenal memiliki potensi besar dalam sektor pertambangan, dan peningkatan nilai ekspor menunjukkan bahwa sektor ini masih menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan untuk menciptakan diversifikasi ekspor agar tidak terlalu bergantung pada sektor tambang.
Penurunan impor, di sisi lain, bisa diartikan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor, terutama barang-barang teknologi tinggi seperti mesin-mesin dan peralatan listrik. Hal ini dapat membantu NTB dalam menyeimbangkan neraca perdagangan dan mengurangi defisit, terutama di tengah ketidakpastian global.
Namun demikian, penurunan impor juga harus dilihat dari sudut pandang kebutuhan industri. Mesin-mesin dan peralatan mekanik yang mendominasi impor biasanya digunakan dalam sektor industri manufaktur dan infrastruktur. Penurunan impor jenis ini bisa memberikan sinyal adanya perlambatan di sektor pembangunan atau industri yang mungkin disebabkan oleh faktor eksternal seperti penurunan permintaan atau penghematan biaya operasional.