Mataram, Jurnalekbis.com – Penyalahgunaan obat-obatan terlarang terus menjadi momok yang menghantui masyarakat, terutama generasi muda. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), tantangan pengawasan terhadap peredaran obat-obatan seperti Tramadol, Trihexyphenidyl, dan Dextromethorphan semakin kompleks, mengingat sebagian besar disuplai dari pabrik ilegal di Jawa melalui jalur distribusi online. Fenomena ini bukan hanya merusak fisik dan mental individu, melainkan juga mengancam masa depan sumber daya manusia NTB secara keseluruhan.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram, Yosef Dwi Irwan, mengungkapkan bahwa penyalahgunaan obat-obatan seperti Tramadol, Trihexyphenidyl, dan Dextromethorphan merupakan isu krusial dalam pengawasan. Ia menjelaskan, meskipun Dextromethorphan tunggal telah dilarang dan hanya diperbolehkan dalam bentuk kombinasi, di NTB, sebagian besar obat-obatan yang disalahgunakan ini berasal dari pabrik ilegal (clandestine) yang berlokasi di Jawa.
“Artinya, yang ditemukan oleh BBPOM Mataram ataupun aparat kepolisian merupakan produk ilegal yang tidak memiliki izin edar sesuai ketentuan, karena diproduksi bukan oleh industri farmasi,” tegas Yosef.
Jalur distribusinya pun semakin canggih, memanfaatkan platform online dan jasa ekspedisi, sehingga sulit dilacak dan dijangkau oleh pihak berwenang. Ini menjadi tantangan besar dalam upaya memberantas peredaran obat ilegal yang kian meresahkan.
Meskipun peredaran obat ilegal dari pabrik clandestine menjadi masalah utama, BBPOM di Mataram tetap rutin melakukan pengawasan ketat di sarana pelayanan kefarmasian resmi. Apotek, rumah sakit, klinik, dan puskesmas menjadi target utama untuk mencegah diversi obat (pengalihan obat dari jalur legal ke ilegal) dan penyalahgunaan.
“Sejauh ini belum kita temukan penyerahan obat tersebut yang tidak sesuai ketentuan di sarana resmi,” ujar Yosef,
Penyalahgunaan Tramadol, Trihexyphenidyl, dan Dextromethorphan tidak hanya berdampak buruk pada individu, tetapi juga memicu berbagai tindak kekerasan dan kriminalitas. Berbagai kasus seperti perkelahian, pencurian, tawuran, dan kejahatan lainnya seringkali berakar dari penyalahgunaan obat-obatan ini.
Dampaknya bukan hanya merusak secara fisik, melainkan juga mengikis intelektual dan mental para penyalahguna. Obat-obatan ini dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, gangguan konsentrasi, dan masalah perilaku yang serius. Yang lebih mengerikan lagi, penyalahgunaan obat-obatan ini seringkali menjadi pintu masuk menuju penggunaan narkoba yang lebih berbahaya, seperti ganja, sabu, dan lain-lain. Lingkaran setan ini dapat menghancurkan masa depan individu dan keluarga.

Yang paling mengkhawatirkan adalah fakta bahwa peredaran obat-obatan terlarang ini kini tidak hanya menyasar kelompok pekerja, tetapi juga mulai merambah kalangan pelajar di tingkat SMA dan SMP. Ini adalah alarm bahaya yang serius, mengingat dampaknya terhadap kualitas dan daya saing sumber daya manusia NTB di masa depan.
“Tentu ini sangat berbahaya sekali karena dampaknya terhadap kualitas dan daya saing SDM NTB ke depannya,” kata Yosef.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, dan jika mereka terjerumus dalam penyalahgunaan obat-obatan, maka masa depan daerah ini akan terancam. Oleh karena itu, Yosef menekankan pentingnya kewaspadaan bersama.
“Maka senantiasa kita harus waspada jika melihat ada perubahan sikap dan perilaku dari anak, saudara, keluarga dan sahabat kita, cegah sebelum terlambat, karena penyesalan kemudian tiada berguna,” imbuhnya.
BBPOM di Mataram tidak tinggal diam dalam menghadapi tantangan ini. Setiap tahun, aparat penegak hukum dari BBPOM, melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), aktif menindaklanjuti perkara terkait pengedar Tramadol dan obat ilegal lainnya melalui jalur pro justitia.
Data penindakan menunjukkan komitmen BBPOM:
- Tahun 2020: PPNS BBPOM di Mataram menyelesaikan 10 perkara.
- Tahun 2021: Menyelesaikan 9 perkara.
- Tahun 2022: Menyelesaikan 9 perkara.
- Tahun 2023: Menyelesaikan 11 perkara.
- Tahun 2024: Menyelesaikan 2 perkara.
“Untuk di tahun 2025 belum ada perkara obat yang ditangani lagi, tapi lebih banyak pada komoditi kosmetik,” jelas Yosef.
Meskipun tren kasus yang ditangani BBPOM menunjukkan sedikit penurunan, terutama pasca pengungkapan pabrik-pabrik ilegal di Jawa oleh BPOM pusat dan kepolisian, kewaspadaan tetap harus dijaga. “Ini tidak termasuk yang ditangani oleh kepolisian, memang trennya menurun, terlebih pasca pengungkapan pabriknya di Jawa oleh BPOM dan kepolisian. Namun tetap harus menjadi kewaspadaan bersama,” kata Yosef.
Tramadol termasuk dalam kategori Obat-Obat Tertentu (OOT). Ini berarti penyerahannya diatur secara ketat dan hanya dapat dilakukan di sarana resmi atau berizin yang berada di bawah pengawasan Apoteker. Sarana yang dimaksud meliputi apotek, rumah sakit, puskesmas, dan klinik.
Yang paling penting, penyerahan Tramadol harus berdasarkan resep dokter. Aturan ini dibuat untuk memastikan penggunaan obat ini sesuai indikasi medis, dosis yang tepat, dan mencegah penyalahgunaan. Masyarakat diimbau untuk tidak membeli Tramadol atau obat OOT lainnya dari sumber yang tidak resmi atau tanpa resep dokter, karena berisiko mendapatkan produk ilegal dan membahayakan kesehatan.