News

Viral! Praktik Perkawinan Anak di NTB Jadi Sorotan, Ini Kata Aktivis

×

Viral! Praktik Perkawinan Anak di NTB Jadi Sorotan, Ini Kata Aktivis

Sebarkan artikel ini
Viral! Praktik Perkawinan Anak di NTB Jadi Sorotan, Ini Kata Aktivis
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com – Gelombang keprihatinan kembali menyelimuti Nusa Tenggara Barat (NTB) seiring dengan viralnya sebuah video yang memperlihatkan praktik perkawinan anak di salah satu wilayahnya. Fenomena yang menyayat hati ini muncul di tengah belum surutnya perbincangan publik mengenai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai daerah. Kontan, kejadian ini memicu pertanyaan mendasar mengenai seberapa efektifkah sistem perlindungan anak dan pengawasan sosial yang selama ini berjalan di provinsi yang dikenal dengan keindahan alamnya tersebut.

Aktivis perempuan NTB, Ira Apryanthi, dengan nada prihatin mengungkapkan bahwa NTB memiliki catatan kelam sebagai salah satu provinsi indonesia/">di Indonesia dengan prevalensi perkawinan anak yang mengkhawatirkan. Meskipun berbagai upaya pencegahan telah digulirkan, mulai dari program edukasi di sekolah-sekolah hingga komitmen yang dideklarasikan oleh pemerintah daerah, kenyataannya praktik perkawinan anak ini seolah tak lekang oleh waktu. Bahkan, di sebagian komunitas di NTB, fenomena ini terkesan telah diterima sebagai bagian dari tradisi atau norma sosial yang sulit untuk diubah.

“Fenomena yang menyayat hati ini sontak memantik keprihatinan mendalam dan sekaligus menimbulkan pertanyaan besar terkait sejauh mana efektivitas sistem perlindungan anak serta pengawasan sosial di provinsi yang dikenal dengan keindahan alamnya ini,” ujar Ira Apryanthi, Sabtu (24/5/2025).

Lebih lanjut, Ira menjelaskan bahwa di sebagian lapisan masyarakat NTB, perkawinan anak seolah telah menjadiAccepted sebagai bagian dari tradisi atau norma sosial yang sulit diubah.

Baca Juga :  Pelita Air dan ITDC Jalin Kerja Sama untuk Kemudahan Transportasi Udara Manajemen ITDC

Praktik perkawinan di usia belia bukanlah sekadar isu sosial yang sederhana. Lebih dari itu, ia menyimpan serangkaian risiko yang sangat membahayakan masa depan generasi muda, terutama bagi anak perempuan. Konsekuensi yang ditimbulkan pun beragam dan destruktif. Anak-anak yang dipaksa menikah dini berpotensi besar untuk putus sekolah, kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri, dan terampas hak-haknya sebagai seorang anak.

Selain itu, risiko kesehatan juga mengintai. Kehamilan di usia yang sangat muda dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Mereka juga menjadi lebih rentan terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dan berpotensi terperangkap dalam lingkaran kemiskinan struktural yang sulit diputus dari generasi ke generasi.

“Konsekuensinya bisa sangat beragam dan destruktif, mulai dari terputusnya jenjang pendidikan formal, risiko kehamilan di usia yang sangat belia yang berpotensi membahayakan kesehatan ibu dan anak, kerentanan yang tinggi terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga, hingga terperangkap dalam lingkaran kemiskinan struktural yang sulit diputus antar generasi,” papar Ira.

Menurut Ira Apryanthi, kasus video viral perkawinan anak ini bukanlah insiden yang terisolasi. Ia bahkan memperingatkan bahwa kemungkinan besar kejadian serupa akan terus berulang jika langkah-langkah konkret dan sistematis tidak segera diambil. Merujuk pada data yang dihimpun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, tercatat angka yang mencengangkan: sebanyak 581 kasus perkawinan anak terjadi sepanjang tahun 2024.

Baca Juga :  Lapas Gelar Razia Gabungan, Antisipasi Gangguan Keamanan Jelang Idul Fitri 2025

“Merujuk pada data yang dihimpun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, tercatat sebanyak 581 kasus perkawinan anak terjadi sepanjang tahun 2024. Angka yang fantastis dan menggambarkan betapa seriusnya permasalahan ini,” tegas Ira.

Angka ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak yangConcern terhadap isu perlindungan anak. Ira menekankan bahwa ini adalah “alarm keras” bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, tokoh agama, para pendidik, hingga keluarga. Sistem perlindungan anak yang ada saat ini dinilai belum bekerja secara optimal dalam mencegah praktik berbahaya ini.

“Ini adalah alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, tokoh agama, para pendidik, hingga keluarga. Sistem perlindungan anak yang kita miliki saat ini jelas belum bekerja secara maksimal,” imbuhnya.

Ira Apryanthi menegaskan bahwa respons reaktif terhadap kasus perkawinan anak yang viral di media sosial saja tidaklah cukup. Menurutnya, sudah saatnya untuk membangun sebuah sistem pencegahan dan pendampingan yang berkelanjutan dan terintegrasi. Langkah ini dianggap krusial untuk memutus rantai praktik perkawinan anak di NTB.

“Kita tidak bisa lagi hanya reaktif ketika sebuah kasus perkawinan anak menjadi viral di media sosial. Sudah saatnya kita mulai secara serius membangun sebuah sistem pencegahan dan pendampingan yang berkelanjutan dan terintegrasi,” tegasnya.

Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Ira adalah perlunya melibatkan generasi muda secara aktif dalam proses edukasi dan advokasi di lingkungan komunitas mereka. Dengan memberikan pemahaman yang benar mengenai hak-hak anak dan bahaya perkawinan dini, diharapkan para remaja dan anak-anak dapat menjadi agen perubahan yang efektif. Mereka perlu memiliki keberanian untuk menyuarakan pendapat dan memiliki ruang aman untuk tumbuh dan berkembang tanpa tekanan untuk menikah di usia muda.

Baca Juga :  GP Ansor NTB: Membangun Kaderisasi dan Ekonomi Berbasis Solusi

“Kita harus secara aktif melibatkan para remaja dan anak-anak sebagai agen perubahan. Mereka harus benar-benar memahami hak-hak mereka sebagai seorang anak, memiliki keberanian untuk menyuarakan pendapat, dan memiliki ruang aman untuk tumbuh dan berkembang tanpa adanya tekanan untuk menikah di usia dini. Jika kita gagal melakukan ini, kita akan terus menerus mengulang lingkaran permasalahan yang sama,” beber Ira dengan nada prihatin.

Para pemerhati isu sosial dan anak di NTB sepakat bahwa sudah saatnya bagi pemerintah provinsi untuk melakukan evaluasi ulang secara komprehensif terhadap strategi perlindungan anak yang selama ini diterapkan. Evaluasi ini harus mengadopsi pendekatan lintas sektor, melibatkan aspek hukum, pendidikan, kesehatan, sosial, dan budaya. Tujuannya adalah untuk mengatasi akar permasalahan yang mendasari tingginya angka perkawinan anak, seperti norma sosial yang keliru, tekanan ekonomi, serta ketimpangan gender yang masih mengakar kuat di sebagian masyarakat.

Dengan evaluasi yang mendalam dan implementasi strategi yang lebih efektif, diharapkan NTB dapat keluar dari bayang-bayang tingginya angka perkawinan anak dan memberikan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mudanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *