Mataram, Jurnalekbis.com – Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) NTB sayangkan adanya pemangkasan anggaran pemerintah yang baru-baru dilakukan. Pasalnya, dengan kebijakan tersebut memberikan dampak kepada seluruh pelaku usaha pariwisata. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat menghambatan pertumbuhan sektor pariwisata.
Hal ini paling dirasakan oleh seluruh hotel di NTB yang menyediakan untuk kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions), khususnya hotel di kota. Kegiatan MICE sendiri cukup besar andilnya bagi hotel, terutama di hotel Mataram saja mencapai hingga 30-40 persen. Tak hanya ditengah kota, sebagian hotel di destinasi wisata juga merasakan dampaknya. Meskipun untuk kegiatan MICE tidak besar di tengah kota.
“Ketika berbicara kebijakan, tentunya multiplier effectnya besar. Jika ini terjadi sepanjang tahun 2025, maka semua akan berdampak, baik itu karyawan maupun UMKM akibat dari efisiensi yang dilakukan. Tapi kita harap jangan sampai ada pengurangan karyawan,” ujar Ketua IHMGA NTB, Lalu Kusnawa, Senin (17/2).
Jika melihat dua tahun terakhir, yakni di 2023 dan 2024 upaya promosi sudah dilakukan untuk mendatangkan sejumlah wisatawan. Mengingat, pada sebelumnya ada covid-19 sehingga promosi pariwisata terus digencarkan pasca covid-19. Namun, di tahun 2025 ini justru muncul kebijakan baru yang mana berdampak pada semua sektor, termasuk pariwisata.
“Nah di 2025 sebenarnya menurut kami dengan segala keterbatasan disinilah kita akan melihat situasi yang sebenarnya. Apakah kondisi pariwisata itu baik baik saja atau tidak baik baik saja. Apakah promosi yang dilakukan pada 2023-2024 berfungsi atau tidak,” terangnya.
Lebih lanjut, Kusnawan menyebutkan, bahwa pada tahun 2025 ini saatnya industri pariwisata berperang, karena tidak bisa jadikan acuan data tahun 2023 dan 2024 itu. “Istilahnya 2023 dan 2024 kita duduk saja tamu datang, sekarang 2025 ini apakah menjamin tamu mau datang,” ucapnya.
Kendati demikian, Ketika inpres (Instruksi Presiden kaitan pemangkasan anggaran,red) ini di keluarkan, IHGMA NTB berharap ada upaya-upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendukung industri pariwisata. Meskipun anggaran perjalanan dinas tidak ada, tetapi setidaknya ada upaya, apapun kegiatan dari luar yang bisa dibawa ke NTB.
“Kami tidak merengek, tidak cengeng, tapi kami akan berpikir out of the box. Apa yang bisa kita akrobatkan. Satu yang kita harapkan, yang tamu kapal pesiar, tentu harus ada yang menjembatani kerjasama antara kita dengan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Karena ini berbicara bisnis,” jelasnya.
Sementara itu, General Manager Prim Park Hotel, Mukaram, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang terus berlanjut.Mukaram menjelaskan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran ini akan berdampak signifikan pada pendapatan hotel, khususnya yang berasal dari kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
“Khususnya di tengah kota, dari MICE inilah yang paling besar dari sisi persentase market share yang menghasilkan revenue. Boleh dipastikan bahwa seandainya ada kebijakan pengetatan anggaran dari pemerintah, ini dikhawatirkan akan berimbas di berbagai sektor revenue dan sumber pendapatan hotel-hotel, khususnya yang bersumber pada MICE,” jelas Mukaram.
Ia menambahkan bahwa hotel-hotel di tengah kota sangat bergantung pada kegiatan MICE yang biasanya diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Jika kebijakan efisiensi anggaran ini terus berlanjut tanpa adanya revisi, hal ini akan memaksa pihak hotel untuk melakukan “akrobat” dalam mencari sumber pendapatan lain. “Biasanya kalau kondisi kepepet dan kebijakan itu tidak bisa diselesaikan, pasti kita akan berakrobat, kemana-mana. Kita harapkan akrobatnya bisa mengarah ke karyawan, tentunya yang pertama bergeser adalah karyawan. Bahkan ini berimbas pada suplayer baik dari sayur, kue, dan UMKM lainnya,” ujarnya.
Mukaram berharap pemerintah dapat memahami dampak kebijakan ini dan memberikan solusi yang lebih baik. “Kami terus berupaya untuk difasilitasi dalam memberikan pandangan, syukur-syukur bisa mendorong kebijakan yang lebih pro terhadap industri perhotelan. Memang paling besar dari sisi pemerintah untuk kegiatan MICE. Jika tidak ada revisi, dampaknya akan terasa sekali. Kami berharap ada revisi kebijakan seperti tahun-tahun sebelumnya agar ada angin segar yang tetap mengarahkan ke sumber pariwisata,” harap Mukaram.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, Mukaram menyarankan bahwa insentif dalam bentuk dukungan bisnis lebih baik dibandingkan bantuan finansial sementara. “Kalau diberikan insentif ke dalam bisnis, itu akan lebih baik dibandingkan dalam bentuk finansial yang sementara,” ujarnya.