Business

Membuka Peluang: NTB Bentuk Forum Pemagangan untuk Akses Kerja ke Jepang

×

Membuka Peluang: NTB Bentuk Forum Pemagangan untuk Akses Kerja ke Jepang

Sebarkan artikel ini
Membuka Peluang: NTB Bentuk Forum Pemagangan untuk Akses Kerja ke Jepang
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com – Dalam upaya memperluas akses tenaga kerja Nusa Tenggara Barat (NTB) ke pasar kerja Jepang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB mengadakan Rapat Koordinasi Pembentukan Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan (FKJP) Jepang. Kegiatan ini berlangsung di Aula Disnakertrans pada Jumat (01/11/2024) dan dihadiri oleh 34 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), di mana 14 di antaranya sudah memiliki izin Sending Organization (SO).

Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., dalam sambutannya menekankan bahwa regulasi penempatan kerja di Jepang sangat ketat. Penempatan tenaga kerja tidak dapat dilakukan secara langsung antara perusahaan (private to private) tetapi harus melalui jalur Government to Government (G to G) atau penempatan mandiri. “Perusahaan Jepang membuka kesempatan kerja, dan pencari kerja harus melamar langsung,” jelas Aryadi.

Disnakertrans juga tengah melaksanakan Pelatihan Daerah (Pelatda) bagi peserta magang ke Jepang. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan IM Japan, yang dilaksanakan oleh Disnakertrans NTB dan DPD Ikapeksi NTB. Pada bulan September lalu, seleksi kedua untuk tahun 2024 juga telah dilaksanakan, di mana 80 peserta telah dinyatakan lolos seleksi dan menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat ke Jepang.

Baca Juga :  Digitalisasi dan Pusat Data, Masa Depan Perfilman Indonesia

Kekurangan tenaga kerja terampil di Jepang, terutama di sektor kesehatan, manufaktur, dan pariwisata, menjadi latar belakang pentingnya inisiatif ini. Aryadi menjelaskan bahwa banyak perusahaan Jepang menawarkan pekerjaan tanpa adanya agensi yang bertanggung jawab langsung terhadap pekerja. Oleh karena itu, pembentukan FKJP menjadi sangat krusial agar semua lembaga yang mengirim pekerja dapat berkolaborasi dan saling berbagi informasi, terutama bagi lembaga yang sudah memiliki izin SO dan jaringan di Jepang.

“Selama dua tahun terakhir, kami melakukan pengawasan terhadap LPK dan perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI). Banyak kasus yang terjadi bukan hanya karena oknum perusahaan, tetapi juga mitra yang kurang memahami prosedur yang ada,” tambahnya.

Baca Juga :  Pertamina Patra Niaga Bersama Kejaksaan Kawal PSN Bima dan Kupang

Aryadi menegaskan pentingnya memiliki izin khusus, yakni sending order, bagi lembaga yang ingin mengirim pekerja ke Jepang. “Tidak boleh ada praktik kerja sama tidak resmi yang melibatkan lembaga atau perusahaan di luar NTB. Semua proses harus dilakukan di NTB dan tercatat secara resmi,” katanya.

Hingga saat ini, Disnakertrans Provinsi NTB telah menangani 128 tersangka dalam berbagai kasus yang melibatkan perusahaan penempatan pekerja. “Ada LPK yang tidak memiliki izin SO tetapi menjanjikan penempatan magang ke Jepang dan telah memungut biaya mencapai Rp1,6-1,7 miliar. Namun, 40-46 orang yang dijanjikan tersebut tidak kunjung diberangkatkan,” ungkapnya.

Disnakertrans juga mengusulkan agar regulasi terkait penempatan pekerja migran diperbarui, termasuk menaikkan minimal deposito perusahaan penempatan agar lebih kuat secara finansial dan memungkinkan penahanan aset perusahaan yang bermasalah. Aryadi menekankan, “Kami tidak ingin ada lagi yang terjerumus ke masalah hukum. Kami selalu membina lembaga-lembaga ini, tetapi jika sudah keterlaluan, kami harus menindak tegas.”

Baca Juga :  Fortifikasi Pangan: Solusi Cerdas Atasi Anemia dan Stunting

Dengan pembentukan FKJP Jepang, diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus yang tidak diinginkan dan mengelola potensi tenaga kerja yang ingin ke Jepang dengan lebih baik, khususnya dalam hal seleksi dan pelatihan. Aryadi mengonfirmasi bahwa meskipun belum ada kasus besar terkait penempatan pekerja ke Jepang, langkah preventif akan terus dilakukan untuk mencegah kerugian dan masalah hukum bagi tenaga kerja.

Forum ini diharapkan dapat berfungsi mirip dengan FKJP yang ada, di mana perusahaan dan lembaga pelatihan berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan keterampilan tenaga kerja sesuai standar perusahaan. “Melalui FKJP Jepang, kami berharap lembaga yang memiliki izin SO bisa membantu lembaga lain yang belum memiliki izin SO untuk meningkatkan kualitas mereka,” tutup Aryadi.

Dengan inisiatif ini, Disnakertrans Provinsi NTB berharap dapat memberikan akses yang lebih baik dan aman bagi tenaga kerja lokal menuju pasar kerja Jepang yang sangat kompetitif, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia di NTB.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *