Hukrim

Tahanan Rumah untuk IWAS: Hak Disabilitas dalam Proses Hukum

×

Tahanan Rumah untuk IWAS: Hak Disabilitas dalam Proses Hukum

Sebarkan artikel ini
Tahanan Rumah untuk IWAS: Hak Disabilitas dalam Proses Hukum
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com – Penetapan IWAS alias Agus (21), seorang penyandang disabilitas tanpa kedua lengan, sebagai tersangka dalam kasus seksual/">pelecehan seksual menarik perhatian publik dan memunculkan berbagai tanggapan dari ahli hukum hingga psikolog. Kasus ini menyoroti bagaimana hukum harus diterapkan secara adil tanpa diskriminasi, meskipun pelaku memiliki keterbatasan fisik.

Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, S.H., M.H., dalam konferensi pers menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan pendampingan kepada tersangka sejak laporan pertama diterima oleh pihak kepolisian. Pendampingan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan PP No. 39 Tahun 2020 tentang akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan.

Baca Juga :  Polresta Mataram Gelar KRYD Imbangan Akhir Pekan, Ciptakan Situasi Kamtibmas yang Kondusif

“Tidak serta merta kasus ini langsung menetapkan tersangka tanpa memperhatikan hak-hak disabilitas,” ujar Joko.

Hasil penilaian yang dilakukan KDD NTB menunjukkan bahwa meskipun IWAS kehilangan kedua lengannya, ia memiliki kemampuan menjalani aktivitas seperti orang pada umumnya. Tersangka diketahui mampu menyelam, mengendarai sepeda motor, hingga membuat konten media sosial. Hal ini menjadi salah satu dasar dalam penetapan status tersangka.

“Dengan kakinya, tersangka dapat melakukan fungsi tangan, termasuk tindakan fisik yang menjadi dasar penetapan tersangka,” jelas Joko.

Selain itu, kasus ini semakin mendapat sorotan setelah tiga korban anak-anak baru melapor, menjadikan total korban yang diduga mencapai enam orang. Joko menambahkan, jumlah ini masih dapat bertambah seiring proses investigasi lebih lanjut.

Baca Juga :   IWAS Alias Agus Buntung Sangkal Sebagian Kesaksian Korban

Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) NTB, Lalu Yulhaidir, S.Psi., M.Psi., menyoroti aspek psikologis dalam kasus ini. Menurutnya, pelaku menggunakan manipulasi emosi sebagai cara untuk menekan korban. Ketakutan, perasaan panik, hingga tidak berdaya menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku.

“Disabilitas bukanlah penghalang bagi seseorang untuk melakukan pelecehan seksual, baik secara fisik maupun psikologis,” ujar Yulhaidir.

Ia juga mengungkapkan bahwa ancaman verbal, seperti pembongkaran aib atau intimidasi terhadap korban, menjadi alat efektif yang digunakan pelaku. Hal ini membuat korban kehilangan kontrol dan merasa tidak memiliki pilihan lain.

Saat ini, IWAS menjalani tahanan rumah atas rekomendasi KDD NTB. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi fasilitas rumah tahanan yang belum memadai untuk penyandang disabilitas serta sikap kooperatif tersangka selama proses hukum.

Baca Juga :  Gara-gara Dimintai KTP Untuk Berkas Nikah, Pria di Sumbawa Aniaya Pacar

“Pendampingan dan pengawasan terus dilakukan agar proses hukum berjalan adil bagi semua pihak,” tambah Joko.

Pihak kepolisian bersama KDD NTB juga memastikan bahwa hak-hak tersangka sebagai penyandang disabilitas tetap dihormati, tanpa mengurangi ketegasan hukum dalam kasus ini.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *