Mataram, Jurnalekbis.com – Upaya mendorong pengelolaan tambang rakyat yang lebih adil, legal, dan berpihak pada masyarakat terus digaungkan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Senin (14/7/2025), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tambang Rakyat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mendorong Tata Kelola Tambang Rakyat yang Berkeadilan untuk Koperasi” di Hotel Santika Mataram. Acara ini menjadi titik penting dalam menyatukan langkah strategis antara masyarakat, pemerintah, dan stakeholder untuk mewujudkan pertambangan rakyat yang berpihak pada keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
FGD tersebut dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai elemen seperti aktivis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, advokat, hingga media. Narasumber yang hadir juga merupakan figur penting dalam tata kelola sumber daya alam di NTB.
Acara dipandu oleh moderator Wahidjan dan dibuka secara resmi oleh Fihiruddin, Pembina Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tambang Rakyat.
Dalam pembukaannya, Fihiruddin menegaskan pentingnya koperasi sebagai alternatif pengelolaan tambang rakyat yang lebih inklusif dan adil. Ia menyoroti maraknya aktivitas tambang ilegal yang hanya menguntungkan segelintir pihak, tanpa membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat sekitar.
“Selama ini, tambang ilegal hanya untungkan kelompok kecil. Koperasi menjadi jalan kolektif agar masyarakat punya posisi tawar, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan,” ujar Fihiruddin.
Ia menekankan bahwa koperasi bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga alat transformasi sosial yang dapat memastikan bahwa hasil tambang benar-benar kembali ke tangan rakyat.
Plt. Kepala Dinas ESDM NTB, Wirawan Ahmad, dalam pemaparannya menggarisbawahi bahwa pemerintah provinsi secara tegas mendukung percepatan implementasi izin pertambangan rakyat (IPR) berbasis koperasi. Menurutnya, hal ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kewenangan IPR ada di pemerintah provinsi. Kami sudah mulai proses paralel tanpa melanggar aturan. Tidak ada niat untuk menghambat,” jelas Wirawan.
Langkah percepatan ini, menurutnya, juga menjadi bentuk komitmen NTB dalam mewujudkan pertambangan yang tertib hukum dan memberikan asas manfaat bagi masyarakat luas.
Ahmad Mashuri, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB, menyebut bahwa koperasi dalam konteks pertambangan rakyat merupakan bentuk badan usaha yang sah. Ia menyatakan bahwa keanggotaan koperasi tambang rakyat diutamakan berasal dari masyarakat lingkar tambang.
“Koperasi tambang rakyat anggotanya harus berasal dari sekitar wilayah tambang. Itu yang diperbolehkan oleh undang-undang,” katanya.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif Kapolda NTB dan Gubernur NTB yang telah memberi ruang pengelolaan tambang rakyat kepada koperasi.

Dari perspektif lingkungan, Didik Mahmud Gunawan Hadi dari DLHK NTB menegaskan bahwa pihaknya mendukung setiap pengelolaan tambang asalkan berbasis prinsip kelestarian.
“Siapapun yang mengelola, selama menjaga lingkungan, itu tidak jadi masalah,” katanya singkat.
DLHK menekankan bahwa aspek pengawasan lingkungan, terutama pasca tambang, harus menjadi bagian dari kerangka tata kelola tambang rakyat.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menyoroti pentingnya percepatan IPR berbasis koperasi sebagai implementasi nyata dari UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3).
“Bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tambang rakyat adalah salah satu bentuk keadilan ekonomi,” tegasnya.
Hamdan mengungkapkan bahwa selama ini banyak masyarakat dan NGO yang mengadukan praktik tambang yang tak berpihak pada masyarakat. Dengan hadirnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 194.K/MB.01/MEM.B/2025 yang mengatur Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), kini NTB memiliki dasar hukum kuat untuk mengakomodasi tambang rakyat secara legal.
“Sebelumnya tidak ada tambang rakyat yang legal di NTB. Semua ilegal. Sekarang kita sudah punya payung hukum. Mari kita manfaatkan,” jelasnya.
Ia juga mendukung revisi cepat atas Perda Nomor 2 Tahun 2024 yang berkaitan dengan retribusi tambang, agar tidak menghambat penerbitan izin IPR.
Hamdan menilai bahwa pengelolaan tambang melalui koperasi dapat menjadi solusi konkret untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, terutama di lingkar tambang.
“Kalau saja ada 10 koperasi aktif mengelola tambang, saya yakin kemiskinan ekstrem bisa selesai. Ini akan berdampak besar bagi NTB,” ujarnya.
Ia bahkan menyebut bahwa ujung dari ekosistem tambang rakyat ini seharusnya adalah hilirisasi UMKM untuk pemberdayaan ekonomi anggota koperasi. Konsep ini, menurutnya, sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Terpilih Prabowo dan iqbal/">Gubernur Iqbal yang menekankan industrialisasi berbasis rakyat.
Di sisi lain, Amri Nuryadin, Direktur Walhi NTB, menyatakan dukungannya terhadap skema tambang rakyat berbasis koperasi dengan catatan penting: aspek lingkungan harus jadi prioritas utama.
“Kami mendukung rakyat kelola SDA. Tapi jangan sampai jadi kutukan sumber daya alam. Pengelolaan pasca tambang harus jelas,” tegasnya.
Amri menyebut bahwa pengalaman berbagai daerah menunjukkan banyaknya bencana ekologis akibat pengelolaan tambang yang serampangan. Oleh karena itu, ia berharap tata kelola tambang rakyat di NTB bisa menjadi contoh baik nasional dalam menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tambang Rakyat berharap hasil FGD ini bisa segera ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan nyata, terutama dalam percepatan izin IPR, pendampingan koperasi, serta penguatan sistem pengawasan lingkungan.
“Kita punya semua yang dibutuhkan: payung hukum, semangat kolektif, dan kepemimpinan politik yang berpihak pada rakyat. Saatnya kita bergerak bersama,” tutup Fihiruddin.