Mataram, Jurnalekbis.com – Hari ini, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna Damanik bersama tim resmi mengunjungi Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Kedatangan mereka bertujuan untuk memastikan penerapan peraturan terkait akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses hukum, khususnya terkait kasus viral yang tengah menjadi sorotan publik. Kamis (5/12).
Dalam pertemuan tersebut, Jonna Damanik menyampaikan apresiasi atas upaya Polda NTB dalam menjalankan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
“Kami memastikan bahwa mandat perundang-undangan, terutama terkait akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses hukum, telah dilaksanakan dengan baik. Polda NTB sudah menunjukkan komitmennya,” ujar Jonna.
Menurutnya, implementasi peraturan ini bukan hanya tanggung jawab kepolisian, tetapi juga aparat penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan pengadilan. Dalam kasus ini, KND memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur dan prinsip profesionalisme.
Jonna menekankan pentingnya pandangan bahwa penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya. Hal ini berarti, dalam konteks hukum, mereka memiliki potensi untuk menjadi korban, saksi, maupun pelaku.
“Prespektif ini harus dipahami oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama. Soal bersalah atau tidak, itu menjadi wewenang pengadilan. Kami percaya Polda NTB bekerja dengan profesional, transparan, dan sesuai prosedur,” tambah Jonna.
Langkah afirmasi juga ditunjukkan oleh keputusan Polda NTB untuk menempatkan tersangka dalam tahanan rumah. Keputusan ini merupakan wujud pemenuhan hak disabilitas dan diapresiasi oleh KND sebagai kebijakan yang berani dan manusiawi.
Farida, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Komnas HAM NTB, turut memberikan pandangannya. Ia menyampaikan dukungan penuh terhadap upaya transparansi dan profesionalisme Polda NTB dalam menangani kasus ini.
“Kami sangat mengapresiasi langkah Polda NTB yang tidak hanya menjalankan amanat PP 39 Tahun 2020 tetapi juga memastikan semua pihak, baik korban maupun pelaku, mendapatkan pendampingan hukum yang memadai,” ujar Farida.
Menurutnya, penting bagi media untuk menyampaikan informasi secara berimbang, agar prinsip kemanusiaan tetap menjadi prioritas dalam pemberitaan. Farida juga mengingatkan pentingnya melindungi identitas korban, terutama dalam kasus kekerasan seksual, untuk menjaga psikologis korban.
Dalam pertemuan ini, berbagai lembaga turut hadir, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), Kementerian Sosial, dan lembaga terkait lainnya. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menangani kasus yang melibatkan penyandang disabilitas dengan pendekatan lintas sektor.
Farida juga menyoroti pentingnya memastikan sarana dan prasarana yang mendukung proses hukum sesuai dengan PP 39 Tahun 2020. Hal ini mencakup penyediaan aksesibilitas fisik, pendampingan hukum, serta layanan psikologis untuk korban.
Baik KND maupun Divisi Pelayanan Hukum dan HAM menggarisbawahi peran media dalam membangun opini publik yang seimbang. Informasi yang akurat, berimbang, dan tidak sensasional diperlukan agar masyarakat dapat memahami kasus ini dengan perspektif yang benar.
“Kami berharap media mengedepankan prinsip kemanusiaan, tidak hanya untuk korban tetapi juga pelaku. Transparansi dari Polda NTB sudah sangat baik, dan ini perlu diapresiasi,” tutup Farida.